[caption caption="Iskandar Zulkarnain, Thamrin Sonata, Isson Khaerul, di depan Gedung Favourite (dok. Pribadi)"][/caption]Saya baru saja mandi, siang itu. Maklum, hari itu, hari jum’at tanggal 11 Desember 2015, rencana mau berangkat ke Mesjid untuk sholat Jum’at. Tiba-tiba Ponsel saya berbunyi, tertulis di sana Nurhasanah Admin Kompasiana. Refleks saya angkat ponsel dan benar, itu suara mbak Nurhasanah Admin Kompasiana, saya kenal benar suara itu. Mbak Nur menanyakan apakah saya bersedia untuk datang ke Istana. Pada besok hari, sabtu 12 Desember 2015.
Acaranya, makan siang bersama Presiden. Sebab, Presiden yang awalnya direncanakan untuk datang ke acara Kompasianival, sedang kurang sehat. Sebagai gantinya, Presiden mengundang 100 Kompasianer ke Istana. Jika saya jawab bersedia, maka tidak bisa dibatalkan lagi. Demikian Mbak Nur. Lalu, mbak Nur membacakan syarat-syaratnya. Harus berbaju batik lengan panjang, memakai sepatu, celana berbahan dasar –Jean’s haram masuk Istana-.
Tentu saja, saya jawab bersedia. Ada rasa senang dalam hati, kesempatan diundang oleh Presiden untuk santap siang, tentu tak akan berulang dua kali. Refleksi rasa senang dalam hati, tergambar pada wajah saya. Saya senyum-senyum, hati berbunga-bunga.
[caption caption="Versi sendiri dengan batik usia 14 tahun (dok Pribadi)"]
Selesai sholat Jum’at saya berdo’a, memohon ampun atas perilaku saya. Betapa Dia yang diatas segalanya tak mensyaratkan apapun untuk bertemu denganNya, kecuali kesucian fisik dan hati. Sementara yang ini…????
Setiba di rumah, saya makin bingung sendiri. Satu-satunya baju batik yang saya memiliki sudah berusia 14 tahun. Sementara sepatu? Saya hanya punya satu pasang, itupun sepatu safety, sepatu proyek.
Ingatan saya lalu melayang ke masa lalu. Sekitar tahun 1993, saya yang ketika itu sedang membuat Apartemen Palace View, yang letaknya berhadapan langsung dengan Binagraha, Kantor dimana Presiden Soharto bertugas. Selalu melakukan Sholat Jum’at di Mesjid Baiturahim Istana Negara. Ketika itu, baju yang saya kenakan baju proyek, sepatu safety dan celana Jean. Pada Shaff terdepan Presiden dan para menterinya, sedang saya seringnya pada Shaff ke tiga. Mengapa saya dan Presiden RI soeharto saat itu, menghadap yang membuat segalanya merasa pede dengan celana jean dan baju proyek. Lalu, mengapa untuk menghadiri Jamuan makan siang saja gak pede dengan baju batik berusia 14 tahun dan sepatu proyek?
Saya putuskan untuk pede. Que sera-sera, it will be will be. Oke, semua siiip. Baju batik usia 14 tahun dan sepatu proyek.
Jam sebelas malam saya berangkat ke Jakarta. Jadwalnya, pagi jam delapan ke kantor Pos, mengirimkan buku pada mereka yang pesan buku “Mandeh aku Pulang” lalu ke Gandaria City kumpul dengan kompasianer yang akan ke Istana. Jam 6 pagi ketika berhenti pada lampu merah di daerah Tomang, saya lihat ada sms yang belum terbaca. Isinya, jam Sembilan kompasianer sudah harus standby di Gandaria City. Itu artinya, Jadwal ke Kantor Pos harus ditunda dulu. Saya langsung ke Gandaria City. Jam tujuh saya sudah berada di Gandaria City, tempat hajat kompasianival berlangsung. Selang hanya lima menit, saya lihat pak Thamrin Sonata datang dengan segala kesibukannnya, ditemani Dimas (anak pak Thamrin) dan teman Dimas.
[caption caption="Bersama senator Eprida Pulungan (dok.Pribadi)"]
Ketika Bus berhenti di halaman Istana, para kompasianer berhamburan keluar. Dan… Selfi. Khas perilaku para blogger. Tempat pavourite untuk selfi dan foto rame-rame bangunan yang bertengger burung garuda pada sisi atasnya.