[caption caption="Pengamen Saluang di Gunung Medan, musik yang makin langka (dok.Pribadi)"][/caption]Awal tahun 1990-an musikus Kenny G begitu fenomenal, dengan irama saxophone yang dia mainkan, begitu menyita perhatian khalayak penggemar musik Indonesia. Lagu ”Forever in Love” dengan iringan saxophone Kenny G mendominasi udara indonesia. Bahkan Presiden Amerika ketika itu, Bill Clinton Mendapat Applous luar biasa ketika mampu memainkan saxophone dengan sempurna.
Awal 1992, saya mengerjakan Proyek Kilang Minyak di Indramayu, di sini saya juga mengenal irama musik yang tidak kalah fenomenalnya, musik yang dikenal dengan Tarling –Gitar Suling- mendominasi udara Indramayu, diperdengarkan hampir setiap rumah, setiap stasiun Radio dan diputar hampir pada setiap hajatan.
Apakah musik dengan alat tiup hanya saxophone dan Suling saja? Apakah Kenny G dan Tarling saja. Ternyata tidak, di Jawa Barat ada Rebab dengan kendang dan suling, dalam Irama Dangdut, gak kebayang jadinya, kalau suling ditiadakan.
Bahkan pada musik tradisionol Minang, yang disebut Saluang, hanya menggunakan alat musik tunggal yang seperti suling, tetapi dengan bentuk lebih besar. Ditiup oleh sang peniup dalam waktu hampir satu jam mengiringi sang penyanyi, tanpa jeda henti sama sekali.
[caption caption="Rumah Makan Gunung Medan (dok.Pribadi)"]
Cerita tentang saluang, agaknya tak akan pernah ada, jika saja saya tak mengunjungi Bukittingi pertengah September 2015 lalu. Dengan pertimbangan, saya memiliki waktu yang cukup lapang, maka saya memilih angkutan Bus. Melelahkan memang. Tapi, saya berharap, akan dapat banyak bahan tulisan dari kesan yang saya peroleh selama perjalan itu. Dan benar, saya dapat apa yang saya perkirakan itu. salah satunya Saluang yang saya tulis ini.
Malam itu, setelah menempuh perjalanan dua hari dua malam, Bus yang kami naiki, memasuki daerah Gunung Medan. Di Daerah Gunung Medan itu, Bus akan berhenti untuk memberikan waktu bagi penumpang untuk makan, sholat, mandi dan sebagainya. Karena, ini adalah tempat istirahat terakhir sebelum akhirnya kami akan tiba di Bukittingi jam lima pagi.
Sesaat setelah turun, saya kaget, di pelataran depan Restoran, ada pengamen saluang yang sedang “in Action”. Tanpa membuang waktu, saya segera mengabadikan peristiwa langka itu. kapan lagi mendapatkan moment langka ini, kalau bukan malam ini, demikian kata hati saya. Agaknya, perilaku saya yang mengabadikan pemain Saluang itu, mendapat perhatian dari Pak Andy, seorang penumpang yang sedang beristirahat juga dalam perjalanan menuju Jakarta.
Kamipun berkenalan, Pak Andy ternyata banyak mengetahui tentang saluang. Menurut beliau, saluang yang saya lihat malam itu, bukanlah saluang yang asli. Melainkan sudah ada inovasi disana. Saluang yang asli hanya terdiri dari peniup saluang dan seorang penyanyi. Tetapi, yang saya lihat radi, sudah ditambah dengan alat “kencreng”. Tapi, masih menurut pak Andy, beruntung saya masih mendengar lagu-lagu yang dinyanyikan sebagai lagu asli.
[caption caption="Dijanjang "Ampek Puluah" inilah biasanya saluang dipentaskan (dok. Pribadi)"]
Berbeda dengan Suling, saluang lebih sederhana pembuatannya, cukup melubangi bambu Talang dengan empat lubang. Panjang saluang kira-kira 40-60 cm, dengan diameter 3-4 cm. Talang juga dikenal sangat baik digunakan dalam pembuatan lamang, salah satu makanan tradisionil Minangkabau.