Mohon tunggu...
ISWADI SYAHRIAL NUPIN
ISWADI SYAHRIAL NUPIN Mohon Tunggu... Pustakawan - PUSTAKAWAN MUDA / FINALIS LOMBA PUSTAKAWAN BERPRESTASI TINGKAT NASIONAL 2024 / UNIVERSITAS ANDALAS

Saya memiliki hobi membaca, menulis, bermain catur, traveling dan kuliner serta ngopi. Saya orang yang ekstrovert. Mudah akrab dengan siapa pun. Konten Favorit saya berkaitan dengan Pustakawan, Kepustakawanan dan Literasi serta sosial budaya dan juga keagamaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mitos Perkawinan di Ranah Minangkabau

14 Juni 2023   08:51 Diperbarui: 14 Juni 2023   08:58 1188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tabut diturunkan ke laut di Pantai Pariaman (Sumber: id.wikipedia.org)

Minangkabau adalah yuridiksi adat matrilineal. Matrilineal Minangkabau dimaknai dengan bersuku ke ibu dan bernasab ke ayah. Berdasarkan kajian historis, konsep matrilineal Minangkabau berawal pada masa kepemimpinan Datuk Katumanggungan dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang. 

Wilayah Minangkabau menjadi target serang Adityawarman. Ketika Adityawarman tiba ternyata dia disambut hangat oleh tentera Minangkabau dan Datuk Ketemanggungan. Datuk Ketemanggungan menawarkan adiknya, Putri Jamilah untuk menjadi isteri Adityawarman. Adityawarman menyetujui perjodohan tersebut.

Melihat gelagat bahwa panglima Adityawarman akan menerima tawaran itu, maka sang Datuk berusaha mencari cara agar keturunan Putri Jamilah nantinya tetap menjadi orang minangkabau dan agar semua orang tahu bahwa keturunan Putri Jamilah mendapatkan warisan dari kerajaan minangkabau dan bukannya mendapatkan warisan dan kekuasaan dari Adityawarman. 

Maka akhirnya ditetapkanlah adat batali bacambua yang langsung merubah struktur masyarakat Minangkabau. Pepatah petitih Minangkabau menuliskan : "Nan dikatokan adat nan batali cambua, iyolah hubungan mamak dengan bapak, dalam susunan rumah tango, sarato dalam korong kampuang. Dek Datuak Parpatiah nan Sabatang, didirikan duo kakuasaan, balaku diateh rumah tango, iyolah tungganai jo rajonyo, nan korong kampuang barajo mamak, rumah tango barajo kali,di rumah gadang batungganai. Dicambua tali malakek". 

Artinya, adat batali bacambua mengatur hubungan antara bapak dan mamak. Intinya, di dalam rumah tangga terdapat dua kekuasaan, pertama kekuasaan bapak, kedua kekuasaan Mamak, yaitu saudara laki-laki dari pihak ibu. Pemikiran itu dibawa Datuk Parpatiah Nan Sabatang pada musyawarah dengan cerdik pandai di balairung sari. Menyadari penting perubahan mufakat didapatkan. 

Sejak saat itu susunan aturan masyarakat berubah. Dahulu bapak mewariskan kepada anak sekarang harus kepada kemenakan. Dahulu suku didapat dari bapak, sekarang dari ibu. Ini tidak lebih dari kecerdikan Datuak Parpatiah Nan Sabatang dan Datuk Katumenggungan (repository.ugm.ac.id, diakses 24 Mei 2023).

Penulis juga pernah mendapat informasi tentang asal usul adat matrilineal Minangkabau. Dikisahkan bahwa Datuk Perpatih Nan Sabatang hendak ke Aceh menghadap Sultan Aceh. Datuk Perpatih Nan Sabatang bersama penggiringnya berangkat dari Tiku yang dikenal dengan nama Kuala Bandar Muar atau Tanjung Mutiara. 

Ketika hendak berlayar, tiba-tiba kapal yang ditumpangi Datuk Perpatih Nan Sabatang terbalik. Anaknya yang berada di tepian pantai tidak ingin menolongnya karena takut digulung ombak besar. 

