Bagaikan sebuah pertandingan Bola dengan tempo cepat, kang Nurullah, segera saja menyerang pak Andrie Darusman dengan pertanyaan yang bertubi-tubi. Tentang, apa latar belakang pengerjaan buku “Hidup yang lebih berarti” serta sasaran yang akan dituju dengan adanya buku “Hidup yang lebih berarti”.
Pak Andrie menjelaskan, sebenarnya, buku yang sedang di bedah, adalah buku kedua yang digarap Bank BTPN dalam rangka proyek Daya. Proyek Daya adalah, sebuah program yang diluncurkan Bank BTPN untuk memperlakukan nasabahnya bukan hanya sebagai nasabah an sich. Melainkan, memperlakukan mereka sebagai mitra bahkan sebagai keluarga. Jika Bank BTPN ingin sukses, maka mereka juga, kita inginkan jadi sukses juga, demikian pak Andrie. Caranya dengan memberikan kiat-kiat sukses, melakukan pelatihan-pelatihan managemen pengelolaan keuangan, managemen pemasaran, managemen packing, menyertakan dan memfasilitasi mereka untuk mengikuti pameran-pameran untuk produk-produk usaha kerajinan dan usaha kecil menengah, serta memberikan semangat terus menerus, bahwa kesuksesan adalah milik semua orang.
Jika pada buku pertama, tokoh yang ditampilkan adalah mereka yang memang telah memiliki “nama” sebagai tokoh, telah meng”inspirasi” banyak orang. Maka, pada buku kedua ini. Tokoh yang dipilih, adalah mereka yang telah menginspirasi lingkungannya, tempat dimana mereka berada. Mereka adalah orang biasa, dengan pendidikan biasa, bahkan minim, dari lingkungan dan keluarga biasa dengan modal yang biasa atau bahkan nyaris tanpa modal ketika memulai usahanya. Tetapi, mereka sudah mampu keluar dari semua kondisi yang serba biasa itu menjadi luar biasa.
Mereka telah meng”inspirasi” banyak orang, para tetangganya, teman sekampung, se kecamatan, se kabupaten dan meng-Indonesia dengan bantuan buku “Hidup yang lebih berarti”
Sementara Kang Pepih, melihat fenomena IT yang sedang berkembang kini. Bagaimana Uber taksi telah menjungkir balikkan taksi konvensional. Uber yang tidak memiliki satu unit taksipun, tak memiliki pool taksi telah mampu menggoyang taksi konvensional.
Demikian juga dengan dunia jurnalis, bagaimana buku yang isinya tentang mereka yang “biasa” secara mainstream, telah luput dilirik oleh “wartawan”. Tetapi ditangan blogger, khususnya kompasianer, yang nota bene juga orang biasa, dalam kaitannya dengan dunia jurnalistik. Telah menjadikan sesuatu yang luar biasa. Telah mampu menjadikan sesuatu yang biasa menjadi luar biasa. Artinya apa? Dalam dunia IT sekarang ini, semua orang dapat menjadi sesuatu yang luar biasa. Tinggal kita mau atau tidak untuk meraihnya. Dengan berseloroh, Kang Pepih berkata, jika para wartawan tidak abay dengan cara kerja blogger dan memperbanyak bacaan, maka dia akan tertinggal. Bahkan oleh blogger itu sendiri.
Sessi selanjutnya. Masih dengan moderator kang Nurullah. Memoderatori Ibu Majawati Oen mewakili para penulis dan pak Taryat mewakili komunitas mereka yang ditulis. Sang Inspirator.
Ibu Majawati Oen menceritakan bagaimana kesulitan yang dialaminya dalam proses menulis sang Inspirator. Kebetulan Ibu Majawati Oen menulis dua tokoh Inspirator. Kesulitan terjadi ketika dua orang ini, memiliki dua karakter yang berbeda. Yang satu pendiam dan yang satu lagi sangat terbuka. Padahal keduanya harus ditulis dengan porsi yang berimbang. Bagaimana juga, Ibu Maja merasa, selain lega telah melewati tantangan menulis dua karakter yang berbeda, beliau juga, merasa tokoh yang beliau tulis turut menginspirasi beliau. Ada semangat yang ditularkan. Luar biasa.
Sementara pak Taryat, bercerita, bagaimana beliau yang berangkat pagi pulang lewat petang dengan pendapatan yang pas-pasan (P7) harus didukung oleh isteri beliau, Ibu Eli, sang isteri juga turut bekerja dengan kondisi yang sama. Masalahnya timbul ketika mendapat amanah berupa anak-anak buah cinta mereka. Ibu Eli harus keluar dari tempat kerja, untuk mengurus anak-anak. Praktis kini, pendapatan keluarga bergantung hanya pada pendapatan pak Taryat. Untuk menambah Income, Ibu Eli berjualan coklat. Masalah kembali timbul, ketika lahir anak kedua. Membagi kesibukan antara menjual coklat dan mengurus baby dan berjualan coklat. Sementara, ditempat kerja pak Taryat sedang mengalami masalah keuangan dan dilakukan pengurangan karyawan. Pak Taryat merasa, dirinya hanya tinggal menunggu waktu, untuk mendapat giliran PHK. Kondisi ini yang membuat pak Taryat untuk berhenti bekerja dan sepenuhnya menggeluti usaha yang awalnya dirintis oleh Ibu Eli. Setelah melewati masa jatuh bangun, usaha mereka kini mulai membuahkan hasil, mereka telah memiliki sejumlah karyawan, membuka cabang di beberapa daerah Bopunju (Bogor-Puncak-Cianjur). Sebagai ungkapan rasa terima kasih pada sang Pemberi Rezeki, coklat produk Taryat-Eli mereka berinama “Nuhun” yang artinya terima kasih.