Kau merindui dengan wajar.
Kau tahu selesai namun belum berakhir.
Katakan padaku apa yang pikiranmu sedang arahkan.
Aku ingin terlibat dalam ikatan itu,
seperti rasa yang pernah tertawarkan namun tertawan.
Aku memang perindu yang lucu atau mungkin lugu.
Pantulanmu selalu menjadi alasan malamku tak berujung.
Indah, namun menyiksa. Kau tinggalkan waktu dan tanggal secara pasti,
yang jika ku ingat-ingat renungku berubah hal gila yang semakin kucaci.
Kau pantun yang tak beruntun, kau puisi yang tak jernih mengelabui hati,
kau palsu, aku hilang.
Sadar betapa pelik rindu yang saling berbenturan,Â
ketika pilihan enggan memberi jalan pulang.
perasaan itu kadang semakin menggebu menusuk diqalbu,
sementara jiwa jarang mengakui tentang arti sebuah luka.
jauh sebelum rindu mengetukÂ
aku sudah menyiapkan rintih rasa yang tertusuk,
menjeda cerita untuk mengatasi rambu-rambu tajamÂ
untuk sekedar tahu bahwa keadaan semakin kelam.
tidak menangisi rindu ituÂ
tidak pula menyesali,
keadan memang menguji nyaliÂ
saat titik batas terlampaui.
bukan mencela jiwa yang hatinya terlambat menelaah
tapi sadar bahwa setiap sinis yang tak terlukisÂ
ada anugrah penuh hikmah
ada cinta yang tak bekesudahan...
ia adalah  indahnya rasa syukur.
Oleh : Isya AndikaÂ
Sumber : https://dhksajak.blogspot.com/2019/02/sajak-sinis-tak-terlukis_5.html
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI