“Bohong… itu demi untuk Mas sendiri” cepat sekali Ima menyambar kalimat Tono. Kembali Tono terkejut, memang belakangan ini, dia semakin mudah terkejut, apakah karena usianya yang membuat Tono demikian? Usia ketika memasuki tahun ke delapan masa pensiunnya.
*****
Tono memang keras dalam keluarga, posisinya yang hanya golongan dua, yang datang dari keluarga miskin, yang terseok-seok menaklukan kerasnya kehidupan, hingga menjadi pegawai negri, menjadikannya, selalu berhitung dalam hidup. Dia tak mau gagal dihari tua seperti yang dialami Marjono, Tanto dan teman-temannya yang lain, ketika mereka memasuki usia pensiun, mereka semua tak memiliki rumah untuk berteduh. Aku tak mau mengalami hal yang sama dengan mereka, demikian tekad Tono. Untuk itulah, maka Tono sangat keras mengatur keuangan, mengatur gaji yang diterimanya setiap bulan. Itulah yang dilakukan Tono, sejak diterima menjadi pegawai negri.
Tetapi, selalu saja, hidup tak mulus sesuai keinginan, ada saja kendala yang menghadang, yang akan menghalangi tercapainya tekad yang sudah dipancangkan Tono. Tiga tahun setelah pernikahannya dengan Ima, seluruh gajinya, dia serahkan pada Ima, dengan pesan agar dapat dikelola dengan baik, dengan satu tujuan, agar kelak keinginan Tono dapat terwujud. Tetapi apa yang terjadi? Semua gaji tak tersisa serupiahpun, bahkan belakangan, memasuki minggu ke empat, sudah harus ngutang pada warung tempat mereka tinggal.
Ima memang punya latar belakang yang lain. Dia adalah tetangga Tono ketika iitu, tak cantik memang, juga tidak seksi. Sedangkan Tono, jika saja mereka tak tahu apa profesinya, mirip-mirip coverboy. Tetapi itulah jodoh, selalu aja ada kemiripan dan perbedaan. Kemiripannya, mereka saling cinta, perbedaannya, Ima lebih pada kekayaan yang dimiliki orang tuanya, Tono lebih pada fisik dan gantengnya.
“Ma,…”
“hmmm..” Ima ngelendot pada Tono, ada rasa ragu pada Tono, jika melihat kemanjaan Ima, padahal yang akan dibicarakannya, soal berat, soal rumah tangga, soal yang kelak akan mereka nikmati bersama, tetapi pahit ketika hendak memulainya.
“Semuanya harus diakhiri Ma..”
“Maksudnya Mas?” Tanya Ima, tak tahu apa maksud yang akan Tono sampaikan.
“Soal management keluarga ini” kata Tono lagi, dia akan merubah pola pengendalian keuangan selama ini, selama tiga tahun yang tak ada tanda-tanda pencapaian untuk cita-cita yang sesuai idaman Tono. Wujudnya sebuah rumah tempat berteduh, setelah usia pensiun menjelang.
“Ima gak ngerti Mas..” kata Ima lagi, Tono maklum, Ima yang pendidikannya sama dengan Tono, tak memiliki kemampuan pikir sama dengan Tono, mungkin karena hidupnya yang tak sekeras yang dialami Tono selama ini, atau karena Ima yang kurang banyak membaca.