Buku "Hidup Yang Lebih Berarti" Penerbit PT.Elex Media Komputindo. (dok.Pribadi)
Pagi itu, jam baru saja menunjukan pukul Sembilan, tanggal 21 April 2016, ketika saya tiba di Kantor Pusat Bank BTPN yang beralamat di Menara Bank BTPN, lt 27. SCBD Mega kuningan. Setelah rehat sejenak, maklum perjalanan panjang yang saya lakukan untuk sampai di tempat yang saya tuju itu, cukup jauh. Dari sebuah kecamatan kecil di Ujung Banten Selatan yang berbatasan dengan Sukabumi. Untuk sampai di Serang saja, saya membutuhkan waktu empat jam, lalu Serang–Jakarta membutuhkan waktu 2 Jam, ditambah setengah jam untuk mencari alamat yang dituju. Saya yang berangkat jam dua belas tiga puluh malam dari rumah, Alhamdulillah…jam Sembilan pagi sampai dengan selamat di alamat yang saya tuju.
Tujuannya jelas, mengikuti acara bedah buku “Hidup yang lebih berarti” sosok Inspiratif untuk dayakan Indonesia. Alasan saya ngotot untuk mengikuti acara bedah buku “Hidup yang lebih berarti” karena, ada keterikatan emosi antara buku yang akan di bedah dengan saya. Saya salah satu, diantara dua puluh Blogger yang tulisannya disertakan dalam buku “Hidup yang lebih berarti”.
Belum beberapa saat saya berada di ruangan Bedah buku, seorang Ibu menyalami saya dengan menyebutkan namanya “Ibu Maya”. Saya sedikit bingung, dari sisi wajah, rasanya saya tidak asing. Tetapi dengan nama Maya, kok rada asing? Jebule, itu ibu Majawati Oen. Rupanya nama beliau, menggunakan ejaan lama. Ketika dibaca, maka Maja sama dengan Maya. Belakangan ketika acara makan siang, kang Nurullah, juga surprise dengan nama ibu Maya. Nurullah yang sama sekali belum pernah bertemu dengan Ibu Maya, menyangka nama Ibu Maya dengan “Maja”… hehehe.
Seorang yang sebentar lagi akan didapuk sebagai nara sumber yang akan mewakili dua puluh kompasianer sebagai penulis buku “Hidup yang lebih berarti” telah tiba, beliau tiba diawal waktu, sebuah contoh yang perlu diteladani. Beliaulah Ibu Maya.
Beberapa kompasianer, kemudian berdatangan satu persatu, sebut saja misalnya Isson Khaerul, Thamrin Sonata, Mas Wahyu, mbak Khairunisa Maslichul dll yang tak mungkin untuk disebutkan satu persatu.
Acara Bedah buku.
Sudah menjadi budaya bangsa ini, acara yang awalnya direncanakan akan dimulai jam 10 pagi, setelah lewat lima belas menit, ketika dimulai.
Sessi pertama dimulai dengan naiknya ke panggung, Bapak Andrie Darusman sebagai “Daya Head” yang mewakili bank BTPN, sekaligus yang menggawangi dan komandan “Program Daya Bank BTPN”. Beliau di damping oleh kang Pepih Nugraha sebagai COO Kompasiana, serta moderator kang Nurullah.
Bagaikan sebuah pertandingan Bola dengan tempo cepat, kang Nurullah, segera saja menyerang pak Andrie Darusman dengan pertanyaan yang bertubi-tubi. Tentang, apa latar belakang pengerjaan buku “Hidup yang lebih berarti” serta sasaran yang akan dituju dengan adanya buku “Hidup yang lebih berarti”.
Pak Andrie menjelaskan, sebenarnya, buku yang sedang di bedah, adalah buku kedua yang digarap Bank BTPN dalam rangka proyek Daya. Proyek Daya adalah, sebuah program yang diluncurkan Bank BTPN untuk memperlakukan nasabahnya bukan hanya sebagai nasabah an sich. Melainkan, memperlakukan mereka sebagai mitra bahkan sebagai keluarga. Jika Bank BTPN ingin sukses, maka mereka juga, kita inginkan jadi sukses juga, demikian pak Andrie. Caranya dengan memberikan kiat-kiat sukses, melakukan pelatihan-pelatihan managemen pengelolaan keuangan, managemen pemasaran, managemen packing, menyertakan dan memfasilitasi mereka untuk mengikuti pameran-pameran untuk produk-produk usaha kerajinan dan usaha kecil menengah, serta memberikan semangat terus menerus, bahwa kesuksesan adalah milik semua orang.
