Mohon tunggu...
Ismail Wekke
Ismail Wekke Mohon Tunggu... Dosen - Warga Kota Sorong, Papua Barat

Membaca dengan bertualang untuk belajar mencintai Indonesia...

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Mulai Minum Kopi ketika di Vietnam

23 Januari 2014   16:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:32 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Tentang sebuah minuman, teh dikenal sebagai pilihan orang Inggris. Sementara kopi dipilih orang Belanda. Walaupun bangsa lain juga pilihan yang sama. Namun saya kerap mendengarnya dari kawan-kawan di Eropa. Kali ini Allah memperjalankan ke Vietnam. Sebelum itu empat hari sebelumnya menjelajah di Kamboja dengan dua kota utama Siem Reap dan Phnom Penh.

Dengan menggunakan bis malam yang sudah ditata menjadi tempat tidur, 10 dollar Amerika dibayar untuk menikmati layanan ini. Sudah termasuk fasilitas air minum botol yang disiapkan dalam kardus, serta selembar selimut yang lumayan menghangatkan. Awalnya dijanjikan perjalanan hanya 10 jam, tetapi karena kendaraan yang padat selama perjalanan, tiba di perbatasan Kamboja dan Vietnam nanti pukul 9 pagi. Setelah itu tiba di Ho Chi Minh pukul 12 siang. Perjalanan lintas negara ini memerlukan waktu 12 jam. Termasuk berhenti di dua loket imigrasi dan juga 30 menit untuk makan di pagi hari, sekaligus mempersiapkan daftar penumpang yang harus diserahkan ke petugas imigrasi.

Bis menyiapkan sopir cadangan, sehingga mereka bergantian memandu mobil. Tidak perlu lagi sopir berhenti khusus untuk istirahat. Atau juga resiko kecelekaan karena keletihan sopir. Para kernet memakai seragam khusus dengan menunjukkan kartu pengenal yang digantung di dada. Ini menjadi sebuah tanda pengenal bagi penumpang sekaligus juga memudahkan bagi petugas imigrasi. Setelah kantor imigrasi Kamboja, kernet mengumpulkan paspor. Lalu dialah yang membawa paspor itu ke loket imigrasi Vietnam. Saya menyaksikan beberapa kali kernet bisa lain yang juga mengantar paspor. Sementara beberapa orang yang mengurus sendiri senantiasa menyelipkan lembaran dollar atau dong dalam halaman paspor. Entah kalau sopir yang menyerahkan kumpulan paspor. Mungkin juga menyiapkan beberapa lembaran uang untk menjadi penghubung komunikasi.

Setelah distempel oleh petugas, sang kernetlah yang memanggil penumpang satu persatu. Kita tidak perlu untuk berdiri dan berhadapan langsung dengan petugas imigrasi. Sebelum berangkat ke Vietnam, kawan yan mengantar berkeliling di Phnom Penh, Naseem, berkoemntar ketika memesan kopi. Dia lebih suka meminum kopi Vietnam dibanding kopi Kamboja. Saya tidak memberi komentar apapun karena saat itu saya memilih coklat dengan merek Milo.

Warung kopi pojok dekat Royal Palace di Phnom Penh juga berkumpul beberapa orang sambil minum kopi. Kali itu, lagi-lagi saya hanya memesan coklat yang bermerek Ovaltine. Dari dua momen ini mengkristal menjadi sebuah tanda tanya “apa keistimewaan kopi Vietnam?”.

Namun, keterangan Naseem terbawa sampai ke Vietnam. Ketika makan malam, saya justru memesan kopi terlebih dahulu sebelum memesan mie. Semangkuk penanganan khas yang juga favorit di Vietnam. Peminum kopi beneran meminumnya dengan tambahan es yang dinamakan Cha pe sua da. Kalau saya yang meminum karena penasaran, memilih minum kopi tanpa es. Ternyata namanaya sudah berbeda menjadi Cha pe sua nong.

Sehabis meneguk satu tetek kopi (Vietnam) itu, saya menjadi kecanduan. Sepanjang dua hari itu saya selalu ditemani kopi ketika bersantap. Padahal selama ini, cukup dengan kopi saja, maka sarapan sudah sempurna. Kopi menjadi teman duduk justru dimulai di Ho Chi Minh. Maka, malam ketika hendak menuju pulang ke hotel, di pasar Benh Thanh, justru disudahi lagi-lagi dengan segelas kopi.

Kebiasaan ini terbawa sampai ke Makassar. Dengan mengikuti sebuah Master Class dengan penyelenggara Groningen University tersedia teh dan bungkusan sachet kopi dengan air panas. Justru saya memilih kopi untuk menemani selama waktu rehat. Sepertinya, saya mulai kecanduan kopi, sejak berada di Vietnam. Entah sampai kapan, tapi saya menikmati kopi dibandingkan sebelum beranjak ke Vietnam. Kunjungan ke sana membawa sebuah kebiasaan dengan justru mulai mencicipi kopi sebagai pelengkap hidangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun