Menambah jumlah besaran G, artinya, pada saat yang sama, akan mengurangi nilai-nilai yang lain selain G. Itu sebabnya, sering kita lihat, pada seorang koruptor, sering sakit, atau anggota keluarga sakit, lalu untuk menyembuhkan penyakitnya, koruptor dipaksa untuk mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Penjelasan dari fenomena ini, uang yang berhasil dia kumpulkan, sesungguhnya hanya konversi dari rezeki sehat yang dia miliki. Dan ketika dia ingin mengembalikan kesehatan yang telah dia konversikan dalam bentuk uang atau materi lain, maka sang koruptor harus menebusnya dengan uang yang telah dia konversikan dengan paksa terhadap pengurangan kesehatan yang sesungguhnya memang sudah jadi miliknya.
Kondisi sakit itu, sesungguhnya adalah upaya “rezeki” guna mencapai titik equibilirum (keseimbangan) sebagaimana awal peruntukan perbandingan rezeki. Menerima kondisi penyakit yang diderita dengan ikhlas, dalam pandangan Islam dapat mengurangi dosa atau pengampunan. Tetapi, menisbikan kondisi demikian akan menimbulkan dosa-dosa baru. Karena, kondisi yang dialami sekarang, sesungguhnya, akibat dari perbuatan kita sendiri.
Contoh lain, ketika terjadi kecurangan, rezeki seakan bertambah, pada saat yang sama, terjadi musibah anak yang bandel, memalukan keluarga. Apa artinya? Ternyata kita telah menkonversikan rezeki yang berbentuk ketenangan hidup yang memang menjadi milik kita dengan segepok uang korupsi.
Bagaimana dengan mereka yang menjadi korban dari segala macam kecurangan? Apakah rezeki mereka berkurang? Atau bagaimana?
Pada mereka yang terdzalimi, seakan rezeki mereka berkurang. Tetapi sesungguhnya tidak. Mengapa? Karena yang berkurang adalah rezeki yang berbentuk materi. Tetapi, pada rezeki dalam bentuk lain, bertambah. Betapa banyak kita lihat mereka yang karena kesalahan sistem menjadi miskin (katakan saja tukang Beca). Tetapi, anak-anak mereka sukses menjadi sarjana. Apa artinya, kemiskinan karena kecurangan sistem, dikonversikan dengan bertambahnya rezeki dalam bentuk pendidikan anak-anak. Untuk menjadi sarjana, anak-anak mereka mendapat bea siswa, sehingga orang tua tak membutuhkan banyak biaya untuk menjadikan anaknya sarjana.
Sungguh, ketika kita diminta untuk bekerja jujur artinya kita diminta untuk tidak melakukan konversi pada rezeki kita, hingga kita memperoleh rezeki dalam bentuk keseimbangan penuh. Hingga, ketenangan dan kebahagiaan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari diri.
Sungguh, ketika kita diminta untuk bekerja tekun, sesungguhnya, ada pesan agar rezeki yang akan kita peroleh berada pada kondisi yang sempurna. Dengan demikian, bahagia dan ketenangan merupakan bagian dari kita, hadir dalam bentuk sempurna.
Masih tergoda untuk berbuat curang atau merugikan orang lain? Masih kecewa dengan kecurangan orang lan pada diri kita? Jawabannya, ada pada anda ……………… wallahu A’laam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H