Fenomena Culture Shock Dalam Komunikasi Antar budaya terhadap Mahasiswa Yang Mengikuti Program PMM 2 Di Universitas Muhamadiyah Jakarta Â
Komunikasi antarbudaya adalah proses komunikasi yg melibatkan orang- orang yang berasal dari latar belakang sosial budaya yang berbeda. Pada keadaan ini komunikator serta komunikan seringkali dihadapkan pada kesalahan penafsiran pesan, karenamasing- masing individu memiliki latar belakang budaya yang berbeda, karenanya ikut menentukan tujuan hidup yang berbeda, Juga  menentukan cara berkomunikasi kita yang sangat dipengaruhi oleh bahasa, aturan dan norma yang ada pada masing-masing budaya.Dalam komunikasi antarbudaya menggunakan komunikasi verbal (bahasa) yaitu lambang terpenting yang dapat disampaikan secara langsung dengan  berbicara maupun tertulis, bahasa adalah saran  dalam melakukan interaksi untuk mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kita. Perbedaan  persepsi tentang suatu hal dapat disepakati bersama dengan memakai sarana bahasa dan bahasa hanya bisa dipergunakan Jika ada kesepakatan  di antara pengguna bahasa.  Ketika kita memasuki lingkungan baru  tentu kita membutuhkan proses penyesuaian diri agar dapat berbaur dengan lingkungan tempat mahasiswa melaksanakan kegiatan  program PMM. Proses dalam penyesuaian diri menjadi salah satu tantangan bagi mahasiswa terutama bagi mereka yang baru pertama kali memasuki lingkungan tempat mahasiswa melaksanakan program PMM. Mahasiswa membutuhkan penyesuaian diri karena adanya potensi culture shock yang dapat di alami oleh mereka
Pada Tahun 2022 Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan bekerja sama dengan  Lembaga Pengelolahan Dana Pendidikan atau disingkat  LPDP menyelenggarakan  Program Pertukaran Mahasiswa Merdaka, dimana ditahun ini merupakan angkatan kedua untuk Program Pertukaran Mahasiawa Merdeka, sebelumnya angkatan pertama di tahun 2021. Program tersebut di buat dengan tujuan agar mahasiswa mendapat pengalaman baru terkait dengan nilai-nilai keberagaman suku, budaya, agama, dan bahasa yang mungkin belum pernah di alami oleh mahasiswa selama hidupnya, termaksud saya.
"Bertukar Sementara Bermakan Selamanya" itulah slogan yang sering di kumandangkan  mahasiswa  dalam Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka  (PMM). Sebelumnya Perkenelakan nama saya Iswan biasa di panggil "Is," saya merupakan mahasiswa semester 3 jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik  Universitas Halu Oleo dan sekarang saya sedang dalam mengikuti Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka Batch 2  ini Di Universitas Muhammadiyah Jakarta. Suatu kebanggaan dan rasa syukur bagi saya bisa mengikuti program pertukaran mahasiswa ini, dimana ada banyak hal yang dapat saya temui dari program ini  yaitu ,  Relasi, pengetahuan baru  dan teman-teman  baru yang memiliki latar belakang yang berbeda baik dari segi agama, budaya, dan lain sebaginya.
Apa Itu Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka
Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka atau disingat PMM ialah program belajar yang berlangsung selama satu semester di luar perguruan tinggi asal mahasiswa. Program ini memberikan sebuah  kesempatan dan pengalaman berharga bagi mahasiswa untuk melaksanakan prosea kuliah di salah satu Perguruan tinggi terbaik di seluruh indonesia. Melaui program ini mahasiswa akan mendapatkan pengakuaan  kredit sampai 20 SKS, dimana 4 SKS di antaranya ialah kegiatan modul nusantara. Melalui kegiatan modul nusantara ini mahasiswa akan bertemu dengan berbagai macam karakter, Ragam budaya , tradisi dan kebudayaan yang tentunya akan memberikan culture shock terhadap mahasiswa itu sendiri.
Pengertian  Culture Shock
Culture shock merupakan proses di mana seseorang merasakan frustasi atau perasaan tidak nyaman terhadap lingkungan baru oleh orang tersebut, yang dapat disebabkan karena perbedaan antara dua orang atau dua kebudayaan. Culture shock biasanya dapat dialami oleh seseorang yang baru pindah ke lingkungan baru, sehingga orang tersebut harus beradaptasi. (Nunez, Mahdi, & Popma, Intercultural Sensitivity From Denial to Intercultural Competence, 2007). Culture Culture shock pada umumnya terjadi pada komunikator yang berkomunikasi dengan komunikan yang belum dikenal pada suatu lingkungan yang baru atau asing bagi suatu komunikator. menurut Kohl, culture shock adalah disorientasi psikologis yang dialami saat seseorang bergerak selama periode waktu tertentu ke dalam sebuah lingkungan budaya yang berbeda dengan  asal budaya individu tersebut( Shoelhi, 2015). terdapat lima tahapan yang akan dialami oleh seorang yang mengalami culture shock. Lima tahapan tersebut adalah pre-departure stage, the vacation stage, the angry stage, adjustment stage and strategies dan re-entry shock. (Nunez, Mahdi, & Popma, Intercultural Sensitivity From Denial to Intercultural Competence, 2007).
Fenomena Culture Shock pada mahasiswa PMM 2 Â Universitas Muhammadiyah Jakarta
Uinversitas Muhammadiyah Jakarta merupakan salah satau perguruan tinggi  penerima mahasiswa peserta program pertukaran mahasiswa merdeka  angakatan ke-2 ( PMM 2). Dimana UMJ menerima mahasiswa sebanyak 243 mahasiswa dari 19 Provinsi dan 63 perguruan tinggi di yang ada di seluruh indonesia  yang memilik latar belakang  budaya yang berbeda-beda, baik dari segih bahasa, agama, ras, maupun suku, tentu ini menimbulkan fenomena komunikasi antar budaya dan berpotensi terjadinya cultur shock atau gegar budaya. Hal ini  di sebabkan karena lingkungan yang baru, suasan, budaya yang berbeda dan lain sebagainya .Â
Berdasrakan hasil Riset yang  saya lakukan  terhadap beberapa anak pmm 2 Universitas Muhammadiyah Jakarta terkait dengan culture Shock selama berada di Jakarta  adalah terdapat 2 Bentuk Culture Shock yang di alami mahasiswaBentuk culture shock yang di alami secara umum dapat dibagi menjadi dua kategori. Yang Pertama culture shock pada lingkungan Dan yang kedua culture shock pada kehidupan sosial. Bentuk culture shock pada perbedaan lingkungan dirasakan oleh hampir seluruh mahasiswa terutama pada bahasa. Perbedaan tersebut merupakan pemicu paling utama bagi mahasiswa PMM terhadap pengalaman
culture shock. Beberapa mahasiswa mengakui kesulitan dalam hal bahasa dimana lingkungan tempat melaksanakan PMM menggunakan bahasa ibu, hingga menghambat proses komunikasi dalam  kegiatan belajar mengajar. Sebagaimana pernyataan Harper bahwa kurangnya ketrampilan bahasa merupakan penghalang kuat untuk penyesuaian budaya dan komunikasi yang efektif, sedangkan kurangnya pengetahuan mengenai cara berbicara kelompok tertentu akan mengurangi tingkat pemahaman
tentang masyarakat lokal (Samovar, Porter, McDaniel, & Roy, 2012).
Selain bahasa, perbedaan makanan juga menjadi kendala bagi para mahasiswa dalam beradaptasi. Perbedaan dari segi makanan seperti cara menyajikan,komposisi makanan, , takaran bumbu, serta cara makan tentunya berbeda antara budaya satu dengan yang lainnya. Perbedaan cita rasa yg kuat bisa memengaruhi beberapa hal seperti masalah pencernaan sampai kehilangan nafsu makan.Beberapa Mahasiwa yang menjalani program PMM merasa tidak cocok dengan cita rasa Dan butuh penyesuai terhadap makanan  masyarakat lokak
Kategori kedua, bentuk culture shock yang dialami oleh mahasiswa yaitu dalam hal  kehidupan sosial yang di alami mahasiswa terutama lingkungan belajar. Proses komunikasi antar mahasiswa lokal menghasilkan berbagai dinamika pengalaman gegar budaya  bagi masing-masing mahasiswa termaksud saya . Hasil penelitian mengemukakan bentuk culture shock pada aspek kehidupan sosial antara lain ketidaknyamanan atas iklim komunikasi di lingkungan tempat belajar dan  tinggal. Komunikasi cenderu  tertutup sehingga untuk menggali informasi terkait tentang lingkukan sekitar termaksdu lingkungan perkuliahan dan keperluan untuk mengetahui daerah tersebut menimbulkan kebingungan mahasiswa PMM. Sehingga membuat mahasiswa termaksud saya  mengalami culture shock di lingkungan tempat  melaksanakan kegiatan PMM.
Upaya Penyesuaian diri Terhadap Culture Shock  di lingkukan PMM
Ketika mengalami culture shock, kita  tentu tidak ingin berlarut-larut dalam kekecewaan karena hal tersebut dapat menghambat keberlangsungan hidup kita selama dilingkungan baru . Oleh sebab itu, kita harus melakukan proses interaksi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Dalam mengatasi culture shock, beberapa mahasiswa memiliki cara dan pendekatan yang mereka sesuai dengan pengalamannya masing-masing, termaksud saya.Merujuk pada model U-Curve, proses penyesuaian merupakan fase pemulihan atau tahap recovery yaitu adanya motivasi untuk meyesuaikan diri terhadap Kebiasaan lingkungan budaya baru. Pada fase ini, mahasiswa  sudah mulai mengenali hal-hal terkait budaya barunya sehingga secara bertahap mereka melakukan penyesuaian terhadap lingkungannya dengan pendekatan masing-masing. Tujuannya ialah untuk mendapatkan kenyamananmeredakan culture shock, serta mencapai komunikasi yang efektif dengan orang-orang sekitar. Bentuk culture shock yang dialami oleh mahasiswa secara umum tentunya akan di alami oleh semua manusia pada setiap fasenya. Akan tetapi, ada beberapa mahasiswa meskipun mengalami culture shock, mereka tetap dapat menyesuaikan diri deseiring berjalannya waktu. Hal tersebut dapat terlihat dari hasil analisis saga
terhadap beberapa mahasiswa termaksud saya mereka sudah mulai terbiasa mengenai kebudayaan di lingkungan tempat dilaksanakannya PMM.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H