Melihat berdasarkan kedua hasil riset tersebut, PISA dan TIMSS,  ternyata kemampuan literasi membaca yang paling menduduki nilai terendah (371), hal itu artinya anak-anak Indonesia, untuk kemampuan membaca/literasi membaca masih sangat rendah sekali dibandingkan negara lain, urutan ke  69 ( 10 besar terbawah) dari  79 negara yang di teliti/disurvai. Â
walaupun program GLS  (Gerakan literasi sekolah) telah dilaksanakan melalui Permendikbud No.23 Tahun 2015,  namun ternyata  hasil GLS , kemampuan literasi  pelajar Indonesia  belum membaik, untuk itulah  sekarang dan kedepan, instansi yang berkecimpung dunia Pendidikan dan perpustakaan, perlu usaha yang sungguh-sungguh untuk memperbaiki sarana dan prasarana Pendidikan (sumber belajar). Sebagaimana disebutkan UU No.2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional.Â
Salah satu sumber untuk menunjang pembelajaran di sekolah yaitu Perpustakaan. Untuk itulah Program Mendikbud, dalam konsep merdeka belajar, perlu diimbangi dengan penyediaan sumber belajar (perpustakaan) yang perlu ditingkatkan  kualitas dan kuantitas penyelenggaraan dan pengelolaannya, supaya kemampuan literasi membaca anak-anak Indonesia meningkat. Selain itu perlu terus perbaikan kualitas  pembelajaran, Mengingat  rencana Kemendikbud, Nadiem Makariem tahun depan menghapus UN menjadi  asesmen kompetensi, yang meliputi  3 komponen; literasi, numerasi dan karakter.Â
Kemampuan literasi membaca adalah kemampuan siswa untuk memahami teks untuk mencapai gagasan baru, bukan sekedar membaca. Sedangkan kemampuan matematika ialah kemampuan siswa untuk merumuskan, menggunakan dan menafsirkan matematika untuk berbagai konteks. Lalu untuk kemampuan sains, ialah kemampuan mangaitkan pengengetahuan sains dengan isu yang relevan dalam kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H