Jika pada buku pertama, tokoh yang ditampilkan adalah mereka yang memang telah memiliki “nama” sebagai tokoh, telah meng”inspirasi” banyak orang. Maka, pada buku kedua ini. Tokoh yang dipilih, adalah mereka yang telah menginspirasi lingkungannya, tempat dimana mereka berada. Mereka adalah orang biasa, dengan pendidikan biasa, bahkan minim, dari lingkungan dan keluarga biasa dengan modal yang biasa atau bahkan nyaris tanpa modal ketika memulai usahanya. Tetapi, mereka sudah mampu keluar dari semua kondisi yang serba biasa itu menjadi luar biasa.
Mereka telah meng”inspirasi” banyak orang, para tetangganya, teman sekampung, se kecamatan, se kabupaten dan meng-Indonesia dengan bantuan buku “Hidup yang lebih berarti”
Sementara Kang Pepih, melihat fenomena IT yang sedang berkembang kini. Bagaimana Uber taksi telah menjungkir balikkan taksi konvensional. Uber yang tidak memiliki satu unit taksipun, tak memiliki pool taksi telah mampu menggoyang taksi konvensional.
Demikian juga dengan dunia jurnalis, bagaimana buku yang isinya tentang mereka yang “biasa” secara mainstream, telah luput dilirik oleh “wartawan”. Tetapi ditangan blogger, khususnya kompasianer, yang nota bene juga orang biasa, dalam kaitannya dengan dunia jurnalistik. Telah menjadikan sesuatu yang luar biasa. Telah mampu menjadikan sesuatu yang biasa menjadi luar biasa. Artinya apa? Dalam dunia IT sekarang ini, semua orang dapat menjadi sesuatu yang luar biasa. Tinggal kita mau atau tidak untuk meraihnya. Dengan berseloroh, Kang Pepih berkata, jika para wartawan tidak abay dengan cara kerja blogger dan memperbanyak bacaan, maka dia akan tertinggal. Bahkan oleh blogger itu sendiri.
Sessi selanjutnya. Masih dengan moderator kang Nurullah. Memoderatori Ibu Majawati Oen mewakili para penulis dan pak Taryat mewakili komunitas mereka yang ditulis. Sang Inspirator.
Ibu Majawati Oen menceritakan bagaimana kesulitan yang dialaminya dalam proses menulis sang Inspirator. Kebetulan Ibu Majawati Oen menulis dua tokoh Inspirator. Kesulitan terjadi ketika dua orang ini, memiliki dua karakter yang berbeda. Yang satu pendiam dan yang satu lagi sangat terbuka. Padahal keduanya harus ditulis dengan porsi yang berimbang. Bagaimana juga, Ibu Maja merasa, selain lega telah melewati tantangan menulis dua karakter yang berbeda, beliau juga, merasa tokoh yang beliau tulis turut menginspirasi beliau. Ada semangat yang ditularkan. Luar biasa.
Sementara pak Taryat, bercerita, bagaimana beliau yang berangkat pagi pulang lewat petang dengan pendapatan yang pas-pasan (P7) harus didukung oleh isteri beliau, Ibu Eli, sang isteri juga turut bekerja dengan kondisi yang sama. Masalahnya timbul ketika mendapat amanah berupa anak-anak buah cinta mereka. Ibu Eli harus keluar dari tempat kerja, untuk mengurus anak-anak. Praktis kini, pendapatan keluarga bergantung hanya pada pendapatan pak Taryat. Untuk menambah Income, Ibu Eli berjualan coklat. Masalah kembali timbul, ketika lahir anak kedua. Membagi kesibukan antara menjual coklat dan mengurus baby dan berjualan coklat. Sementara, ditempat kerja pak Taryat sedang mengalami masalah keuangan dan dilakukan pengurangan karyawan. Pak Taryat merasa, dirinya hanya tinggal menunggu waktu, untuk mendapat giliran PHK. Kondisi ini yang membuat pak Taryat untuk berhenti bekerja dan sepenuhnya menggeluti usaha yang awalnya dirintis oleh Ibu Eli. Setelah melewati masa jatuh bangun, usaha mereka kini mulai membuahkan hasil, mereka telah memiliki sejumlah karyawan, membuka cabang di beberapa daerah Bopunju (Bogor-Puncak-Cianjur). Sebagai ungkapan rasa terima kasih pada sang Pemberi Rezeki, coklat produk Taryat-Eli mereka berinama “Nuhun” yang artinya terima kasih.
Pada sesi pertama ataupun kedua, dibuka acara Tanya jawab. Seperti pada sessi pertama Mas Yogy bertanya, sudah berapa banyak nasabah yang dibantu atau dilibatkan dalam program daya itu? Isson Khaerul, mempertanyakan masih banyak yang belum tahu program apa yang dapat masyarakat ikuti dalam rangka mempersiapkan masa pension. Sedangkan Ibu Messy menantang Bank BTPN untuk ikut memberantas rentenir di Sunter hijau, yang mirisnya, kejadian itu berlangsung hanya beberapa puluh meter saja dari Cabang BTPN Sunter Hijau.
Buku dengan tebal 200 halaman ini, diterbitkan oleh PT. Elex Media Komputindo, anak usaha Kompas Gramedia. Merupakan kumpulan tulisan 20 Blogger Kompasiana. Daerah kejadiannya, mewakili hampir seluruh wilayah Nusantara. Seperti,
- “Dengan Getuk Marem, Hanggono Setiana pada Cita Rasa Masa Lampau” ditulis oleh Afandi Sido. Menceritakan kisah sukses Anggono yang menggeluti getuk di daerah Magelang.
- “Milda Fitriawati, Merasa berarti dengan jadi Kader kesehatan” ditulis oleh Dody Kasman. Menceritakan kisah sukses, sosok Milda Fitriawati di daerah Kecamatan Kraksan, Kabupaten Probolinggo.
- “Suwono Ubah Kotoran Manusia Jadi Pupuk organic” di tulis oleh Nanang Diyanto. Menceritakan kisah sukses, sosok Suwono di daerah Ponorogo.
- “Anik Sriwatiah Gigih Berdayakan Mantan Pekerja Lokalisasi Dupak Bangunsari”
- di tulis oleh Hadi Santoso. Menceritakan kisah sukses, Anik Sriwatiah di daerah Krembangan Dupak Bangunsari Surabaya.
- “Di Tangan Dian Novalia, Penjualan Batik Tak Se-Bladus Warnanya”
- di tulis oleh Gatot Swandito. Menceritakan kisah sukses, Dian Novalia di daerah Trusmi, Plered, Cirebon.
- “Buka Kursus Komputer Gratis, Pemberdayaan ala Bodro Irawan” di tulis oleh Mubarok. Menceritakan kisah sukses, sosok Bodro Irawan di daerah Kajen, Pekalongan.
- “Siti Rochanah Jadikan Iwak Nyuzz Panganan Kebanggaan Semarang” di tulis oleh Agung Budi Santoso. Menceritakan kisah sukses, sosok Siti Rochanah di daerah Semarang.
- Dan masih banyak tulisan lain yang ditulis oleh Singgih Swasono, Hendra Wardana, Majawati Oen, Dhanang Dave, Isroi, Khairunisa Maslichul, Ahmad Fatkhulamin, Iskandar Zulkarnain, Ervina Budiastuti, Agung Soni, Didno, Nia Ayu Anggraeni, dan terakhir Fifin Nurdiyana.
Acara bedah buku yang dikemas dalam suasana kekeluargaan ini, diakhir dengan makan siang bersama pada pukul 12.15 antara pihak BTPN, Penulis, sang inspiratory dan mereka yang hadir.
Sebagai upaya untuk ikut memberdayakan masyarakat Indonesia, apa yang telah dilakukan oleh BTPN, layak untuk diapresiasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H