Sebagaimana yang diketahui bersama bahwa literasi memegang peranan penting dalam meningkatkan ilmu dan pengetahuan individu. Literasi secara umum dimaknai sebagai kemampuan individu memahami informasi dalam melakukan kegiatan membaca dan menulis. Dalam perkembangannya literasi memiliki ragam variasi seperti literasi media, literasi komputer, literasi sains, literasi sekolah, dan lain sebagainya. Hakikat literasi sejatinya mencakup hal memahami, menggunakan, menganalisis dan mentransformasi teks. Untuk itu dibutuhkan kemampuan atau kompetensi yang lebih dari sekedar baca tulis.
Berdasarkan informasi, literasi menurut Oxford Advanced Learner's Dictionary of Curent English (Hornby, 2010) dipahami sebagai kemampuan untuk membaca dan menulis. Sedangkan informasi berarti data, keterangan atau faktor dan detail tentang sesuatu hal.Â
Literasi informasi menurut ACRL (Association of College and Research Libraries) tahun 2000 adalah kemampuan yang dibutuhkan individu untuk mengenali kapan informasi dibutuhkan serta menemukan, mengevaluasi dan menggunakan informasi secara efektif (dalam Pertiwi SE, 2018). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa secara garis besar literasi dipandang sebagai kemampuan memahami apa yang dibaca dan tulis, kapan informasi didayagunakan serta mampu mencari, menganalisis termasuk menggunakannya secara tepat.
Praktek mengenalkan literasi yang paling awal sebenarnya telah dilakukan oleh seorang ibu kepada bayi yang berada didalam kandungannya. Sang ibu yang mengaji memperdengarkan lantunan ayat suci Al-Qur'an adalah aktivitas melakukan literasi terhadap anaknya. Seiring meningkatnya umur sang anak mencapai balita atau usia dini hingga dewasa maka diperlukan pula literasi untuk mengasah kemampuan kognitif dan afektifnya.
Kemampuan kognitif adalah sebuah proses pada manusia yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan syaraf sehingga seseorang dapat berpikir. Kemampuan kognitif pada setiap manusia juga sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan fisiknya (Ananda, 2021). Kemampuan kognitif anak usia dini dapat diasah melalui game edukatif atau permainan anak yang bersifat puzzle atau teka-teki. Misalnya menyusun gambar bentuk ayam dengan mainan bongkar pasang. Mainan menyusun balok kayu sehingga membentuk menara atau rumah juga termasuk permainan yang mengasah kemampuan kognitif anak. Kemampuan kognitif anak remaja hingga dewasa dapat diasah kemampuannya melakui aktivitas capasity building. Dalam capasity building ada game yang melibatkan kerjasama dalam kelompok sehingga semua anggota yang terlibat menggunakan akalnya untuk berfikir mencari solusi. Kegiatan ini seyogianya dilaksanakan secara mancakrida.
Kemampuan afektif juga memiliki kaitan dengan literasi. Kemampuan afektif adalah kemampuan yang harus dikuasai para siswa baik dalam kegiatan belajar mengajar maupun diluar kegiatan belajar mengajar (Anas A dan Sartika SB, 2021). Kemampuan afektif dipengaruhi oleh kemampuan menerima dan memperhatikan, merespon, menghargai dan mengorgansasikan nilai. Disamping itu pula gaya belajar dapat mempengaruhi kemampuan afektif tersebut. Anak yang konsentrasinya baik dikala memperhatikan guru mengajar akan berbeda dengan anak yang kurang konsentrasi dan memiliki sifat enggan menyelesaikan pekerjaan rumah.
Era disrupsi yang diawali dengan Hannover Fair yang berlangsung 4 April 2011 di Jerman menjadi keniscayaan akan pentingnya literasi digital. Literasi digital sebaiknya diajarkan kepada generasi muda agar mampu memahami etika berinternet dan bermedia sosial serta berbisnis secara online.
Literasi digital adalah literasi yang berkaitan dengan dunia internet. Literasi digital juga salah satu pilar untuk mewujudkan agenda transformasi digital. Masyarakat diharapkan tidak hanya mengenal sekedar mengenal teknologi digital akan tetapi diharapkan juga mampu menggunakannya untuk meningkatkan kebutuhan ekonominya. Oleh karena itu diperlukan pula kemampuan literasi digital bagi masyarakat sehingga cyber crime dapat dicegah dengan pengetahuan etika berinternet dan sosialisasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Traksaksi Elektronik (ITE).Â
Koltay T (2011) menyatakan bahwa Digital Literacy is the awareness, attitude and ability of individuals to appropriately use digital tools and facilities to identify, access, manage, integrate, evaluate, analyse and synthesize digital resources, construct new knowledge, create media expressions, and communicate with others, in the context of specific life situations, in order to enable constructive social action; and to reflect upon this process.
Narasi tersebut menjelaskan bahwa literasi digital merupakan kesadaran, sikap, dan kemampuan individu untuk menggunakan alat dan fasilitas digital secara tepat untuk mengidentifikasi, mengakses, mengelola, mengintegrasikan, mengevaluasi, menganalisis, dan menyintesis sumber daya digital, membangun pengetahuan baru, menciptakan ekspresi media, dan berkomunikasi dengan orang lain, dalam konteks situasi kehidupan tertentu, untuk memungkinkan tindakan sosial yang membangun; dan merenungkan rangkaian proses.
Kemampuan literasi digital yang dimiliki seseorang, apakah digital native atau pun digital immigrant secara langsung dapat meningkatkan ekonominya dengan cara menjadi content creator. Content creator merupakan individu yang membuat konten edukatif atau menghibur sesuai keinginan audiens. Konten yang dibuat dapat berupa foto, video, podcast, tulisan, digital art, dan lainnya. Konten tersebut dapat dishare melalui media sosial seperti YouTube, Twitter, TikTok, Instagram, Facebook, atau blog. Seorang content creator yang berprofesi menjadi YouTuber bisa mendapatkan uang di You Tube dengan mendaftar dan diterima dalam You Tube Partner Program (YPP). Selain itu, juga bisa mendulang bonus dari video Shorts di YouTube sebagai bagian dari You Tube Shorts Fund tanpa mengikuti YPP (Fikriansyah I, 2022). Setelah seorang YouTuber melewati proses verifikasi untuk bergabung dengan Program Mitra YouTube, setiap YouTuber dapat mengakses fitur monetisasi. YouTuber selanjutnya berhak menerima pendapatan dari iklan, langganan channel, super chat dan stiker super, serta pendapatan dari YouTube Premium.Â
Bagi yang memiliki hobi dalam bidang kuliner, konten You Tube yang berkaitan dengan makanan cepat saji dapat dipelajari secara langsung dengan bahan-bahan yang mudah diperoleh di pasar. Dengan mempelajari usaha kuliner melalui You Tube maka akan menimbulkan motivasi bagi yang menontonnya dimana selanjutnya yang bersangkutan dapat membuka gerai makanan. Pemahaman literasi digital yang baik akan meningkatkan ekonomi masyarakat. Generasi Emas 2045 yang diharapkan adalah generasi masa depan yang mampu meningkatkan perekonomian masyarakat melalui entrepreneurship sehingga tercipta usahawan baru yang membawa Indonesia menuju kesejahteraan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H