Bayah dilihat dari cimadur, akan semakin maju, seiring bagusnya infra struktur (dok.Pribadi)
Jika ada keluhan yang disuarakan seluruh masyarakat Banten, maka keluhan itu, soal infra struktur jalan. Daerah yang jaraknya sepelemparan batu dari Jakarta, Ibu Kota Negara Republik Indonesia, kondisi jalannya, bagaikan malam dan siang.
Kondisi terparah, dirasakan oleh mereka yang tinggal di pedalaman Banten. Khususnya di daerah Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang. Lebih spesifik lagi, terletak pada ruas jalan antara Bayah-Malingping-Saketi. Ruas jalan sepanjang seratus kilometer itu, demikian menyiksa. Baik untuk pengendara roda dua maupun roda empat.
Cerita tentang jalan Bayah-Malingping-Saketi. Jika dianalogikan dengan buku, maka, buku yang dimaksudkan adalah semacam buku yang dikarang oleh Kho Ping Hoo. Cerita yang tak pernah selesai. Bersambung dan terus bersambung. Semua isi buku bercerita tentang keluhan dan penderitaan pemakai jalan, sementara sang jalan tak pernah selesai diperbaiki. (Lihat di sini)
Kerusakan jalan antara Bayah-Malingping-Saketi dengan segala usaha perbaikan tambal sulam yang tak pernah selesai itu, bahkan ditengarai telah mengikiskan rasa bangga anak bangsa. Masyarakat sudah apatis dengan segala perbaikan yang dilakukan. Kesimpulan konyol yang didapatkan masyarakat, menyatakan, bahwa bangsa ini, benar-benar tidak memiliki kemampuan untuk membangun, bahkan untuk membangun jalan saja gagal. Apalagi untuk membangun hal-hal lain yang lebih besar. Catatan yang diingat masyarakat, bahwa jalan antara Bayah-Malingping-Saketi pernah baik dan mulus ketika di bangun oleh kontraktor asing “PT. Kumagai” dari Korea. Korea adalah bangsa yang patut dibanggakan, bangsa yang mampu membawa masyarakatnya menjadi maju. Sedangkan kita apa? Membuat jalan saja gak mampu, apalagi untuk hal yang lebih besar.
Hahaha…. kesimpulan yang perlu kita tangisi, hanya disebabkan jalan yang tak pernah selesai diperbaiki, yang tak pernah baik dan nyaman untuk dilalui. Menimbulkan bangsa ini menjadi MC (minderheids Complex) penyakit minder akut. (Lihat di sini)
Demikian juga, ketika KPK menangkap Wawan dan Atut, masyarakat Banten marah besar. Mereka marah, bukan karena masyarakat Banten membela Ratu Atut dan Wawan. Melainkan, masyarakat kecewa dengan pemberitaan yang bombastis tentang keberhasilan KPK terhadap penangkapan Atut dan Wawan. Dari kaca mata masyarakat Banten, hal demikian terasa aneh. Apanya yang hebat dan berhasil? Persoalan di Banten itu, bukan hanya Atut dan Wawan. Tetapi, masih ada sejibun lain masalah yang urgent diselesaikan, dan dari sejibun masalah yang urgent untuk diselesaikan itu, adalah masalah infra struktur jalan. Dari daftar jalan yang urgent diselesaikan itu, maka jalan jalan Bayah-Malingping-Saketi, adalah yang paling urgen untuk segera diselesaikan. (lihat di sini dan di sini).
Akibat lain dari masalah infra struktur jalan buruk itu, masyarakat Banten, menjadi apatis pada pilpres kemarin. Mereka sudah biasa digombali dengan segala rencana sang kandidat Presiden. Bagi masyarakat Banten, siapapun Presiden yang kelak terpilih, tak memiliki imbas langsung pada mereka, selama jalan masih dalam kondisi memprihatinkan. Pemeo bagi masyarakat khususnya Banten Selatan, siapapun Presidennya, gak ada bedanya. Jika harus berbeda, maka perbedaan itu, tolak ukurnya pada jalan Bayah-Malingping-Saketi. Faktanya, mulai Soekarno hingga SBY jalan mereka tetap memprihatinkan. Jadi, emang siapa Jokowi, emang siapa Prabowo? Kami tak kenal anda. Kalo anda ingin kami kenal, tolong perbaiki jalan kami yang sudah menyengsarakan kami selama puluhan tahun itu.
(lihat di sini)
Pertanyaannya, apakah Pemda Banten tak pernah berbuat untuk perbaikan jalan? Pemda memang selalu mengadakan perbaikan, tetapi sepotong-sepotong dan dengan kualitas yang jelek. Dengan kualitas jelek, maka dalam hitungan sebulan dua bulan, jalan kembali hancur, maka ada anggaran baru untuk tahun berikutnya, akan ada proyek baru, akan terjadi bancakan baru. Lalu, masyarakat dapat apa? Paling dapat uang receh, dari jasa sebagai pak ogah yang mengatur lalu lintas jalan selama proses perbaikan jalan berlangsung.