Akhirnya kemenakan Datuk Perpatih Nan Sabatang menceburkan diri ke laut untuk menolong Datuk Perpatih Nan Sabatang dan pengikutnya. Setelah sampai di daratan dikatakan oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang bahwasannya mulai saat ini, harta pusaka turun dari anak ke kemenakan.

Bicara Minangkabau tentu sangat unik dan eksotik. Minangkabau tidak hanya memiliki mitos asal usul matrilineal akan tetapi didalam perkawinan adat Minangkabau pun terdapat pula mitos yang kadang dipercaya dan ada pula yang memang tak percaya sama sekali. 

Mitos itu sendiri sebenarnya bagian dari suatu folklor yang berupa kisah berlatar masa lampau, mengandung penafsiran tentang alam semesta (seperti penciptaan dunia dan keberadaan makhluk di dalamnya), serta dianggap benar-benar terjadi oleh yang punya cerita atau penganutnya. Dalam pengertian yang lebih luas, mitos dapat mengacu kepada cerita tradisional (id.wikipedia.org, diakses 24 Mei 2023).

Foto 2 : Marapulai dan Anak Daro Tahun 1925 (Sumber: Minanglamo.blogspot)
Foto 2 : Marapulai dan Anak Daro Tahun 1925 (Sumber: Minanglamo.blogspot)

Berikut ini adalah mitos yang terdapat dalam perkawinan Adat Minangkabau:

Pertama, perkawinan (baralek) pada hari yang sama dua bersaudara kandung baik laki-laki dan perempuan. Idealnya perkawinan di Minangkabau itu ciek naiak ciek turun (satu naik satu turun). Artinya baralek yang dilangsungkan di hari yang sama oleh kedua saudara kandung dengan jenis kelamin yang sama adalah pantangan adat Minangkabau. 

Jika pantangan ini dilanggar akan terjadi kematian pada suami atau isteri yang bersangkutan. Kejadian melanggar pantangan ini pernah terjadi pada keluarga penulis namun bagi penulis kematian yang terjadi atas suami yang bersangkutan memang sudah takdir Allah Subhanahu Wata'ala bukan karena melanggar pantangan tersebut.

Kedua, perkawinan sesuku dapat membuat keturunan menjadi cacat atau idiot. Perkawinan sesuku terutama suku Sikumbang dianggap melanggar pantangan. Pantangan ini karena adanya persumpahan antara leluhur suku Sikumbang bahwa siapa pun keturunannya yang kawin sesuku, anak keturunannya akan cacat. Pernah penulis mendapatkan informasi dari orang tua penulis bahwa ada dunsanak (kerabat) yang menikah sesama suku Sikumbang. Konon anak hasil perkawinan ini cacat.

Ketiga, mendapatkan koin / cincin dalam malam bacoki. Pada acara ini anak daro (pengantin perempuan) dan marapulai (pengantin laki-laki) main catur bersama dengan ditemani oleh urang sumando (istri mamak-mamak anak *daro atau istri abang atau adik ibu yang laki-laki). Anak daro memakai cincin. 

Tangan mereka dituntun oleh urang sumando. Ketika marapulai secara tak sengaja menangkap cincin dijari anak daro selesailah permainan tersebut. Permainan ini dimaksudkan untuk memperkenalkan anak daro kepada marapulai. 

Sesudah bacoki, marapulai dipersandingkan dengan anak daro dalam kamar anak daro beberapa saat lamanya untuk kemudian keluar lagi. Sampai disini habislah acara buat tamu-tamu yang menghadiri pesta (repository.kemdikbud.go.id, diakses 25 Mei 2023). 

Mitosnya kalau marapulai gagal menangkap koin/cincin dari tangan anak daro maka akan dinilai khalayak bahwa rumah tangga kedua mempelai "dikomandani" oleh sang isteri. Suami menjadi orang yang manut pada isterinya.

Seiring perjalanan waktu, ketiga mitos diatas tidak selalu dipercayai oleh masyarakat Minangkabau. Mitos sesungguhnya sangat bertentangan dengan ajaran Islam. 

Meyakini mitos sebagai suatu kewajiban akan membawa seseorang terjerumus dalam perbuatan khurafat. Khurafat adalah tahyul yang diada-adakan yang tidak ada nashnya dalam ajaran Islam. Lebih baik hindari khurafat agar dapat beragama dengan benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun