Berbelanja di event pasar kembang bagiku sangat melelahkan. Untung aku cukup jalan kaki saja ke pasar, karena bagi pengendara sepeda motor juga akan kesulitan memarkirkan kendaraannya. Semua tempat parkir dadakan itu penuh. Ada yang nekat menerobos kerumunan dengan tetap mengendarai motornya. Dimarahi orang? Jelas. Tapi dia sudah belajar ilmu kebal sebelum praktik. Kebal hujatan.
Selain para pedagang, ada pula jasa yang ikut mencari rizki di pasar kembang, yaitu jasa potong unggas. Nah, sejak buka lapak di subuh hari, kerumunan emak-emak seakan tak ada habisnya. Pekerjanya sampai tak sempat mengelap keringatnya. Sama ramainya dengan jasa parut kelapa. Perlu kesabaran untuk mendapatkan giliran dilayani.
Bagaimana dengan harga komoditi barang dan jasa? Jangan tanya lagi, harga sudah melambung. Puncaknya pada H-1 atau pasar gedhe. Semua harga yang selangit itu sudah disepakati oleh khalayak sehingga mereka tak akan terkaget-kaget. Istilah Jawanya "mremo".
Tradisi pasar kembang yang sudah mendarah daging tidak surut begitu saja dengan adanya pandemi covid-19. Tahun lalu, di saat wabah sedang gencar-gencarnya melanda, toh pasar kembang tetap menjadi idola. Apakah mereka tidak takut tertular virus? Entahlah, yang dipikirkan adalah kebutuhan lebaran yang kian dekat dan menurutnya mendesak.
Tahun ini pasar kembang akan terjadi mulai hari ini, hari Selasa. Akankah terulang seperti tahun-tahun sebelumnya, penuh, berdesak-desakan sampai tak bisa jalan? Saya berpendapat, iya.
Iseng-iseng kemarin saya tanya sama beberapa pedagang langganan, "Besok jualan gak nih?