Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Istana dan Istri

14 Desember 2015   22:43 Diperbarui: 14 Desember 2015   22:43 1078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Iskandar Zulkarnain, Thamrin Sonata, Isson Khaerul, di depan Gedung Favourite (dok. Pribadi)"][/caption]Saya baru saja mandi, siang itu. Maklum, hari itu, hari jum’at tanggal 11 Desember 2015, rencana mau berangkat ke Mesjid untuk sholat Jum’at. Tiba-tiba Ponsel saya berbunyi, tertulis di sana Nurhasanah Admin Kompasiana. Refleks saya angkat ponsel dan benar, itu suara mbak Nurhasanah Admin Kompasiana, saya kenal benar suara itu. Mbak Nur menanyakan apakah saya bersedia untuk datang ke Istana. Pada besok hari, sabtu 12 Desember 2015.

Acaranya, makan siang bersama Presiden. Sebab, Presiden yang awalnya direncanakan untuk datang ke acara Kompasianival, sedang kurang sehat. Sebagai gantinya, Presiden mengundang 100 Kompasianer ke Istana. Jika saya jawab bersedia, maka tidak bisa dibatalkan lagi. Demikian Mbak Nur. Lalu, mbak Nur membacakan syarat-syaratnya. Harus berbaju batik lengan panjang, memakai sepatu, celana berbahan dasar –Jean’s haram masuk Istana-.

Tentu saja, saya jawab bersedia. Ada rasa senang dalam hati, kesempatan diundang oleh Presiden untuk santap siang, tentu tak akan berulang dua kali. Refleksi rasa senang dalam hati, tergambar pada wajah saya. Saya senyum-senyum, hati berbunga-bunga.

[caption caption="Versi sendiri dengan batik usia 14 tahun (dok Pribadi)"]

[/caption]Tiba-tiba terdengar suara Adzan dari Mesjid, saya merasa naïf dan malu. Ada panggilan dari sang Pencipta Presiden untuk beraudensi denganNya tanpa sayarat tetek bengek seperti yang disebutkan Nurhasanah, yang mestinya membuat saya tersenyum lebih lebar dan segera melangkah menyambut panggilan Sang Pembuat Presiden.

Selesai sholat Jum’at saya berdo’a, memohon ampun atas perilaku saya. Betapa Dia yang diatas segalanya tak mensyaratkan apapun untuk bertemu denganNya, kecuali kesucian fisik dan hati. Sementara yang ini…????

Setiba di rumah, saya makin bingung sendiri. Satu-satunya baju batik yang saya memiliki sudah berusia 14 tahun. Sementara sepatu? Saya hanya punya satu pasang, itupun sepatu safety, sepatu proyek.

Ingatan saya lalu melayang ke masa lalu. Sekitar tahun 1993, saya yang ketika itu sedang membuat Apartemen Palace View, yang letaknya berhadapan langsung dengan Binagraha, Kantor dimana Presiden Soharto bertugas. Selalu melakukan Sholat Jum’at di Mesjid Baiturahim Istana Negara. Ketika itu, baju yang saya kenakan baju proyek, sepatu safety dan celana Jean. Pada Shaff terdepan Presiden dan para menterinya, sedang saya seringnya pada Shaff ke tiga. Mengapa saya dan Presiden RI soeharto saat itu, menghadap yang membuat segalanya merasa pede dengan celana jean dan baju proyek. Lalu, mengapa untuk menghadiri Jamuan makan siang saja gak pede dengan baju batik berusia 14 tahun dan sepatu proyek?

Saya putuskan untuk pede. Que sera-sera, it will be will be. Oke, semua siiip. Baju batik usia 14 tahun dan sepatu proyek.

Jam sebelas malam saya berangkat ke Jakarta. Jadwalnya, pagi jam delapan ke kantor Pos, mengirimkan buku pada mereka yang pesan buku “Mandeh aku Pulang” lalu ke Gandaria City kumpul dengan kompasianer yang akan ke Istana. Jam 6 pagi ketika berhenti pada lampu merah di daerah Tomang, saya lihat ada sms yang belum terbaca. Isinya, jam Sembilan kompasianer sudah harus standby di Gandaria City. Itu artinya, Jadwal ke Kantor Pos harus ditunda dulu. Saya langsung ke Gandaria City. Jam tujuh saya sudah berada di Gandaria City, tempat hajat kompasianival berlangsung. Selang hanya lima menit, saya lihat pak Thamrin Sonata datang dengan segala kesibukannnya, ditemani Dimas (anak pak Thamrin) dan teman Dimas.

[caption caption="Bersama senator Eprida Pulungan (dok.Pribadi)"]

[/caption]Setelah semua proses tetek bengek administrasi selesai, kami berangkat ke istana dengan Bus yang disediakan. Saya duduk bersebelahan dengan pak Kate, di belakang saya ada mas Agung Soni, kompasianer dari Bali, ada juga pak Daniel HT, ada Ando Ajo, mbak Avy, mas Rahab, Mas Taufiek dan masih banyak lain.

Ketika Bus berhenti di halaman Istana, para kompasianer berhamburan keluar. Dan… Selfi. Khas perilaku para blogger. Tempat pavourite untuk selfi dan foto rame-rame bangunan yang bertengger burung garuda pada sisi atasnya.

Akhirnya memasuki pintu terakhir sebelum tempat acara santap siang, kompasianer harus rela meletakkan semua perkakasnya, kamera dan HP di tempat yang disediakan. Gantinya, Fotografer Rumah Tangga Presiden yang akan memotret lalu akan dibagi melalui kompasianan.

Tak lama duduk di Meja yang disediakan, berbentuk bundar dengan taplak warna putih dan teruntuk enam orang, saya segara berdiri, menemui para paspampres bertanya arah kamar kecil, sebagai alasan untuk melihat sisi lain dari istana. Sayang Kamera tak boleh di bawa. Kalau saja bisa…..? banyak view yang akan terekam.

Kembali ke Meja, lalu Presiden masuk, beberapa kompasianer berdiri, saya lebih sigap lagi, saya orang ketiga yang menyalami beliau. Lalu diikuti kompasianer yang lain hingga Presiden duduk di Meja beliau paling Depan.

Duduk sebentar, Presiden langsung berdiri menuju mike, kita semua berpikir, mungkin beliau akan memberikan pidato, kok begitu langsung….. Tetapi,

“Gak usah serius. Kita makan dulu…” kata Presiden Jokowi. Lalu beranjak menuju meja di mana menu jamuan makan siang tersedia secara prasmanan. Suprise, sebuah cara menyapa tamu yang makjleeeb… berhasil beliau lakukan.

Di Meja makan dengan hidangan serba nikmat, tak tersedia ikan. Untuk yang satu ini, jujur, saya harus berterima kasih pada isteri saya, yang selalu menyediakan ikan untuk menu makan saya. Rasa cinta pada isteri semakin besar, hanya isteri saya yang tahu, kalau setiap makan, menu ikan tak boleh tertinggal.

[caption caption="surat Undangan dengan tanda tangan basah Jokowi (dok. Pribadi)"]

[/caption]Acara dilanjutkan dengan penyampaian uneg-uneg kompasianer, lalu di jawab secara live oleh Presiden, lalu foto bersama dengan presiden, bergiliran setiap meja dan yang terakhir minta tanda tangan Presiden serta foto bersama Presiden dengan semua undangan.

Tepat jam 14.00 acara selesai, kami kembali ke Gandaria City dengan Bus yang sama ketika datang tadi.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun