Mohon tunggu...
Iswan Kaputra
Iswan Kaputra Mohon Tunggu... -

Pekerja sosial dan penulis lepas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dendam Pendidikan Sang Pemuda Pelosok

10 Januari 2016   13:40 Diperbarui: 10 Januari 2016   13:47 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desa Air Hitam, kini cukup maju dengan indikator rumah permanen dan kepemilikan kendaraan bermotor roda dua pada setiap keluarga. Sepeda motor merupakan alat transportasi masyarakat yang sangat penting di desa lahan gambut dengan jalan yang sangat berlubang dan sangat jauh dari kota kabupaten Aek Kanopan (berjarak kurang lebih 75 KM).

Keprihatinan panjang Hadi terus berkelana, mengingat dirinya yang tidak dapat menyelesaikan formal dengan baik, dendam pendidikan ini dilampiaskannya secara positif dengan membangun sarana pendidikan Penndidikan Anak Usia Dini (PAUD), dengan memanfaatkan tempat kantor Koperasi CU Amarta dan penyelenggaraan Program Pendidikan anak putus sekolah untuk kejar paket, KF Paket A, B dan C Reguler, untuk mengisi kekosongan jenjang pendidikan tersebut pada desanya. “Saya tidak mau anak dan generasi Kami seperti Saya (tidak bersekolah)”, ungkap Hadi pada satu kesempatan perbincangan. Bahkan Hadi juga mengikuti secara rutin dan tekun program kejar paket ini untuk menambah referensi catatan hidupnya.

Kelana intelektual untuk pengabdian sosial Hadi terus berjalan dengan menggagas ternak sapi dengan sistem tanggung renteng, karena masyarakat Air Hitam trauma berternak sapi, karena jauhnya jarak tempuh ke kota yang membuat para peternak enggan memelihara sapi karena jika sakit dan dipotong di tempat maka para pembeli yang datang (agen pembeli daging dari kota) akan menjatuhkan harga hingga 3 kali di bawah harga normal. Padahal desa ini sangat kaya dengan rerumputan dan pakan ternak yang subur.

Penghijauan desa dengan tanaman yang bernilai ekonomispun kini mulai digagas. Radio komunitas sebagai alat memajukan masyarakat desapun didirikan untuk merapatkan kembali nilai-nilai solidaritas sosial yang telah runtuh. Semua gagasan diawali dengan kebersamaan warga pada CU.

Gagasan pemuda cerdas yang tidak berpendidikan formal ini tidak hanya berhenti disitu. Hadi-pun gelisah melihat desa-desa sekitar yang masih banyak terjerat pada rentenir untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hadi-pun menyasar desa-desa tetangganya untuk mengembangkan CU, paling sedikit ada 2 desa tetangga kini yang telah mulai merintis mendiriakan CU untuk mengatasi berbagai persoalan ekonominya dengan gagasan dan fasilitasi oleh Hadi Siswoyo.

Menurutnya, ”apa yang sudah dilakukan belumlah cukup, apa yang sudah ada harus dijaga, kondisi masyarakat yang sudah lebih baik harus dipertahankan dengan cara meningkatkan sumberdaya manusianya”, oleh karena kesadaran itu pula dia masih terus mengkampanyekan pentingnya pendidikan untuk masyarakat dan generasi.

Masih banyak impian Hadi yang terus mengembara, namun mengingat keterbatasan yang dimiliki, tentunya berbagai impian berikutnya akan dibangun secara perlahan. Membangun sarana pendidikan setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) di desanya, merupakan mimpi tersendiri baginya karena jauhnya jangkauan fasilitas pendidikan ini yang menurutnya menjadi salah satu penyebab anak-anak desa ini tidak melanjutkan sekolah sampai tingkat menengah. Penyelenggaraan Kejar Paket C yang diselenggaran dengan cukup sulit semoga dapat menjadi cikal bakal mimpinya tersebut.

Mimpi lainya adalah memecahkan masalah kesulitan air bersih layak konsumsi bagi masyarakat Air Hitam yang telah menjadi problem sejak tahun 1970-an, saat desa dibuka/didirikan hingga kini masyarakat mengkonsumsi air hujan dan berakibat pada berbagai masalah kesehatan

Link berita: http://cuamarta.wordpress.com/2011/08/02/warga-air-hitam-mengharapkan-hidup-pada-tumpahnya-air-langit/#more-3).

Membuat fasilitas pengadaan air bersih bagi masyarakat Air Hitam, merupakan impian bersama yang sangat besar bagi Hadi, sehingga beliau mencoba keberuntungan dengan ikut “Champions of Change”, Arthur Guinness Fund-British Council, Community Entrepreneurs Challenge (AGF-BC CEC) dan 3 kali masuk final, pada tahun 2010, 2011 dan 2013, namun belum beruntung menjadi pemenang untuk merealisasikan air bersih untuk warga desanya dan sekitarnya.

Link: http://www.britishcouncil.org/indonesia-cec-finalist-2010-2.pdf dan http://www.britishcouncil.org/cec_ii_announcement.pdf

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun