Isi rekaman yang diserahkan oleh Sudirman Said ke MKD telah membuat kehebohan di negeri ini. Perebutan kepentingan dalam memperpanjang kontrak karya Freeport memaksa masyarakat menyaksikan pepesan kosong di Sidang MKD. Papa minta saham atau tidak sudah jelas melanggar etika sebagai pimpinan lembaga tinggi Negara karena mempertemukan Freeport dengan makelar proyek.
Pada kesempatan ini saya ingin mengajak anda berpikir mengapa pemerintah (SS) dan legislatif (SN) berpikir untuk memperpanjang kontrak karya Freeport? Mengapa mereka tidak berpikir mengenai usaha apa yang harus dilakukan jika Freeport angkat kaki dari Indonesia?
Pernyataan dari Presiden Freeport Indonesia Ma’roef Syamsuddin di harian kompas menyatakan bahwa jika Freeport berhenti beroperasi maka akan terjadi:
- Kerusakan lingkungan
- Perang antar suku
- Hubungan bilateral Indonesia-AS akan terganggu
- Nasib karyawan dan keluarganya
Pernyataan Freeport tersebut memang tepat jika kegiatan tambang Freeport mati total. Namun jika Freeport angkat kaki dan pengelolanya adalah BUMN dalam negeri maka ketakutan Presiden Freeport Indonesia tidak akan terbukti.
Kerusakan lingkungan akibat tambang memang sudah terjadi saat ini, bahkan di era Gusdur tuntutan ganti rugi pemerintah Indonesia terhadap Freeport hampir saja dibayarkan.
Perang antar suku juga tidak mungkin terjadi, soalnya lahan tambang sudah jadi milik Pemerintah RI. Saat dikuasai Freeport saja TNI sanggup mengamankan, apalagi jika sudah dikuasai Negara.
Mengenai nasib karyawan dan keluarganya juga tidak ada masalah. Soalnya saat terjadi perpindahan asset Freeport, mereka tetap sebagai karyawan hanya ganti pimpinan dari Perusahaan asing menjadi BUMN. Masalah gaji sebaiknya tetap mengikuti gaji saat ini. Bahkan kalau perlu, Presiden Freeport Indonesia saat ini dijadikan bos BUMN pengelola Freeport tersebut.
Mengenai hubungan bilateral USA dan Indonesia, saya pikir tidak perlu diambil pusing.
Bandelnya Freeport
Freeport mungkin satu-satunya perusahaan yang bisa mengatur Negara Kesatuan Republik Indonesia. UU Minerba tahun 2009 yang mengisyaratkan larangan ekspor mineral dan batubara jika perusahaan tidak membangun smelter terpaksa tidak dilaksanakan. Pemerintahpun terpaksa menerbitkan PP yang memberi kelonggaran sampai tahun 2017. Jika tidak tercapai maka “mungkin” akan diubah lagi sampai tahun 2019.
Perlu diketahuii sudah 3 tahun Freeport tidak memberikan dividen kepada negara dengan alasan lagi fokus proyek underground mining. Selengkapnya bisa baca di sini.
Sekedar informasi buat pembaca, laba Freeport tahun 2014 turun hanya “sekitar” 719 juta USD. Bayangkan kalau uang itu seluruhnya jadi milik Indonesia. Mungkin cukup untuk mengurangi hutang LN kita, sekaligus cukup untuk membiayai pembangunan di Indonesia.
Berdasarkan data diatas “Apakah Pantas Kontrak Karya Freeport diperpanjang?”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H