RTRW Kota Medan
Dalam Kepmen Kimpraswil No 327/KPTS/M/2002, tersebut jelas pengarus-utamaan perencanaan pembangunan perkotaan bahwa keberpihakan pada kaum lemah (orang miskin) atau pro-poor menjadi hal yang sangat penting untuk dijadikan landasan dalam penyusunan RTRW.
Melihat rancangan RTRW Kota Medan untuk tahun 2006 - 2016 yang kemudian direvisi menjadi RTRW 2008 - 2028 (kini masih dalam proses legislasi) menunggu ketok palu (persetujuan) DPRD Kota Medan (Dewan Kota). Proses tarik menarik untuk persetujuan dari RTRW ini masih terus berlanjut mengingat banyaknya kalangan masyarakat sipil di kota Medan yang mempertanyakan berbagai proses RTRW yang ditengarai tidak melalui proses yang ditetapkan dalam Kepmen Kimpraswil tersebut.
Lebih jauh lagi rancangan RTRW Kota Medan tersebut dianggap sarat masalah, wajar saja jika banyak kalangan yang mempersoalkan rancangan RTRW ini, mengingat ini merupakan master plan kota yang akan diimplementasikan 20 tahun ke depan, tentunya hampir semua penduduk kota Medan yang tahu mempunyai kepentingan terhadap RTRW ini, lebih jauh lagi yang bukan penduduk kota Medan-pun sangat banyak yang punya kepentingan terhadapnya, apalagi orang atau perusahaan yang ber-investasi di kota kita ini.
Beberapa persoalan tersisa yang masih menjadi ganjalan antara lain: (1) Pengerjaan penyusunan RTRW ini menghabiskan begitu besar dana, yakni 4 milyar rupiah (kini jadi persoalan hukum, karena dicurigai ada indikasi penyimpangan); (2) Pengerjaan hanya 3 bulan oleh ahli dari luar Sumatera Utara (Bandung) yang dianggap kurang begitu memahami persoalan spesifik yang bersifat lokal Medan; (3) Data yang digunakan hanya mengadopsi data sekunder (terutama pada bidang transportasi) yang dikeluarkan oleh Wahana Tata Nugraha (WTN), Dishub Medan tanpa melakukan penelitian dan survey data-data primer pada bidang masing-masing; (4) Proses-proses yang harus dilalui dalam penyusunan RTRW seperti yang disebutkan Kepmen Kimpraswil yang berbunyi keterbukaan, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat diduga tidak dilakukan.
Keterbukaan, sebahagian besar masyaraakat kota Medan malah belum mengetahui sedang berlangsung proses penyusunan RTRW kota Mereka, bahkan pemberitaan media juga sangat minim. Apa dan bagaimana? Tahapannya sudah sampai dimana? Dll.
Soal akuntabilitas, masyarakat juga tidak mendapatkan informasi yang jelas, berapa dana dan untuk apa saja biaya yang digunakan untuk menyusun RTRW tersebut? Mengapa tim penyusun tidak sebagian besar ahli lokal untuk memberi input dan jalan keluar tentang masalah-masalah yang sangat spesifik lokal Medan? Dll.
Soal partisipasi masyarakat, jangankan keterlibatan masyarakat dapat diakomodir dalam proses penyusunan RTRW ini, beberapa kali audiensi masyarakat sipil untuk menolak rancangan RTRW kota Medan ini kepada berbagai pihak (termasuk Dewan Kota) belum ditanggapi secara serius. Malah beberapa pihak curiga RTRW ini akan disyahkan oleh Dewan Kota saat masyarakat lengah, yakni musim libur akhir tahun (akhir Desember 2008) ini. Jika kecurigaan masyarakat ini benar terjadi, maka ini merupakan bencara besar bagi rancangan master plan yang akan diimplementasikan hingga 20 tahun ke epan tersebut. Sudah selayaknya Dewan Kota mendengarkan apa yang menjadi keberatan masyarakat, jangan main kapan lengah langsung ketok palu. Karena masalah ini juga sedang menjadi masalah hukum yang sedang diproses. Bagaimana mungkin rancangan peraturan daerah yang prosesnya masih menyisakan persoalan hukum dan belum selesai ditangani sudah akan dijadikan produk hukum pula di tingkat daerah (baca: Perda)? Semoga ini tidak terjadi…!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H