Mohon tunggu...
Iswadi Suhari
Iswadi Suhari Mohon Tunggu... Penulis - Passion catcher

Penulis opini, buku, dan novel "Cintaku Setengah Agama"

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Data Pangan dan Pertanian Dunia dalam Genggaman

5 November 2019   02:00 Diperbarui: 12 November 2019   16:24 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah Anda sedang mencari-cari data untuk penelitian terkait pangan atau pertanian dunia? Kabar berikut tentu saja akan membuat Anda senang. FAO baru saja merilis sebuah publikasi "World Food and Agriculture Statistical Pocketbook 2019". 

Publikasi ini berisi data terkait perkembangan pangan dan pertanian dunia mulai dari level nasional, regional, maupun level dunia. Berikut berapa fakta menarik yang disajikan publikasi penting ini.

Populasi penduduk terus bertambah, walaupun dengan kecepatan yang menurun. Jumlah manusia di planet bumi pada  tahun 2017 sebanyak 7,5 milyar orang dan pada tahun 2019 diperkirakan akan mencapai 7,7 milyar orang, yang berarti terjadi peningkatan lebih dari 100 persen sejak tahun 1960an. 

Beberapa wilayah mengalami fenomena yang disebut transisi demografi, dimana terjadi peningkatan angka harapan hidup yang sekaligus dibarengi dengan penurunan angka fertilitas secara perlahan. Walaupun demikian, fenomena ini tidak terjadi di seluruh wilayah. 

Di beberapa wilayah seperti di Asia Selatan dan Sub-Sahara Afrika misalnya, penduduk muda memiliki tingkat fertilitas yang tinggi, yang mengakibatkan angka pertumbuhan penduduk yang tinggi. 

Pergerakan penduduk dari area rural ke urban sepertinya masih terus berlanjut. Saat ini hanya 45 persen dari total penduduk dunia yang masih terklasifikasi rural, berdasarkan definisi rural di masing-masing negara.

Bagaimana dengan tingkat kelaparan? Kelaparan secara tradisional diukur dengan menggunakan angka Prevalensi Ketidakcukupan Konsumsi Pangan atau Prevalence of Undernourishment, yang merupakan indikator yang menunjukan ketidakmampuan pemenuhan makanan yang dibutuhkan untuk menghasilkan energi minimum yang dibutuhkan untuk melakukan aktifitas normal sehari-hari. 

Dalam tiga tahun terakhir, jumlah penduduk dunia yang mengalami ketidakcukupan konsumsi pangan perlahan-lahan mulai meningkat. Pada tahun 2018, lebih dari 820 juta orang atau 10,8 persen dari total penduduk dunia mengalami kekurangan gizi.

Jika indikator kerawanan pangan berat mengarah pada konsep kelaparan atau Ketidakcukupan Konsumsi Pangan, orang dengan kerawanan pangan sedang mengalami ketidakpastian akan kemampuannya mendapatkan makanan, sehingga memaksa mereka untuk melakukan penyesuaian dengan mengurangi kualitas maupun kuantitas makanan yang dikonsumsi. 

Pada tahun 2018, diperkirakan lebih dari 2 milyar orang tidak memiliki akses reguler terhadap makanan yang cukup, sehat, dan aman.  Angka tersebut mencakup 8 persen populasi di Amerika Utara dan Eropa. 

Akses terhadap makanan utamanya dipengaruhi oleh pendapatan, harga makanan, dan kemampuan rumah tangga atau individu untuk mengakses bantuan sosial. Selain kemampuan ekonomi, akses terhadap makanan juga dipengaruhi oleh akses fisik terhadap makanan seperti infrastruktur yang baik.

Pada tahun 2017, pertanian dunia menggunakan pupuk kimia atau pupuk mineral sebanyak 109 juta ton Nitrogen (N), 45 juta ton Posphate (P2O5) dan 38 juta ton Potash (K). 

Jika dibandingkan dengan penggunaan pada tahun 2002, penggunaan pupuk jenis ini mengalami kenaikan masing-masing sebesar 34 persen, 40 persen, dan 45 persen. 

 Penggunaan pupuk per hektar tanaman juga  mengalami peningkatan. Pada tahun 2017, angkanya mencapai 70 kg N/ha, 29 kg P2O5/ha, dan 24 Kg K/ha.

Distribusi sumber air di dunia sangat tidak seimbang. Pada tahun 2017, sebagian negara mengalami kekurangan air yang akut dengan hanya memiliki kurang dari 75 meter kubik air per orang, sementara sebagian negara yang lain memiliki jumlah air ribuan kali lipat. 

Pertanian menghabiskan 70 persen dari total air segar yang digunakan di permukaan bumi, utamanya melalui irigasi. 

Penurunan tingkat akuifer dan ekstraksi air tanah yang tidak dapat diperbaharui di berbagai negara dan wilayah dimana sumber air segar tidak mencakup penggunaan untuk pertanian - dari Afrika Utara hingga Timur Tengah dan Asia tengah serta Asia Selatan - menjadikan sistem produksi pangan dalam kondisi yang sangat beresiko.

Pada tahun 2017, total wilayah hutan dunia tersisa 4 milyar hektar (sekitar 30 persen total daratan), dan terus menurun secara perlahan. Produksi kertas dan paperboard meningkat lima kali lipat sejak tahun 1961. 

Sementara banyak negara di Afrika dan Amerika memiliki share luas hutan yang lebih tinggi dibandingkan total lahan, namun penggundulan hutan yang terjadi di dua wilayah tersebut paling signifikan.

Emisi greenhouse gas (GHG) dari pertanian berkontribusi sekitar 5 milyar ton setara CO2 ke dalam atmosfir setiap tahun selama periode 2005 - 2017. 

Aktifitas penggunaan lahan seperti penggundulan hutan atau drainase lahan gambut juga melepaskan emisi dengan jumlah yang kurang lebih sama. Pertanian dan penggunaan lahan mewakili sekitar seperempat emisi dunia selama periode tersebut. 

Dua puluh negara berkontribusi lebih dari dua per tiga dari total pertanian, dengan China, India, Brazil, dan Amerika Serikat berkontribusi lebih dari 50 persen. Sementara Asia merupakan wilayah dengan kontribusi paling besar.

Nah, banyak fakta menarik bukan? Publikasi penting ini dapat di download di sini. Untuk data lebih rinci dan lengkap dapat dicari di database pertanian terbesar di dunia FAOSTAT.

Penulis: Iswadi Suhari Mawabagja, Deputy Director of Statistics Division FAO UN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun