Kami dulu, satu kampus, sama-sama di Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP). Saya di fakultas MIPA jurusan Fisika, sedang isteri saya jurusan Bahasa Indonesia. Petemuan itu, terjadi di tahun kedua saya kuliah. Saya, ketika itu, sedang melakukan POSMA untuk adik-adik yang baru masuk. Pada kegiatan POSMA itulah pertemuan itu terjadi. saya sangat mencintainya, demikian juga dia. Kami saling cinta. Saya yang suka melindungi cocok dengan dia yang manja, cenderung untuk selalu dilindungi.
“lalu, akhirnya menikah?” tanya dokter Fadli lagi.
Tidak secepat itu dok, kami cukup lama pacaran. Selesai kuliah, saya ngajar di sebuah yayasan yang cukup terkenal, dengan mata pelajaran sesuai disiplin ilmu yang saya tempuh ketika kuliah. Saya yang memiliki kecenderungan untuk melayani, selalu mengantar dan menjemput dia kuliah. Semua saya lakukan dengan senang hati dok. Refleksi cinta yang saya miliki. Dia yang memiliki sifat yang suka dilayani, menjadi tergantung pada saya dok.
Pernah, ketika di sekolah ada rapat yang sangat penting, saya tak sempat menjemputnya pulang, dia menunggu hingga menjelang malam dok. Saya semakin menjadi berarti dok, paling tidak untuk orang yang sangat saya cintai. Semacam hero githu dok, untuk orang yang saya cintai.
“Lalu?”
Kami menikah dok. Awalnya, saya senang-senang saja dok, menyediakan sarapan pagi, mengepel rumah, setrika, hingga menyemir sepatu isteri setiap pagi, sebelum kami pergi mengajar. Karena kami, mengajar di yayasan sekolah yang sama. Anak-anakpun lahir, saya makin repot, hampir semua pekerjaan rumah, yang mengerjakan saya. Isteri saya belum juga berubah. Menyemir sepatu masih tetap saya lakukan. Rutin setiap pagi. Bahkan ketika sepatu saya sendiri tidak saya semir, saya masih melakukannya untuk isteri saya.
“Bagaimana dengan anak-anak?”
Anak-anak, mulai mandiri dok, mereka pelan-pelan, dapat melakukan pekerjaan, untuk kebutuhan mereka sendiri. Bahkan yang tua, sudah dapat membuat sarapan, jika pulang sekolah duluan, masak nasi. Si kecil sudah dapat mengepel dan mencuci. Tapi, isteri saya tetap tidak berubah dok. Saya, setiap pagi, masih selalu menyemir sepatu untuknya, menghidangkan teh manis untuknya.
“Tapi, keluarga pak Ridwan, terkenal dengan keluarga bahagia?”
Pandangan orang luar begitu dok. Kami memang tampil dengan kebahagiaan. Saya sangat cinta pada isteri saya. Isteri saya sangat cinta dan tergantung pada saya. Kami tak pernah bertengkar. Pergi dan pulang sekolah selalu bersama. Saya suka kebersihan dok, tampil perlente, isteri saya juga demikian, meski, semua yang dia kenakan itu, saya semua yang mengerjakan. Hingga akhirnya….
“Akhirnya apa pak?”