Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kedai Kopi, Ini Dunia Laki-laki Bung!

16 September 2015   14:41 Diperbarui: 16 September 2015   14:47 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Soal rasa, jangan ditanya, saya rasa, kopi Aceh adalah salah satu kopi ternikmat yang pernah saya rasakan. Suasana yang tercipta, luar biasa! Ada keakraban antar pengunjung disana. Pengunjung tidak terpisah berdasarkan status sosial, mulai rakyat jelata, seniman, hingga pejabat yang suka gaul dapat kita temui disana dan berbaur tanpa sekat-sekat.

Salah satu nama yang dapat saya sebut, yang akrab dengan dunia maota di lapau atau kedai kopi, adalah penulis handal dan sastrawan terkenal dari Medan yang bernama Zainudin Tamir Koto, yang lebih akrab disebut dengan Bang Zatako.

Lalu, jika ditanya, dimanakah kedai kopi yang saya maksud dalam tulisan ini? Saya sungguh sulit untuk menjawabnya. Karena kedai kopi itu, tersebar di banyak tempat, dibanyak daerah di seluruh daerah, mulai dari Aceh hingga Sumatera Barat. Luas wilayah, yang jika disatukan akan sama besarnya dengan Pulau Jawa.

Di awal tahun 2015, kembali saya terdampar di kota Medan, untuk urusan yang sama juga, saya ditugaskan untuk membuat proyek yang pemiliknya  Agung Podomoro Land di tengah pusat kota Medan. Kenangan akan kedai kopi pada tahun delapan puluhan itu, kembali hadir. Pada seorang teman yang seusia dengan saya, saya  tanyakan perihal keberadaan dan suasana kedai kopi itu. Sang teman, menjawab, masih ada. Meski ada sedikit perubahan lokasi, beberapa lokasi yang saya sebutkan tempo dulu itu, kini sudah ditumbuhi Mall dan Hotel berbintang serta beberapa kantor Pemerintahan. Namun, jika saja, kita mau sedikit bergeser agak kepinggir, tempat yang saya maksudkan masih ada.

Sejak saat itu, saya bersama teman Alamsyah Pasaribu, mulai kembali duduk di kedai kopi, merasakan nikmatnya dunia lelaki, dunia kombur-kombur, dunia maota, dunia kajian tentang segala hal, dari informasi yang sedang “in” dari segala hal.

Hingga, ketika jam hampir menunjukkan pukul sepuluh malam, jam yang menunjukkan waktu berakhirnya kerja proyek, jika Alamsyah mendekati saya, lalu bertanya, apakah saya memiliki rokok, itu artinya, Alamsyah mengajak saya untuk maota di kedai kopi. Mengapa tanya rokok? karena maota di kedai kopi, teman yang akrab selain para pengunjung, adalah rokok, kopi, pulut dan pisang goreng.  Dari segi pengeluaran, maka rokoklah yang paling besar nominalnya, sekitar empat belas ribu, sedangkan kopi hanya empat ribu, pulut hanya seribu, demikian juga dengan pisang goreng yang seribu.

Pengeluaran yang kami keluarkan selain rokok, jika hanya untuk kopi, pulut dan pisang goreng paling banyak hanya kurang dari dua puluh ribu rupiah. Untuk menghabiskan nilai nominal yang kurang dari dua puluh ribu, kadang, kami memerlukan waktu tiga hingga empat jam.

Inilah budaya maota di lapau itu, dunia kombur-kombur, dunia kedai kopi, dunia lelaki bung!

Belakangan saya baru tahu, bahwa Alamsyah sohib saya itu, ternyata adalah ketua umum sebuah organisasi kepemudaan yang cukup disegani, dan belakangan Alamsyah baru tahu, bahwa dari kegiatan kami kombur-kombur di kedai Kopi itu, banyak tulisan saya lahir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun