Mohon tunggu...
Iswara Rusniady
Iswara Rusniady Mohon Tunggu... Human Resources - Pustakawan

sekedar mencoba berbagi...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Transformasi Layanan Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial sebagai Salah Satu Solusi Mengatasi Masalah Pengangguran

31 Januari 2020   14:58 Diperbarui: 31 Januari 2020   16:46 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perhatian Pemerintah dibawah Presiden Jakowi dalam menghadapi permasalahan pengangguran dan kemiskinan yang terjadi di negara kita, menjadi menjadi fokus perhatian yang sangat besar.  Hal tersebut wajar karena berdasarkan data statistik  BPS deretan angka jumlah pengangguran dan kemiskinan masih tinggi, seperti penulis kutip dari berita finance.detik.com, bahwa jumlah pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia per pebruari 2018 berjumlah 6,87 juta orang atau 5,13 %. Angka ini turun sekitar 2 % dibandingkan dengan pebruari 2017 yang berjumlah 7,01 juta orang atau 5,33 %. Hal itu diungkap sendiri oleh Kepala BPS Suharyanto, mengatakan " jika dilihat menurut pendidikan tertinggi maka persentase pengangguran tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebesar 8,92 %.

Deretan angka ini menurun dibandingkan 2017, tetapi masih menjadi PR bagi pemerintah, termasuk dunia pendidikan, bagaimana  kurikulum SMK bisa menjawab dunia kerja. Untuk pendidikan SD kebawah angkanya 2,67 %, lalu Sekolah Menengah Pertama (SMP) 5,18 % Universitas 6,31 %, Sekolah Menengah Atas (SMA) 7,19 % dan  D I - III sebesar 7,92 %. TPT terendah sebesar 2,67 % terdapat pada penduduk berpendidikan SD kebawah."

Mencermati permasalahan di atas, apabila masalah pengangguran dan kemiskinan ini  dibiarkan tanpa solusi, tentu saja akan mengakibatkan terganggunya  stabilitas politik, keamanan dan sosial. Pengangguran dengan jumlah besar tentu saja akan mengurangi PDRB (Produk domestik bruto), dan akhirnya akan terhambatnya atau terganggunya stabilitas ekonomi bangsa kita secara keseluruhannya.

Masalah kemiskinan dan pengangguran sebenarnya diakibatkan karena kualitas sumber daya manusia masih sangat rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia, karena rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki. Kelemahan dari para penganggur ini karena pendidikan dan keterampilan yang dimiliki sangat rendah, selain itu tidak ada bekal untuk berwiraswata, karena itulah ketika dihadapkan pada persaingan dunia kerja yang ketat, dengan lowongan pekerjaan jumlahnya terbatas dan tingkat keterampilan yang dimiliki para calon tenaga kerja/para penganggur yang melamar pekerjaan banyak/atau kurang sesuai dengan keinginan dunia kerja, hal seperti inilah yang memperparah terjadinya peningkatan jumlah pengangguran.

Sejalan dengan hal di atas,melihat jumlah penganggur yang  terus berderet, dengan terus bertambahknya lulusan SMA/SMK  dan lulusan Perguruan tinggi yang tiap tahun terus bertambah, hal inilah yang memperparah terjadinya gelombang pengangguran merangkak naik, walaupun pemerintah dan dunia usaha telah berusaha membuka lowongan pekerjaan, tapi hanya sedikit sekali yang bisa tertampung. Untuk  itulah Periode Pemerintah Jakowi -Maruf Amin, pada awal pelantikan berjanji untuk periode 5 tahun kedepan untuk; Pembangunan infrastruktur, pembangunan SDM, mendorong investasi, reformasi, dan penggunaan APBN yang tepat sasaran.

Hal tersebut diantaranya untuk mengatasi persoalan kemiskinan dan pengangguran, pemerintah tidak berdiam diri untuk terus membuka kesempatan kerja, dengan terus memperbanyak sektor dunia usaha dan industri. Maka  salah satu langkahnya pemerintah dengan menarik jumlah investor, hal itu merupakan suatu langkah strategis yang diambil pemerintah Jakowi - Marup Amin. Hal ini dimaksudkan salah satunya untuk mengatasi terus melonjaknya jumlah penganggur, dengan memperbanyak sektor dunia usaha (industri), salah satunya terus menggenjot dan memperbanyak jumlah startup, seperti gojek dan lain  sebagainya. Hal itu  merupakan suatu langkah  mempercepat diserapnya jumlah penganggur dan menurunkan angka kemiskinan.

Berhubungan dengan hal di atas, kemudian pemerintah  mencari akar permasalahan dari terus melonjaknya jumlah penganggur, yang disebabkan dari terus melonjaknya para lulusan SMA/SMK dan lulusan perguruan tinggi vokasi yang kurang bisa diserap dunia kerja. Hal ini karena disebabkan salah satunya karena para lulusan SMK dan lulusan perguruan tinggi vokasi, ketika dibangku sekolah dan kuliahnya kurang sekali dibekali pengetahuan dan keterampilan yang disesuaikan dengan dunia kerja sekarang, selain itu kemauan dan kemampuan dari para lulusan untuk menjalankan dunia usaha sendiri/wiraswasta masih sangat rendah, selain itu,  sebagai akibat dari penyelenggaraan pendidikan  yang masih kurang baik kualitasnya. Karena itulah Pemerintah Jakowi, terus meningkatkan pembangunan SDM, dengan cara meningkatkan mutu/kualitas penyelenggaraan pendidikan vokasi. Salah satu sarana yang dapat ditingkatkan peran dan fungsinya, yaitu penyelenggaraannya  perpustakaan.

Perpustakaan merupakan salah satu sarana pendidikan di sekolah vokasi maupun di perguruan tinggi vokasi, keberadaannya mutlak diperlukan dan sangat dipentingkan untuk terlaksananya sebuah pendidikan yang baik dan berkualitas. Karena tidak bisa dipungkuri perpustakaan sebagai sarana penunjang program kurikulum dan kegiatan kependidikan di sekolah dan perguruan tinggi tak perlu diragukan manfaatnya. Sejalan dengan itu Penguatan literasi masyarakat, pengembangan koleksi yang memenuhi relavan tematik, vokasi dan inklusi, dan peningkatan tenaga pengelola perpustakaan yang kualitatif dan kuantitatif sangat mendesak untuk ditingkatkan penyelenggaraan/pengelolaannya.

Suatu alternatif untuk meningkatkan dan mengembangkan budaya baca masyarakat (budaya literasi) dengan transformasi layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial dalam mensejahterakan masyarakat, hal itu karena dilatar belakangi dengan masih ada anggapan disebagian masyarakat bahwa minat dan budaya baca bangsa Indonesia masih rendah, kemudian dilatar belakangi masalah pengangguran dan angka kemiskinan yang masih tinggi.  Dengan adanya dua permasalahan seperti tersebut di atas, penulis  akan mencoba membahas dan menguraikan permasalahan tersebut, dan mencoba memberikan suatu alternatif pemecahannya melalui pendekatan transformasi layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial sebagai solusi untuk mengatasi masalah jumlah pengangguran dan kemiskinan yang masih tinggi.

Dari permasalahan seperti diungkap  diatas, penulis pada kesempatan ini akan memberikan rumusan masalahnya sebagai berikut ;

Bagaimana upaya Perpusnas dan Perpusda dalam transformasi layanan sebagai solusi untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan ?

Kebijakan pemerintah tahun 2019 -2024 yang  telah memprioritaskan literasi untuk kesejahteraan, disambut dengan gembira dan baik oleh Perpustakaan Nasional RI, sebagai lembaga yang mengemban fungsi pembinaan perpustakaan dan pengembangan budaya baca masyarakat Indonesia. Kepala Perpustakaan Nasional RI, Moch. Syarif Bando, dalam suatu seminar nasional literasi dan pembangunan sosial ekonomi, menyatakan bahwa " perpustakaan bakal menstransformasi layanan berbasis inklusi sosial merupakan suatu pendekatan pelayanan perpustakaan yang berkomitmen meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan. Inklusi sosial adalah pendekatan berbasis sistem sosial yang memandang perpustakaan sebagai sub sistem sosial dalam sistem kemasyarakatan. Untuk itu, perpustakaan perlu dirancang agar mempunyai manfaat yang tinggi di masyarakat."

Dari pernyataan Kepala Perpustakaan Nasional tersebut diatas, sangat jelas bahwa untuk Tahun 2019 dan tahun- tahun selanjutnya Perpustakaan Nasional berkomitmen untuk mengembangkan perpustakaan dengan lebih menitikberatkan menstransformasi layananan berbasis inklusi sosial dalam melaksanakan program/kegiatannya, untuk melakukan layanan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Permasalahan besar bangsa Indonesia, yaitu dalam menghadapi masalah pengangguran dan kemiskinan, yang angkanya semakin tahun semakin meningkat, bila tanpa solusi yang tepat. Sebagai akibat dari kurang sebandingnya jumlah lapangan pekerjaan dengan jumlah pengangguran dan angkatan kerja yang selalu bertambah setiap tahunnya, hal inilah yang sekarang menjadi masalah nasional, yang perlu dipecahkan oleh pemerintah bersama berbagai unsur masyarakat lainnya.

Untuk menghadapi persoalan seperti tersebut di atas, tentu pemerintah, melalui intansi lintas sektoral, berupaya mengatasi persoalan seperti tersebut di atas, dengan cara lebih memberdayakan peran dan fungsi perpustakaan melalui pendekatan literasi sebagai salah satu cara untuk mengurangi jumlah penganggur dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini tentu saja harus dibarengi dengan perbaikan kondisi perpustakaan di Indonesia, yang saat ini banyak mengalami permasalahan, dan masih kurang mendapat perhatian dari para pemangku kebijakan di daerah. Sehingga dengan telah ditetapkan dalam RKP 2019 masalah literasi sebagai program/kegiatan prioritas nasional sebagai sarana untuk menurunkan tingkat kemiskinan.

Untuk menyikapi hal tersebut di atas,  Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Umum daerah Provinsi,Kabupaten/kota dituntut memainkan peran yang lebih strategis dalam upaya menurunkan angka kemiskinan, melalui transformasi layananan perpustakaan berbasis inklusi sosial dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana disebutkan dalam UU No. 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan, pasal 3, disebutkan perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.

Atas dasar itu, para pengambil kebijakan di daerah, yang sebelumnya kurang perhatian terhadap penyelenggaraan perpustakaan di daerah, jangan lagi memperlakukan perpustakaan sebagai sarana pelengkap penderita/sebagai aksesoris pemerintah daerah saja, tetapi harus benar-benar dibina, dikelola secara baik dan benar, sehingga keberadaannya dapat berfungsi sebagai pusat kegiatan belajar dan kegiatan berinovasi dan berketerampilan masyarakat. Diharapkan dengan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan di daerah dapat bertransformasi menyediakan layanan berbasis inklusi sosial, sehingga diharapkan  dapat mempercepat mensejahterakan masyarakatnya. Sejalan itupula, peran LSM atau komunitas pegiat literasi dan perpustakaan bergerak yang diadakan masyarakat, perlu terus didorong keberadaannya.

Untuk meningkatkan dan mengembangkan budaya baca masyarakat (budaya literasi) salah satunya dengan penyelenggaraan perpustakaan dan pengelolaan perpustakaan yang berkualitas, sehingga diharapkan nantinya, dengan penyelenggaraan dan pengelolan perpustakaan yang baik, akan dapat bertransformasi menyediakan layanan perpustakaan berkualitas, sehingga dapat berfungsi sebagari sarana untuk  mensejahterakan masyarakat.

Permasalahan pengangguran dan kemiskinan, salah satunya disebabkan karena tingkat literasi bangsa kita sangat rendah,   minat dan budaya baca bangsa Indonesia masih rendah. Hal itu didasari dari  adanya penelitian/survai pihak asing ( PISA 2011 dan World litterated nation 2016 ) yang menyatakan minat dan budaya literasi  bangsa kita masih tergolong rendah. Padahal hal itu tidak seluruhnya benar bila kita mencoba melihat data hasil penelitian  dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna internet usia muda berkembang sangat pesat, yaitu 75.50% masyarakat, yang menyatakan pemakaian internet bangsa Indonesia tinggi.

Mencermati beberapa hasil penelitian/survai tersebut, kita bisa  memahami apa yang menjadi penyebab dari permasalahan kenapa bangsa kita digolongkan sebagai bangsa berminat baca rendah, hal itu antara lain disebabkan karena buku dan informasi yang tersedia dan bisa diakses masyarakat jumlahnya terbatas, kita bisa melihat perpustakaan dan taman bacaan yang ada dimasyarakat jumlahnya dan isi koleksi bukunya masih terbatas, selain itu juga pengelolaan perpustakaan dan taman bacaan yang ada, belum semuanya menyentuh kepentingan/kebutuhan masyarakat.

Jadi intinya budaya baca rendah (berdasarkan hasil penelitian pihak asing) lebih disebabkan karena buku yang mau dibaca tidak ada, atau jumlahnya terbatas. Padahal kalau melihat dari  dari hasil penelitian  Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna internet usia muda berkembang sangat pesat, yaitu 75.50% masyarakat, yang menyatakan pemakaian internet bangsa Indonesia tinggi. hal itu berarti minat dan budaya baca masyarakat sudah cukup tinggi, hal itu terbukti dari jumlah pemakaian internet cukup tinggi, dengan tingginya minat baca masyarakat terhadap bacaan elektronik, bacaan digital, hal itu menunjukan pola masyarakat dalam pencarian informasi sudah mulai bergeser dari yang semula membaca buku tercetak ke membaca buku elektronik.

Ternyata kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap informasi sudah demikian tinggi, dengan tingginya tingkat kebutuhan informasi oleh masyarakat, hal itu perlu segera disikapi oleh para pengelola perpustakaan, pengelola taman bacaan, dan pengelola pusat data informasi, agar secepatnya dapat menyesuaikan pengelolaan perpustakaan, pengelolaan taman bacaan, pengelolaan pusat data, untuk bertransformasi menyediakan layanannya tidak hanya berbasis tercetak, tetapi perlu segera beralih ke basis elektronik/digital, karena mau tidak mau, suka dan tidak suka, masyarakat sekarang kebutuhan informasi dan pola pencarian informasinya, menginginkan serba cepat dan serba praktis, tidak mau repot-repot lagi mendatangi toko buku, perpustakaan, tetapi hanya cukup dengan media komunikasi (smartphone) saja orang bisa menelusur dan mendapatkan informasi secara cepat melalui internet.

Berkaitan dengan hal diatas, sehubungan  dengan transformasi layanan Perpustakaan berbasis inklusi sosial, sebagai solusi mengatasi pengangguran dan kemiskinan, hal ini juga sesuai apa yang telah diungkapkan oleh Amich Alhumami, Direktur pendidikan Tinggi, Iptek dan kebudayaan Kementrian PPN/Bappenas, yang  menjadi tujuan dari program prioritas pembangunan manusia melalui pengurangan kemiskinan, yaitu melalui program percepatan pengurangan kemiskinan, salah satunya lewat penguatan literasi untuk kesejahteraan. Demikian juga apa yang dikatakan Soejono Trimo,MLS, dalam buku pengadaan dan pemilihan bahan pustaka menjelaskan, bahwa koleksi perpustakaan yang baik akan membawa ke dalam tiga aspek yang utama yakni: menjadikannya dari warga yang tidak produktif dan terdidik kepada seorang   warga   yang benar-benar produktif, menjadikannya seorang anggota masyarakat yang lebih baik dan koperatif dan menjadikan insane yang "capable" untuk memperbaiki dirinya sendiri serta masyarakatnya.

Kendala  dihadapi penyelenggaraan perpustakaan di daerah.

Perpustakaan umum daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dijelaskan dalam PP No.24 Tahun 2014 tentang pelaksanaan UU No.43 Tahun 2007 dijelaskan Perpustakaan Provinsi adalah perpustakaan daerah yang berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit,  perpustakaan penelitian, dan perpustakaan pelestarian yang berkedudukan di ibukota provinsi.

Perpustakaan Kabupaten/kota adalah perpustakaan daerah yang berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan penelitian, dan perpustakaan pelestarian yang berkedudukan di ibukota kabupaten/kota. Pengembangan dan pembinaan perpustakaan daerah provinsi/kabupaten/kota, merupakan tanggungjawab dan wewenang Pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur, Bupati, walikota. Dalam UU Perpustakaan pasal 8 disebutkan, Pemerintah  provinsi dan pemerintah kabupaten/kota berkewajiban; menjamin penyelenggaraan dan pengembangan perpustakaan di daerah, menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata di wilayah masing-masing, menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar masyarakat,  menggalakan promosi gemar membaca dengan memanfaatkan perpustakaan, memfasilitasi penyelenggaraan perpustakaan di daerah dan menyelenggarakan dan mengembangkan perpustakaan umum daerah berdasarkan kekhasan daerah sebagai pusat penelitian dan rujukan tentang kekayaan budaya daerah di wilayahnya.

Berdasarkan hal di atas, kondisi secara umum penyelenggaran dan pengelolaan perpustakaan di daerah, terutama sekali di perpustakaan umum di tingkat kabupaten/kota, termasuk perpustakaan desa, masih banyak kendala-kendala/permasalahan yang dihadapi antara lain; Kurangnya luas Gedung/ruangan perpustakaan, kurangnya jumlah koleksi perpustakaan, kurangnya fasilitas (mobiler) perpustakaan termasuk fasilitas teknologi informasi, kurangnya tenaga perpustakaan (kurangnya jumlah Pustakawan), kurangnya anggaran/pendanaan perpustakaan, kurangnya layanan perpustakaan dan  permasalahan lainnya. Itulah diantara kondisi umum permasalahan/kendala yang dihadapi oleh perpustakaan umum di  daerah.

Walau sebenarnya hal itu menjadi tanggungjawab dan wewenang Gubernur, Bupati/walikota/Kepala Desa  yang harus dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan seperti tersebut di atas.  Perpustakaan Nasional RI sebagai lembaga pembina perpustakaan, telah banyak membantu dalam pengembangan perpustakaan daerah dan memberikan solusi mengatasi permasalahan tersebut diantaranya dengan membuat regulasi/pengaturan tentang kebijakan pengembangan perpustakaan di daerah, selain itu telah membantu memberikan bantuan sejumlah bahan pustaka, bantuan mobil perpustakaan/motor perpustakaan keliling, memberi bantuan sarana teknologi informasi perpustkaan, dan memberikan bantuan dana melalui dana block grant (dekon) dan dana DAK, serta bantuan lainnya.

Dukungan pemerintah terhadap transformasi layanannya perpustakaan berbasis inklusi sosial dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dukungan pemerintah terhadap penyelenggaraan/pengelolaan perpustakaan di daerah,  telah cukup kuat dengan adanya kebijakan pemerintah Indonesia, melalui Kementrian PPN/Bappenas, telah ditetapkannya 5 program prioritas nasional, salah satu program nasional yaitu pembangunan manusia melalui pengurangan kemiskinan dan peningkatan sosial dasar. Sebagai salah satu kegiatan prioritas nasional itu yaitu melalui peningkatan pelayanan sosial dasar ( peningkatan peran dan fungsi perpustakaan) percepatan pengurangan kemiskinan, melalui penguatan literasi untuk kesejahteraan.

Dengan telah ditetapkannya Rencana Kerja Pemerintah ( RKP) 2019 dengan  memprioritaskan masalah literasi untuk kesejahteraan. Hal itu, tentu saja membawa angin segar bagi Perpusnas, Perpustakaan umum Daerah Provinsi, Perpustakaan umum Kabupaten/Kota dalam rangka peningkatan peran dan fungsinya sebagai pengembang budaya baca masyarakat sehingga dapat  mensejahterakan bangsa lewat literasi. Hal ini tentu membawa konsekwensi logis Pemerintah daerahnya, untuk memprioritaskan pembangunan daerahnya pada pembangunan manusia, melalui peningkatan literasi untuk kesejahteraan sosial, dan peningkatan pelayanan sosial dasar. 

Berdasarkan seperti hal tersebut di atas, Pemerintah daerah dalam hal ini  Gubernur, Bupati/Walikota, perlu menterjemahkan kebijakan yang dilaksanakan pusat, agar bisa diaplikasikan dalam pembuatan Rencan kerja pembangunan daerah. Dari situlah, perlu program peningkatan literasi untuk kesejahteraan masyarakat di daerah, yang didukung dengan pendanaan yang cukup memadai. Karena melihat dan memperhatikan dari setiap penyelenggaraan/pengelolaan perpustakaan di daerah, umumnya terbentur pada  permasalahan kurangnya pendanaan/anggaran untuk kegiatan pengembangan perpustakaan dan pengembangan budaya baca di daerah.

Mengutip Suryani Prawosentono, lebih lanjut Buwati menjelaskan bahwa pendanaan (modal) adalah salah satu faktor penting diantara faktor produksi yang diperlukan. Bahkan modal merupakan faktor produksi penting untuk pengadaan  tanah, bahan baku (koleksi perpustakaan), dan mesin (hardware dan softeware teknologi informsi perpustakaan). Tanpa modal tidak mungkin dapat membeli tanah, bahan baku, dan mesin, serta pengadaan/peningkatan kualitas tenaga kerja.

Selanjutnya, mengutip Bambang Riyanto, Budiwati menjelaskan pentingnya faktor modal bagi suatu usaha (perpustakaan) sebagai berikut: Modal (pendanaan) untuk kegiatan kerja sangat berpengaruh terhadap berjalannya operasi suatu perpusahaan ( baca : Perpustakaan) sehingga modal, merupakan sarana kerja harus senantiasa tersedia dan terus menerus diperlukan bagi kelancaran usaha (perpustakaan), dengan modal cukup akan dapat dipastikan produksi produktifitas meningkat/optimal dan apabila dilakukan penambahan modal (dana) maka produksi akan meningkat lebih besar lagi. ( Neti Budiwati, Manajemen keuangan dan permodalan koperasi, 2009, (online), (http://netibudiwati.blogspot.com,)

Berdasarkan pendapat diatas, jelas pendanaan/anggaran yang cukup memadai memungkinkan perpustakaan daerah untuk mengembangkan jumlah koleksi pustakanya, mengembangkan sarana dan fasilitas perpustakaan, mengembangkan layananan, dan meningkatkan kegiatan perpustakaan termasuk mengadakan diklat/bimtek pengelolaan perpustakaan termasuk melakukan transformasi layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kemudian permasalahan lainnya dari penyelenggaraan perpustastakaan di daerah secara umum yaitu kurangnya tenaga perpustakaan ( pustakawan), Perpustakaan umum daerahnya, dapat mengusulkan formasi kebutuhan tenaganya (pustakawan) ke biro kepegawaian daerah, supaya formasi yang diusulkan mendapat persetujuan dari Menpan dan BKN supaya rekrutmen tenaga perpustakaan yang akan datang bisa diakomidir, sehingga permasalahan ketenagaan perpustakaan (pustakawan) di daerah segera dapat cepat teratasi.

Dalam upaya meningkatkan fungsi perpustakaan sebagai sarana pemberdayaan masyarakat, dan meningkatkan  transformasi layanannya perpustakaan berbasis inklusi sosial dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama dari segi masalah penganggaran perpustakaan, perlu kebijakan antara lain penulis menyarankan;

1. Pemerintah daerah harus terus menerus mendorong upaya peningkatan fungsi perpustakaan sebagai pengembang literasi untuk kesejahteraan dengan dengan penganggaran yang mencukupi.

2. Pemerintah daerah harus berusaha mencari model pendanaan yang lain selain melalui APBD, yang memberikan kemudahan bagi pengembangan perpustakaan dalam mengaksesnya dan secara terus menerus melakukan penyuluhan atau pelatihan manajerial yang baik.

3.Perpustakaan daerah dan Perpustakaan Nasional, perlu kordinasi, integrasi dan singkronisasi program kegiatan pengembangan perpustakaan dan budaya baca di daerah.

4.Pemerintah daerah perlu kerjasama dengan pihak swasta dalam upaya memperkuat manajerial dan memperluas jaringan penyedia penganggaran bagi pengembangan perpustakaan, dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

5. Keterlibatan aktif para pengelola perpustakaan (pustakawan) di daerah harus terus dilanjutkan, terutama dalam transformasi layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial untuk kesejahteraan masyarakat.

6.Perpustakaan daerah perlu terus melakukan  inovatif dan kreatif dalam membuat program dan kegiatan perpustakaan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat daerahnya.

7. Para pengelola perpustakaan, taman bacaan, pusat data informasi,  agar menyesuaikan dengan dinamika masyarakat dan menyesuaikan dengan kemajuan teknologi informasi (teknologi digital) dalam transformsi layanannya, karena efektasi masyarakat sudah demikian tinggi terhadap kebutuhan informasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun