Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Ingin Sukses? Ini Syaratnya

7 Desember 2015   17:20 Diperbarui: 8 Desember 2015   01:33 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Jangankan Mercy's, Kereta Kencana-pun dapat dimiliki (Dok. Pribadi)"][/caption]Banyak diantara kita merasa diri kurang sukses. Benarkah demikian? Benar. Jika, indikatornya menurut indikasi diri sendiri. Bukan seperti nilai yang disepakati bersama.

Beberapa puluh tahun lalu, ketika Ibu saya masih hidup. Adik beliau yang saya panggil dengan Paman, seorang PNS. Pernah curhat pada Ibu. Paman mengatakan pada Ibu, kalau beliau kurang sukses. Ibu hanya mendengar segala curhat Paman. Paman mengindikasikan ketidak-suksesan beliau, dilihat dari perolehan materi yang dimilikinya, kurangnya waktu untuk berkumpul dengan keluarga dan kurangnya teman, terutama pada tetangga dilingkungannya berada.

Di akhir curhatan Paman, Ibu menganjurkan beliau untuk berhenti jadi PNS. Menurut Ibu, dengan berhenti jadi PNS, Paman dianjurkan untuk berjualan kecil-kecilan saja di rumah, waktu yang cukup itu, gunakan untuk bergaul dilingkungannya. Tuntaskan waktu dengan lingkungan. Jika perlu, jadilah RT atau RW atau apapun itu dilingkungan tempat tinggal.

Paman kaget dengan usulan Ibu, mereka berdebat tentang usulan Ibu. Usulan yang menurut Paman, sungguh konyol. Namun Ibu “kekeuh” dengan pendapatnya. Segala hikmah yang akan Paman peroleh, Ibu utarakan. Sementara Paman, mengemukakan semua sisi buruk yang akan dia terima jika berhenti jadi PNS.

Aneh tapi nyata. Paman mengikuti usul Ibu. Beliau benar-benar berhenti jadi PNS. Lalu, terjun secara tuntas dilingkungan tempat tinggalnya.

Puluhan tahun sudah berlalu, kini Paman memang sukses. Secara materi beliau cukup berada, waktu kumpul keluarga cukup banyak, anak-anak beliau seluruhnya sudah selesai S1, dan siapa yang tak kenal beliau? Bukan hanya dilingkungannya. Namun, hingga melampaui daerah beliau. Sayang, Ibu kini sudah tiada.

Apa yang berubah pada Paman setelah berhenti kerja?

Beliau berusaha berteman dengan semua orang, tidak sekedar “say.. hallo”. Melainkan, benar-benar berteman. Membina persaudaraan dengan rasa kasih sayang.

Beliau benar-benar terjun ke masyarakat, kontribusi Paman pada msayarakat sekitar benar-benar dirasakan masyarakat dilingkungan tempat tinggalnya.

Sifat-sifat beliau yang dulu sebagai “menak” yang lebih berkesan sombong, menjaga image dan menjaga jarak, beliau kikis habis, sehingga sangat ramah, peduli dan dekat dengan masyarakat.

Apa yang dapat ditarik dari cerita diatas? Ternyata untuk sukses, tidak harus dimulai dengan modal uang atau capital yang besar. Tetapi, lebih pada bagaimana sikap kita untuk sukses itu sendiri. Jika ingin sukses, maka sikap sebagai orang sukses harus kita miliki terlebih dahulu.

Apa sikap untuk sukses itu?

Satu, Sikap Positif.

Buatlah diri, selalu bersikap positif. Positif dalam memandang kesulitan. Karena, dibalik kesulitan, terbentang oase kemudahan. Bersikap positif dalam memandang kelemahan diri sendiri. Jika ada yang kurang, segera perbaiki, kurang ilmu, perbaiki dengan belajar, kurang gaul, segera bergaul, kurang dikenal, usahakan sedapat mungkin untuk kenal semua orang. Bersikap positif akan kelemahan teman, mampu memaafkan dan akhirnya mencari solusi akan kelemahan yang dimiliki teman. Sehingga, kehadiran kita, menjadi sesuatu yang ditunggu mereka.

Dua, Mampu beradaptasi.

Jangan hidup dimenara gading, jangan hidup bergantung. Tetapi, berdirilah diatas tanah, ditengah-tengah kelompok manusia. Bukan sebuah kesalahan ketika kita lahir sebagai Suku Tionghoa, Suku Batak, Suku Minang, Suku jawa dan Suku Sunda atau apapun itu. yang menjadi salah, ketika kita tak mampu beradaptasi dengan lingkungan, tak mampu meleburkan diri. Semua suku memiliki nilai ideal yang sama, meski cara untuk mencapainya kadang berbeda. Maka, kesalahan kitalah jika meributkan cara dengan melupakan tujuan.

Seberapa besar kita dihargai orang, adalah sebuah reaksi dari seberapa besar kita menghargai orang. Seberapa besar kita membawakan diri, seberapa besar memberikan empaty pada mereka yang berada di sekitar kita.

Tiga, Management waktu.

Semuanya memiliki waktu, ada waktu untuk mendengar, ada waktu untuk bicara, ada waktu untuk keluarga, untuk masyarakat dan untuk Tuhan. Lakukan semuanya sesuai waktunya. Sehebat apapun kita memotivasi orang atau mempengaruhi orang, jika waktunya berlebihan, maka orang yang kita motivasi justru akan bosen dan akhirnya lari. Demikian juga, ketika ada yang curhat, kita hanya cukup mendengar, karena hampir semua mereka yang curhat, sesungguhnya hanya ingin di dengar, bukan meminta masukan dari kita.

Akhirnya, buatlah catatan tentang sesuatunya sesuai waktunya. Shedule acara. Lalu, buat diri disiplin untuk taat pada rencana yang telah kita buat. Jika semua sayarat sikap sukses telah kita miliki rasa sukses bukanlah sesuatu hal mustahil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun