Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bendung Sutami di Mbay, antara Harapan dan Tantangan

25 Juli 2016   22:46 Diperbarui: 26 Juli 2016   16:48 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prasasti Banjir besar tahun 1973 (dok.Pribadi)

Bencana tak selamanya membawa kerusakan an sich. Dibalik bencana, ada sesuatu pesan yang dapat diambil hikmahnya. Letusan gunung Berapi misalnya, akan diikuti lahar dingin.

Tahukah kita semua apa itu lahar dingin? Itulah.. material pasir dan sirtu yang diantarkan oleh Sang Gunung Merapi ke pemukiman penduduk, untuk digunakan sebagai material pembuat infra struktur dan bangunan yang sempat porak poranda dengan kualitas nomer wahid.

Masalahnya, maukah kita memanfaatkan kejadian yang seakan memporak porandakan itu, menjadikannya sesuatu yang memiliki nilai manfaat. Melakukan sesuatu yang membawa perubahan ke arah lebih baik bagi masyarakat luas.

Prasasti Banjir besar tahun 1973 (dok.Pribadi)
Prasasti Banjir besar tahun 1973 (dok.Pribadi)
Demikianlah yang terjadi di Mbay, Ibu kota dari Kabupaten Nagekeo. Flores. Bencana banjir bandang yang terjadi pada 29 April 1973, nyaris menenggelamkan Nagekeo, setelah terjadi hujan terus menerus selama tiga hari tiga malam.

Meluluh-lantakkan seluruh wilayah yang dialirinya, menghanyutkan rumah warga, lahan pertanian, sawah, ternak penduduk dan menelan korban jiwa hingga 20 orang tercatat meninggal.

Belajar dari bencana yang terjadi, maka pemerintah ketika itu berniat membuat Bendung dengan tujuan agar dapat mengendalikan air dan menyalurkannya secara teratur dan kontinyu untuk dapat digunakan pada lahan persawahan yang awalnya hanya sawah tadah hujan.

Perencanaan segera dilakukan dengan leading sektor Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II. Lalu dengan PT. Adhi Karya sebagai pelaksana pekerjaan. Lalu, selesai perencanaan, pekerjaan fisik segera dikebut.

Papan Operasi, sayangnya tidak di update (dok.Pribadi)
Papan Operasi, sayangnya tidak di update (dok.Pribadi)
Dua tahun kemudian, persisinya pada bulan November 1975 pekerjaan Bendung selesai dilaksanakan dan siap untuk dimanfaatkan. Pemerintah meresmikan penggunaannya, yang dilakukan oleh Mentri Pekerjaan Umum ketika itu, Ir. Sutami. Sejak saat itu, Bendung ini, dikenal masyarakat sebagai Bendung Sutami.

Bendung Sutami, mampu mengairi areal persawahan seluas 6.500 hektar dengan cakupan lokasi daerah antara lain; Teda Mude, Lange Dawe, Rendu Butowe, Jawa Kisa, Danga, Boa Nio, Ae Ramo, Penginanga, Marpokot, Mbay I dan Mbay II, Towak, Wolo Nio, Tonggu Rambang, Wae kokak, Dawe dan Munde. Dengan kapasitas air 7.800 liter/detik.

Papan Nama Bendung Sutami Mbay (dok.Pribadi)
Papan Nama Bendung Sutami Mbay (dok.Pribadi)
Dari hasil-hasil bincang-bincang, ternyata kemampuan mengairi areal persawahan yang dapat dilakukan Bendung Sutami belum maksimal. Bendung yang menampung 88 aliran sungai-sungai kecil itu, masih memiliki beberapa kemungkinan untuk dikembangkan, jika saja beberapa kendala yang menghadangnya dapat segera diselesaikan.

Kendalanya terletak pada pembebasan lahan. Bukan hanya pada soal harga tanah, juga ada persoalan pada tanah-tanah yang dimiliki kaum adat, sosialisasi tentang perlunya pengairan dan keuntungan ekonomi dari pengairan serta turunan-turunan pengembangan ekonomi yang menyertainya.

Saluran air selepas Bendungan menuju Persawahan (dok.Pribadi)
Saluran air selepas Bendungan menuju Persawahan (dok.Pribadi)
Semoga saja, kendala yang menghadang segera mendapatkan solusi. Kita tidak berharap, seperti kata seloroh seorang teman, Mbay adalah singkatan dari “Mbahe mumet” dalam masalah tanah.

Melainkan seperti pepetah lama leluhur orang Nagekeo “Gore ‘ine ‘oe, bholo ma’e taku gore” yang artinya, semua masalah sulit, harus ada jalan keluarnya (solusi). InsyaAllah.

Aliran air sungai yang ditangkap Bendung Sutami Mbay (dok.Pribadi)
Aliran air sungai yang ditangkap Bendung Sutami Mbay (dok.Pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun