Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Solusi Tentang Rezeki

22 Mei 2016   11:47 Diperbarui: 22 Mei 2016   12:28 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dalam Usaha menjemput Rezeki. (dok.Pribadi)

Jika dijemput, sudah tertanam dalam jiwa sang “penjemput” bahwa apa yang akan dijemput itu, sudah pasti keberadaannya. Keyakinan demikian, menimbulkan ketenangan jiwa pada sang penjemput. Jika dalam usaha menjemput, sang penjemput tak menemukan apa yang dijemput, maka sang penjemput, dengan mudah akan bertanya pada yang “Meletakkan” rezekinya. Allah SWT. Dimakanah keberadaan yang akan dijemput itu. Agaknya inilah tafsiran dari ayat :”Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Alloh-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).”(QS. Huud [11] : 6)

Tujuan utama rezeki dalam Islam adalah kebahagiaan. Manusia akan dibuat bahagia dengan pengertian rezeki merupakan sebuah kesatuan. Jumlah total yang akan diterima tidak akan berkurang satu senpun, tak akan tertukar pada makhluk lain, bahkan pada saudara kembar sekalipun. Itu artinya, jika jumlah nominal uang yang diterima kurang banyak, seorang muslim akan mengkonversikannya dengan kesehatan yang diperoleh, dengan ketenangan berkeluarga, dengan terhindarnya dari kesibukan menjemput rezeki yang tak mengenal waktu. Bahkan konversi yang paling mahal untuk dihitung, kenikmatan yang diperoleh saat seorang muslim “asyik masuk” dengan sang Pemberi Rezeki.

Usaha menjemput rezeki, tidak dimaknai sebagai usaha mengumpulkan pundi-pundi uang semata. Melainkan, untuk merealisasikan fungsinya sebagai makhluk, guna mensejahterakan makhluk yang lain. Sebab, usaha menjemput rezeki, akan memakmurkan, bukan hanya sang penjemput melainkan seluruh mereka yang terlibat didalam usaha menjemput. Dalam usaha menjemput rezeki, ada etika yang harus dilakukan, seperti harus halal, tidak curang, tidak merugikan pihak lain. Ketika usaha menjemput rezeki selesai, masih ada nilai sosial yang lain, seperti mengeluarkan zakat mall, infak, dan sadaqah.

Karena sifatnya menjemput, dan sang penjemput tidak mengetahui dimana posisi “barang” yang akan dijemput. Maka dibutuhkan usaha yang intent, berupa pendekatan antara penjemput dengan yang “Meletakkan” barang yang akan dijemput itu.

Kesatuan antara usaha menjemput, dan pendekatan pada yang “Meletakkan”  barang nan akan dijemput, proses dalam menjemput dan apa yang harus dilakukan pasca penjemputan, agaknya inilah tafsiran dari “Tidaklah Kuciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56)

Konsep tentang rezeki sudah ditentukan oleh Allah, tak tertukar antara satu manusia dengan manusia lain serta tak akan meninggal anak Adam, sehingga jatah rezeki untuk dirinya, telah tuntas dia terima. Dengan demikian, akan memposisikan manusia pada ketentraman, ketenangan bathin, dan tak perlu jegal menjegal dalam usaha menjemput rezeki.

Ketika akan pensiun, apa yang perlu dirisaukan? Tokh rezeki sudah ditentukan. Soal biaya anak sekolah, apa yang perlu dikhawatirkan? Tokh, apa yang dihabiskan sang anak memang sudah bagian rezeki sang anak. Ketakutan yang akut akan kehadiran anak serta biaya hidup untuk sang anak, bahkan sudah diperingatkan Allah.”Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami-lah yang akan memberi rizqi kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (Al-Isra/17:31)

Jika saja, konsep rezeki dalam Islam dipahami dan diimani, lalu apa yang perlu dirisaukan dan dikhawatirkan. Hidup optimis tanpa kekhawatiran adalah kunci sukses, itulah kebahagiaan sejati..… InsyaAllah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun