Mohon tunggu...
Ismail Wekke
Ismail Wekke Mohon Tunggu... Dosen - Warga Kota Sorong, Papua Barat

Membaca dengan bertualang untuk belajar mencintai Indonesia...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Meninggalkan Tiga Perempuan

8 Januari 2014   03:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:02 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Uwi, begitu kami menyapanya. Nama ini diberikan oleh kakaknya, sering diulang dengan dua kali Uwi-uwi. Mungkin hanya suara itu yang ditangkap ketika kami memberi tahu nama lengkapnya Dwiani Marwah Wekke. Lima belas menit sebelum jam dua dinihari, Uwi terbangun mendahului bunyi alarm dari telepon genggam yang sudah diatur. Menunggu jemputan taksi yang sudah dipesan, saya mencoba mengangkatnya, tapi dia menangis. Rupanya memilih bermain di kasur.

Sementara sang kakak tertidur pulas, saya bersiap-siap berangkat. Tidak membangunkannya karena kadang kalau sementara tidur dan diganggu, Acca akan berteriak keras. Takut mengganggu tetangga. Sementara kalau saya pergi tanpa dilihatnya, dia akan bertanya beberapa kali sampai hari berlalu.

Shubuh ini meninggalkan lagi rumah, tiga perempuan terbaik yang selalu mengisi keceriaan rumah kami. Akhir tahun, Sang Ibu rupanya memagari halaman. Untuk memberikan tempat bagi sang kakak untuk bermain di halaman. Selama ini, cukup dalam rumah saja. Namun, ruangan di rumah tidak lagi cukup. “Dia perlu kebebasan” jelas bundanya.

Dua hari berturut-turut ketika akan keluar rumah Acca selalu minta diantar dengan motor. “Jalan-jalan” katanya. Tidak melepaskan ayahnya pergi sebelum diantar di sekitar rumah. Ini hanya rengekan sekilas saja. Sebelumnya saya pernah membujuknya sampai satu jam. Dia ingin ikut ke kampus. Walau belum tahus eperti apa itu kampus, tapi dengan fasih dia melafalkan itu. Setiap kali bersiap-siap pergi, saya memberitahunya kalau akan berangkat ke kampus.

Sementara kalau kata sekolah, dia sangat paham. Beberapa kali menyertai bundanya untuk bersama-sama ke sekolah. Bahkan bermain, dan menikmati kepuasan berlari ditemani oleh siswa-siswi. Keceriaan bermain dan berlari itulah yang selalu membuatnya rindu untuk kembali ke sekolah. Selalu bergembira kalau diajak untuk ikut ke sekolah. Hanya saja bundanya mengeluh kalau dia susah diajak pulang. Tidak mau meninggalkan sekolah.

Senin ini, begitu saya memasuki rumah, dia memperlihatkan baju baru yang dipakainya. Saya perhatikan kalau dia suka memakai baju yang sepasang, baju dan celana dengan motof dan warna yang sama. Baju itu ole-ole dari kawan bundanya yang pulang dari berlibur di Bali. Sampai dia tidurpun dipakainya baju itu. Tidak lupa juga diperlihatkan baju yang dibeli. Katanya bersama bunda dia pergi ke mall dan bermain bola.

Anak-anak selalu menjadi anak jamannya. Dia tumbuh dengan waktu sebagai ritmenya sendiri. Orang tua tidak pernah akan paham ini jika selalu melihat anak dalam masa lalu. Padahal mereka pemilik masa depan. Anak ini akan hadir di masa depan, bukan untuk hari kemarin.

Usia satu sampai enam bulan, Uwi lebih banyak diam. Begitu menjelang bulan ketujuh, dia mulai menggumam. Begitu bangun pagi kalau tidak disapa dia akan menangis, sehingga harus ditemani bicara. Paling tidak menatap matanya, mungkin dia merasa ada yang bersamanya kalau ada sapaan.

Mengasuh bayi sepertinya bermain tebak-tebakan. Kita tidak tahu apa konteks yang terjadi. Hanya berusaha menerka, apa yang dialami bayi. Cahaya mata yang kedua sudah mulai berjalan, walau masih menggunakan kereta. Kadang merangkak mengejar kemana kakaknya berlari. Sejak diberikan kemampuan melihat, memandang dan bermain dengan kakaknya, merupakan aktivitas yang paling dinikmatinya. Tertawa dan selalu mau diajak bermain. Walaupun nenek dan kakeknya berusaha menarik perhatiannya, tidak ada suara yang keluar. Tetapi begitu kakak yang memanggil, dia akan segera merespon.

Perjalanan ke Jakarta kali ini (8/1) membuat saya meninggalkan lagi mereka, rindu kembali ke rumah, bermain dengan tiga perempuan ini membuat saya selalu ingin pulang segera ke rumah

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun