Mohon tunggu...
Iswan Kinsank
Iswan Kinsank Mohon Tunggu... profesional -

Saya selalu mengatakan ini pada diri saya setiap saya bercermin”Bro..!!! berdiri jangan takut pada Tumbang,berlari jangan takut pada bayang,Naik Jangan Menginjak Lawan, Hebat Jangan Numpang Kawan,Bangkit dengan Pendirian Pribadi ,Maju Dengan Kemampuan Sendiri”

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memanfaatkan Musim Hujan Dimusim Politik

14 Januari 2014   23:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:50 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memanfaatkan Musim Hujan Dimusim Politik

Awal 2014 Indonesia betul-betul kebanjiran.Bagaimana tidak, Indonesia memasuki dua musim sekaligus dalam waktu yang bersamaan.Musim politik dan musim hujan. Dua topik ini kemudian banyak menyita waktu disetiap perbincangan yang ada.Hampir setiap hari baik surat kabar maupun telivisi menampilkan berita tentang dua topik hangat ini.Hal yang populer dari keduanya adalah soal Banjir “Kebanjiran”.Musim politik dan musim hujan sama- sama berdampak pada kebanjiran meskipun dalam cerita dan konteks yang berbeda.Dikota kebanjiran  akibat  drainase (selokan) tak mampu lagi menampung volume air hujan yang berlebihan.Akibatnya pemikiman warga, sekolah, tempat ibadah terhindar dari kepungan air yang berlebihan.Didesa selain kebanjiran akibat curah hujan yang tinggi dengan kondisi infrastruktur apa adanya juga terjadi Kebanjiran Baliho ,stiker dan kartu nama dan alat peraga kampanye lainnya   kiriman para politisi yang tinggal dikota.

Penampakan yang sama pun ditampilkan baik  lewat  gambar di surat kabar, video streaming di berbagai pemberitaan televisi  adalah dikumpulkannya masyarakat dalam satu tempat.Konteksnya berbeda tetapi tujuannya sama.Masyarakat dikumpulkan “ ditampung” pada suatu tempat karena wilayah tempat tinggal mereka kebanjiran.Boleh jadi ini adalah solusi strategis dalam kondisi darurat menghadapi musim banjir yang tak kuasa lagi dikendalikan.Tanpa mendiskreditkan para politisi kondisi  inipun bisa dimanfaatkan (ajimumpung) sebagai strategi pencitraan para politisi yang dimediasi oleh pemerintah. Memperlihatkan empati melalui kepedulian terhadap korban banjir dengan cara menyiapkan pos-pos pengungsian, menyalurkan bantuan berupa makanan dan minuman, obat-obatan maupun mengirimkan bantuan relawan banjir.Segala cara dilakukan  dengan tujuan merebut simpati masyarakat agar citra partai dan personal kandidatnya bisa terdongkrat menjelang pemilu.

Ditempat yang berbeda konteksnya beda, namun tetap dalam tujuan yang sama, berkumpulnya massa (masyarakat) disuatu tempat  baik direncanakan maupun tidak, seperti  pada gambar yang terlihat  dihalaman-halaman terdepan beberapa koran, tetap domainnya adalah memperlihatkan empati dan kepedulian para politisi terhadap realitas kemasyarakatan.Momentum ini dimanfatakan untuk menyampaikan pesan politik ditengah-tengah masyarakat yang sengaja dimobilisasi, mengemis dukungan,mengumbar janji-janji dan harapan hidup yang lebih baik dari hari ini  bagi warga, serta menyalurkan bantuan kepada  masyarakat agar kelak terpilih menjadi anggota dewan dan secara khusus memenangkan  partainya  dalam pemilu 2014 mendatang.

Memang tidak ada yang salah dalam memanfatkan momentum dalam konteks politik jika itu adalah strategi untuk memenangkan kepentingan umum.Semua boleh-boleh saja selama dalam koridor yang telah ditentukan.Seperti kata David Easton bahwa politik adalah bagaimana mengalokasikan nilai-nilai(alocative value) dan kepentingan publik kedalam lembaga-lembaga politik untuk menciptakan rasa aman, keadailan dan kesejahteraan bersama. Dalam pandangan ini , yang dibutuhkan  adalah kearifan lokal dan kebajikan. Namun dalam praktiknya  konsep ini  tergusur oleh  pemahaman dangkal politisi karbitan dan politisi  busuk .sederhananya yang idealis  tergusur oleh kaum pragmatis  oleh benturan kepentingan.Tidak bisa disanksikan diluar politisi dan  pemegang kebijakan pemerintah masih banyak yang menganut paham  yang seperti ini.Berpetualang dalam labirin kepentingan politik berebut legitimasi.

Sebagai rakyat biasa  ,kritik  dan saran dari  pengamatan saya  memasuki  musim hujan dan musim politik ini,   dari sejumlah poltisi yang  ada  cenderung  anti – ekologis  dan mengalami  dehumanisasi yang kronis. Kita setiap hari-hari disugukan berita-berita tentang banjir dan bencana alam  lainnya berikut dampak social dan ekonominya. Sementara di panggung politik mereka sibuk berdebat elektabilitas partai, calon presiden terkuat dan potensi perolehan kursi.Saling hujat dan saling lempar kesalahan, Mereka sibuk perang  jargon dan simbol politik demi  mengangkat citra dan mempertahankan status kuasa. Tak ada perang konsep tentang  upaya pengendalian banjir dan kesalahan dalam mengambil kebijakan.Tak ada rembuk atau sidang khusus membahas penderitaan rakyat. Tulisan ini bermaksud merekomendasikan kepada pembaca untuk  mencekal dan menyadarkan mereka yang bernama politisi ,CALEG dan pemegangan kuasa yang mengotori kemuliaan cita-cita politik.

Iswan_Kinsank (@Pare 14 Januari 2014)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun