Tulisan perjalanan menggunakan sepeda motor, menjelajahi daratan paling Timur pulau Flores (Larantuka) hingga Ujung Barat Pulau Jawa, Malingping di Banten. Dimaksudkan sebagai prolog dari rangkaian tulisan yang segera menyusul secara mendetail setelah tulisan ini. Rangkaian tulisan, dimana lokasi kejadiannya berada antara Kota larantuka, diujung Timur Pulau Flores hingga ke Malingping, diujung barat Pulau Jawa.
Ada beberapa tema yang akan dibahas sesuai apa yang ditemui selama perjalanan yang menghabiskan waktu dua belas hari itu. Ada yang berupa Budaya dan Agama seperti yang terjadi di Larantuka. Bagaimana kota kecil yang indah itu, kental dengan upacara seremonial “Jalan Salib”.
Sebuah acara keagamaan yang kental nuansa Khatolik. Namun, penuh aroma budaya lokal. Sehingga, ketika upacara yang sama di-alih-kan lokasinya pada daerah lain, maka napas aromanya akan menjadi lain.
Demikian juga dengan Suasana teluk Maumere, destinasi wisata yang khas Maumere, tak bisa dibandingkan dengan daerah lain, destinasi itu, hanya ada di Maumere, demikian juga dengan Pantai Koka, Pantai yang terletak mendekati perbatasan dengan Kabupaten Ende.
Pantai yang masih perawan, bagaimana akhirnya penulis harus bermalam di sana, padahal di Pantai Koka tak memiliki sarana penginapan untuk bermalam. Dan kisah yang tak kalah menariknya tentang pria setengah baya “Blasius” yang merawat Pantai Koka seperti dia merawat keluarganya sendiri.
Juga ada kubur dimana mertua Soekarno (Ibu dari Ibu Inggit) dimakamkan, yang kondisinya kini, memprihatinkan. Di Ende juga saya bertemu dengan Bapak Yusuf Ibrahim, anak dari Bapak Ibrahim, pelaku Tonil ketika Soekarno mementaskan Tonilnya di Gedung Immaculata Ende.
Dari Bapak Yusuf Ibrahim ini pula saya tahu, bagaimana perjuangan Bapak Ibrahim menyelamatkan naskah-naskah Tonil yang ditulis Soekarno ketika itu, hingga kini terselamatkan, sehingga menjadi saksi sejarah, bahwa Tonil itu benar-benar pernah “ada”.
Masih di Ende juga, saya bertemu dengan seorang Pastor yang bernama Pastor Hendrik Sara. Dari keterangan Pastor Hendrik Sara, jika keterangan beliau benar, maka, sudah seharusnya diadakan perubahan sejarah yang selama ini diyakini kebenarannya. Karena menurut Pastor Hendrik Sara, Gedung yang digunakan mementaskan pertunjukan Tonil Soekarno ketika itu, bukan seperti gedung dalam foto yang kita kenal selama ini. Melainkan Gedung Capelata Immaculata, yang kini sudah berubah menjadi toko buku “Nusa Indah” dan Percetakan “Arnoldus”.
Keyakinan Pater Hendrik Sara, berdasarkan literatur yang beliau baca dan keterangan seorang Bruder yang bernama Christoporus Tange. Yang ketika itu, sang Bruder berusia belasan dan turut serta sebagai pemain Tonil. Sayang ketika, saya ingin bertemu dengan Bruder yang dimaksud, Pater Hendrik mengatakan bahwa sang Bruder sudah almarhum.