Kembali soal pelaksanaan hukuman mati yang segera akan dilaksanakan untuk para gembong narkotika, menjadi berita hangat. Berita yang sesungguhnya menggelikan dan kontra produktif. Negara yang sudah demikian akutnya menjadi korban narkotika, masih kurang jeli dalam pelaksanaan tindakan eksekusi.
Coba bedakan antara kerja keras dan jeli. Kerja keras yang dilakukan oleh BNN patut diacungi jempol. Tapi soal jeli dalam bertindak, tunggu dulu. Disinilah masalah itu bermula.
Kerja BNN dari penangkapan hingga berkas perkara sampai pengadilan, cukup mendapat acungan jempol. Demikian juga ketika, pesakitan itu dijatuhkan hukuman. Hingga sebagian ada yang dijatuhkan hukuman mati. Setelah itu? Memble.. bleh… tak ada yang patut diapresiasi.
Setelah vonis hukuman mati dijatuhkan hakim untuk terpidana, lalu masalahnya jalan ditempat. Tidak ada pelaksanaan yang membuat masyarakat lega. Banyak kendala yang dijadikan pembenaran dari tertundanya pelaksanaan hukuman mati. Seperti,
Berbagai masalah diperdebatkan, apakah hukuman mati perlu atau tidak perlu, sebuah perdebatan yang berlarut-larut dan menghabiskan waktu. Padahal semua pihak yang berdebat sepakat dalam satu hal. Bahwa kejahatan “Narkotika” merupakan kejahatan ekstra ordinary.
Adanya silang pendapat antara penegak hukum, antara Kejaksaan, Lembaga Pemasyarakatan dan Kepolisian, soal kesiapan pelaksanaan hukuman mati. Soal tekhnis pelaksanaan hukuman mati. Bagaimana tempat pelaksanaan, waktu pelaksanaan, biaya pelaksanaan, masalah pasca pelaksanaan tentang kemana jenazah akan dikembalikan. Perdebatan yang seharusnya dapat menjadi simple, dibuat rumit dan bertele-tele. Padahal semua penegak hukum itu sepakat. Bahwa kejahatan “Narkotika” merupakan kejahatan ekstra ordinary.
Masalahnya, semakin krodit, ketika media massa (online, Televisi dan media cetak) ikutan pula nimbrung. Berbagai masalah di bahas, dari mulai persiapan hukuman mati, pelaksanaan, pasca pelaksanaan hingga pembahasan masalah pribadi mereka yang akan dieksekusi. Jika, selama ini selebrity hanya mereka yang bergerak di dunia seni, maka fenomena baru muncul, selebrity dari gembong narkotika. Siapa tak kenal Freddy Budiman dengan segala sepak terjangnya di lapas dari mulai otak peredaran narkotika di lapas, hingga petualangan “syahwatnya” pada sejumlah selebrity, yang diironisnya, semua “aktifitas” pelampiasan syahwat itu, dilakukan dalam lapas.
Beberapa masalah dan solusinya.
Bagi penantang hukuman mati, sadarkah anda bahwa, mereka yang melakukan kejahatan narkotika itu, telah melakukan pembunuhan setiap hari yang membuat kuduk kita merinding. Lima puluh jiwa setiap hari melayang, dan setiap tahun delapan belas ribu nyawa melayang. Demikian Presiden Jokowi dalam sambutannya pada Rapat Koordinasi Nasional Penanganan Ancaman Narkoba yang berlangsung di hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu, 4 February 2015. Dari mereka yang berprilaku sebagai algojo, pembunuh generasi muda sebanyak 18 ribu pertahun itu, berapa yang sudah kita jatuhi hukuman mati?Baruempat belas orang coy.! Enam pada bulan Januari 2015 dan delapan orang selang tiga bulan kemudian. Padahal mereka yang menunggu antrian ratusan orang.
Bagi pihak-pihak yang menunda pelaksanaan hukuman mati, coba buka mata dan telinga, berapa banyak peredaran narkoba yang otak peredarannya berada di LP, dari mereka yang di LP itu, hampir seluruhnya, para terpidana yang telah dijatuhi hukuman mati. Sebut saja otak peredar narkotika dari lapas Batu, Zainal Abidin alias Pak Cik (49) dan Bambang Ponco Karno alias Popong (53) adalah terpidana mati. Demikian juga dengan Freddy Budiman, terpidana mati dalam kasus penyelundupan 1,4 juta Pil ekstasi dari China juga otak peredaran narkoba dari lapas. Demikian fenomenalnya Freddy, bahkan beberapa selebrity berhasil dia booking dengan tempat “eksekusi” nya berada di Lapas.
Bagi pihak Lapas, Polisi dan Kejaksanaan. Penundaan eksekusi terpidana hanya akan menambah jumlah penghuni lapas. Padahal, tanpa mereka saja, kapasitas lapas sudah over load. Berapapun penambahan ruang lapas, tidak akan menjadikan solusi jika tanpa tindakan radikal dalam penanganan terpidana narkoba. Apa sulitnya, bagi kejaksaan untuk memutuskan waktu, kapan pelaksanaan eksekusi dilaksanakan serta dimana dilaksanakan. Untuk kepolisian, apa sulitnya untuk melakukan eksekusi bagi terpidana mati? Tak perlu persiapan yang berlarut-larut. Tokh mereka sudah familiar dengan tugas itu.