Nunukan dengan luas lahan sawit sekitar 210.000 Hektar dengan asumsi 100 Pohon/ hektar atau setara dengan 21 jt pohon sawit maka Ketersediaan air yang diserap oleh sawit setiap hari adalah 21 jt Sawit x 30 liter Air = 630 jt liter/hari
Atau 630.000 kubik/hari.
Sedangkan kebutuhan dasar air masyarakat Nunukan dengan merujuk pada ketetapan Unesco tahun 2002 tentang Rata rata kebutuhan air/ hari/orang yakni 60 liter maka kebutuhan air Masyarakat Nunukan yaitu =150.000 jiwa (pddk Nunukan, BPS 2015) X 60 = 9 jt Liter/hari atau 9000 kubik/Hari.
Dari 2 Item Rasionalisasi kebutuhan Air di Nunukan Ini menunjukkan bahwa Daya serap air/hari perkebunan Sawit setara dengan kebutuhan Air penduduk Nunukan selama 70 hari atau Kurang Lebih 2 bulan.
- 21 jt Pohon Sawit x 30 liter = 630 jt liter/hari (630,000 meter kubik)
- 150 ribu jiwa x 60 liter = 9 jt liter /hari (9000 meter kubik)
Berdasarkan perhitungan kebutuhan air tersebut diatas maka, sangat jelas bahwa daya serap air tanaman Sawit/hari sudah mengambil cadangan air yang setara dengan kebutuhan Air penduduk Nunukan selama 2 bulan.
Sehingga apabila dalam waktu 2 bulan waduk /Embun yang ada di Nunukan tidak mendapat tambahan sumber air dari hujan maka sangat wajar jika Kebutuhan Air di Nunukan tidak bisa terpenuhi.
Selain itu, Kapasitas atau daya tampung Waduk /embun yang masih sangat terbatas.Misalnya Waduk sungai bilal yang daya tampungnya hanya 160,000 meter kubik atau hanya mampu menampung kebutuhan Air sekitar 17 -30 hari dengan asumsi pengambilan PDAM/hari 5000-9000 kubik (5 jt -9 jt liter/hari).
Realitas lain yang menunjukkan bahwa Nunukan mengalami krisis air adalah dengan banyaknya penduduk di sekitar kawasan perkebunan mengeluh bahwa sungai di kampung mereka telah berkurang derasnya, bahkan mengering, dan kotor airnya, setelah bertetangga dengan perkebunan sawit.Sementara Air sumur tidak bisa menjadi alternatif krisis air karena harus gali sumur lebih dalam.
Kesimpulan :
- Ekspansi perkebunan kelapa sawit di Nunukan selama 15 tahun masih jauh dari Konsep berkelanjutan karena tanpa mempertimbangkan daya dukung ekosistem setempat maupun pemanasan global yang timbul akibat produksi bermilyar-milyar ton gas karbon mono-oksida yang dilepas ke udara yang berasal dari kilang sawit.
- Ekspansi yang begitu menggebu-gebu, terdorong oleh kekuatan politik para pebisnis yang menikmati kekebalan politik yang begitu tinggi, berkat kedekatan para kapitalis dengan penguasa politik, atau lewat ketumpangtindihan sebagian kapitalis kelapa sawit dengan partai-partai politik yang termasuk elit yang berkuasa di negara kita.
- Alih fungsi Lahan besar besaran untuk perkebunan sawit di Nunukan adalah Penyebab utama terjadinya krisis Air.Selain karena daya serap air tanah yang cukup besar,perluasan lahan dengan membabat hutan untuk kebutuhan konversi lahan hutan menjadi Areal perkebunan Sawit berdampak langsung terhadap berkurangnya luasan hutan sebagai areal resapan Air hujan.
Oleh karena itu, pemanfaatan lahan kosong dengan perkebunan-perkebunan sawit atau monokultur tanaman komersiil apapun, sudah harus dibatasi kalau perlu ditinggalkan dengan mengangkat kembali martabat masyarakat-masyarakat pribumi yang sudah lebih dulu bermukim di kepulauan ini, jauh hari sebelum Republik Indonesia diproklamasikan.Jika dalam pengelolaan lahan tidak memperhatikan kaidah kaidah kesimbangan Ekologi Bisa jadi biaya biaya yang dikeluarkan untuk konservasi lahan ,pemulihan lingkungan dampak industrialisasi Sawit lebih besar dari keuntungan ekonomis Yang didapatkan.
Alhamdulillah, Akhirnya Nunukan hujan juga. Jumat menjelang subuh,tepatnya 10 Menit sebelum Penulis Akhiri Tulisan ini.
Apakah ini makna bijak Sang Alam ...Sungguh Tuhan adalah maha mengatur,dan mengetahui segala sesuatunya.
Iswan Kinsank
RIMBA Raya Institute
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H