Sedangkan Isson Khaerul dengan menggebu-gebu membangkitkan semangat menulis dan literasi pada peserta bedah buku yang dominan diikuti oleh Pelajar, Mahasiswa dan para Pendidik. Salah satu pointnya, kepedulian membaca apa yang ada disekitar kita, apa yang terjadi di sekitar kita, apa masalahnya, lalu apa solusinya? Semua itu ditulis, lalu di posting.
Isson Khaerul memberikan analogi yang langsung menohok pada audience, dengan bertanya berapa banyak audience yang telah melihat lambang kota Cilegon yang berdiri megah di Simpang Tiga kota Cilegon. Semua audience, menjawab pernah. Pertanyaan selanjutnya, dari yang pernah melihat, siapa yang mengerti arti lambang kota Cilegon itu? Dari yang mengerti itu, siapa yang pernah mempostingnya dengan pengertian yang mereka miliki itu? Audience terperangah. Ternyata apa yang setiap hari mereka lewati dan lihat, mereka tidak tahu arti dan filosofi yang terkandung pada lambang kota cilegon itu, apalagi mempostingnya sesuai dengan isi filosofi dari lambang kota Cilegon.
Masih banyak materi lain yang disampaikan Isson Khaerul, kesimpulannya, gerakan literasi di Cilegon sangat mendesak untuk dilakukan. Cerita tentang gerakan literasi ini, akan saya buat dalam tulisan tersendiri kelak.
Acara bedah buku “Catatan dari Cilegon” berakhir pada pukul 13.00 WIB dengan makan siang bersama, seluruh audience dan mereka yang terlibat dalam acara bedah buku “Catatan dari Cilegon”.
Acara yang syarat dengan semangat keilmuan dengan tampilan yang khas masyarakat Banten, guyub, bersaudara dan akrab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H