Nusron Wahid, bintang mencorong pada ILC kemarin, tanggal 11 Oktober 2016. Begitu sebagian orang mengatakannya. Sekaligus membuat pria yang hari ini genap berusia 42 tahun itu, semakin top… Markotop. Namun begitukah sejatinya? Jika hanya sekadar  soal top saja. Sesungguhnya Nusron masih kalah top dibanding dengan Jessica.
Mana mungkin membandingkan Nusron dengan Jessica karena Nusron adalah tokoh muda yang akan memimpin bangsa ini ke depan kelak, atau setidaknya akan jadi tokoh penting. Maka jauh panggang dari api. Lalu di mana meletakkan posisi Nusron? Untuk itulah, tulisan ini dibuat.
Saya memiliki beberapa catatan pada laki-laki yang lahir di Kudus, Jawa Tengah pada tanggal 12 Oktober 1973 silam itu.
Satu, soal nama Wahid. Nama wahid yang disandang Nusron tidak ada kaitan dengan nama keluarga besar Abdurahman Wahid, sebagai keturunan syah dari Wahid Hasyim. Masalah nama 'Wahid' semuanya sudah clear ketika keluarga besar Wahid menyatakan bahwa 'Wahid' di belakang nama Nusron tak ada hubungan dengan mereka. Dan saya tidak ingin mengatakan pemakaian nama 'Wahid' untuk numpang keren bagi Nusron.
Dua, okelah, jika nama Wahid tak memiliki hubungan genetika dengan keluarga 'Wahid'. Tetapi, bukankah Nusron adalah anak ideologi dari Gus Dur. Anggapan kedua ini, juga salah. Dalam soal keilmuan jauh panggang dari api. Dari soal etika demikian juga. Gus Dur sebagai Guru bangsa, memiliki perilaku santun. Baik pada musuhnya, apalagi dengan teman-temannya. Gus Dur adalah orang pertama yang mendatangi Pak Harto, pasca beliau lengser. Gus Dur pula yang 'membebaskan' etnik Tionghoa untuk merayakan hari besar mereka, sekaligus berkiprah dalam dunia politik. Namun, apakah dengan demikian Gus Dur lalu, melecehkan ulama? Tidak. Lihatlah bagaimana Gus Dur sowan pada ulama, baik yang di pesantren modern dan di pesantren Salafiyah. Lalu, apa yang ditampilkan Nusron tadi malam pada acara ILC, sungguh jauh dari apa yang dibuat Gus Dur. Dengan suara yang keras, urat leher yang terlihat jelas dan mata melotot, Nusron seakan hendak mengunyah para ulama yang hadir malam itu.
Tiga, bukankah Nusron mendapat suara terbanyak ketika pemilu legislatif tahun 2014 dengan perolehan suara 243.021. Perolehan suara tidak sekaligus menjadikan seorang cerdas, berakhlak dan berpikir logis. Cerdas dan berpikir logis saja, juga tidak cukup, ketika tidak dibarengi dengan perilaku yang santun, yang disebut akhlak. Fungsi cerdas dan berpikir logis agar dapat beretorika dengan benar, sedangkan fungsi akhlak membawa keteduhan pada mereka yang dipimpin maupun mereka yang lebih tua.
Empat, Nusron berpikir ngawur ketika mengatakan bahwa hanya hanya Allah yang tahu makna surat Al-Ma’idah ayat 51. Lalu, apa fungsi akal yang diberikan Allah pada manusia? Apa fungsi para mufassir (ahli tafsir) apa pula artinya ijma para ulama. Sebagai seorang demokrat sejati, mestinya Nusron mampu melihat perbedaan. Lalu, jika kesimpulan para ulama berbeda dengan pendapat Nusron, apa perlunya memaksakan kehendak dengan mengatakan bahwa tidak ada ahli tafsir yang mengatakan kata 'Aulia' dalam Surat Al-Ma’idah sebagai pemimpin. Nusron, pura-pura bodoh atau bodoh beneran. Dalam Mu’jam al-Wasith, 'Aulia' merupakan jamak dari kata Wali. Salah satu arti wali adalah pemimpin.
Lima, apakah dengan menuliskan ini, saya benci dengan Nusron? Sama sekali tidak. Dasar pemikirannya jelas. As-sida’u ala Kuffar, ruhama’u baina hum (keras pada yang kafir dan kasih sayang pada sesama muslim). Jangan artikan kafir sebagai agama tertentu, melainkan mereka yang membuat makar untuk menghancurkan Islam. Apapun agamanya.
Oleh karenanya. Sekali lagi, milikilah akhlak yang mulia dalam hidup. Nusron sebagai manusia tentu tak lepas dari salah dan khilaf. Anda sebagai orang muda yang cemerlang, seyogyanya berperilaku santun, kebenaran yang anda yakini, bisa saja bukan kebenaran yang mutlak. Cara anda memberi, terkadang lebih berharga dari apa yang anda beri.
Selamat ulang tahun ke 42, Indonesia berharap banyak pada pemuda-pemuda yang cerdas, smart dan santun. Saya berharap anda salah satu di antaranya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H