Entah mengapa saya jadi mengingat-ingat kembali cita-cita saya waktu kecil. Seorang anak petani yang dibesarkan di tahun 70an dan 80an di sebuah desa di wilayah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Saat itu tidak banyak informasi yang bisa diterima oleh anak-anak desa seperti saya. Walhasil, saya tidak banyak memiliki referensi profesi dan jenis pekerjaan yang bisa dicita-citakan. Saya sangat ingat waktu itu kelas lima SD.Â
Saat kami ditanya tentang cita-cita, paling jawabannya seputar dokter dan insinyur pembangunan, itu saja bagi mereka yang berasal dari keluarga mampu seperti anak pegawai negeri. Tanpa tahu insinyur pembangunan itu apa. Saya sendiri waktu SD hanya bercita-cita menjadi guru SD seperti guru saya. Yah biasanya itulah cita-cita dari murid yang sering mendapat nilai bagus pada nilai mata pelajaran matematika. Ingin seperti gurunya yang tampak sangat pintar.
Namun saat saya masuk SMP dan masih bercita-cita melanjutkan ke pendidikan keguruan, sekolah itu ditiadakan . saya pun masuk ke sekolah SMP umum. Di sanalah saya baru kenalan dengan yang namanya bahasa Inggris. Saya sangat semangat belajar bahasa Inggris dan sering mendapat nilai bagus. Sampai-sampai orang bilang saya murid kesayangan guru bahasa Inggris.
Saat SMP saya sempat diajak orang tua ke Jakarta. Saya sangat antusias saat itu. Satu yang ingin saya lihat di Jakarta adalah jalan tol yang sering diceritakan teman-teman saya yang sering ke Jakarta dengan bangganya. Dalam bayangan saya jalan tol adalah jalan yang aneh dan canggih luar biasa. Mungkin kalau saya tahu tentang film Starwars atau film science fiction lainnya, bayangan saya tentang jalan tol itu seperti suasana di film-film itu.Â
Namun saya ingat saat bus yang saya tumpangi masuk ke jalan tol, saya masih bertanya, mana jalan tolnya? Ketika dijawab kita sudah berada di jalan tol, saya kebingungan, kok biasa saja seperti jalan kebanyakan saja. Saya pun baru mengerti kalau maksudnya jalan tol itu jalan berbayar dan kendaraan beroda dua dan tiga tidak boleh melewatinya.Â
Walaupun saat sudah dewasa saya menemukan jalan tol di India tetap bisa dilewati kendaraan roda dua. Saat melewati pintu tol, saya melihat supir membayar, entah kenapa saat itu saya berpikiran, mungkin setelah lulus nanti saya akan bekerja sebagai penjaga kasir pintu tol saja. Sepertinya kerjanya mudah, dan keren karena tinggal di Jakarta. Itulah cita-cita lain saya saat SMP. Sangat dangkal ya.
Selesai SMP, saya melanjutkan sekolah di Cirebon yang sudah termasuk kota. Saya diterima di sebuah SMA yang waktu itu (sekarang juga) merupakan sekolah favorit. Di situ saya mulai mengenal kehidupan kota, film, novel, majalah dan lain-lain. Mulailah saya menyukai dunia kepenulisan dan mengenal adanya profesi penulis. Oya saat itu juga komputer mulai dikenal di kota-kota tingkat dua. Saya pun ikut kursus komputer dan berkenalanlah saya dengan pengetikan naskah yang lebih modern.
Namun, karena tidak ada biaya, saat lulus saya tidak bisa leluasa memilih jurusan kuliah yang saya inginkan. Kalau seandainya keuangan atau biaya bukan halangan, mungkin saat itu saya akan memilih jurusan komputer atau jurusan lain yang banyak menghasilkan uang. Lagi-lagi passion bukan menjadi dasar pemilihan jurusan kuliah.Â
Padahal saat itu saya sudah merasa enjoy dengan dunia kepenulisan. saya pun mengambil sikap kuliah apa saja yang penting bisa melanjutkan menuntut ilmu. Saya mencari-cari beasiswa tanpa peduli itu nantinya akan bekerja seperti apa dan menjadi profesi apa. Nyangkutlah nasib saya dengan mendapat beasiswa di sebuah sekolah tinggi statistik. Dan jadilah saya seorang statistisi hingga sekarang.
Namun ternyata passion atau kegiatan, atau apalah namanya yang pernah dirasakan menyenangkan saat kecil atau saat masa sekolah, dengan berjalannya waktu muncul lagi dengan kuat di benak saya. Saya mulai terpanggil untuk melakukan hal-hal yang berbau kepenulisan seperti menulis artikel opini di koran, menulis cerita pendek, menulis naskah drama panggung, dan terakhir saya sudah menerbitkan sebuah buku kepenulisan opini di surat kabar dan sebuah novel.Â
Bagaimana rencananya sekarang? Ya, yang pasti, di otak saya banyak rencana baik itu bisnis atau pun rencana yang ingin dilakukan yang sangat terkait dengan dunia kepenulisan. Bahkan saat saya ingin mencoba membuat sebuah startup, yang masuk ke otak saya salah satunya adalah startup yang terkait dengan dunia kepenulisan. Kalau saya ditanya apa passion saya saat ini, sepertinya saya akan menjawab menulis dan segala hal yang berkaitan dengan kepenulisan seperti screenplay, buku, film, dan dunia penerbitan.
Dari pengalaman saya itu, sekarang saya berprinsip, menjalani sesuatu yang selaras dengan passion itu jauh lebih membahagiakan ketimbang melakukan sesuatu karena keterpaksaan, baik dipaksa keadaan seperti kondisi ekonomi dan sosial atau dipaksa oleh manusia lain. Pastilah ya, namanya juga terpaksa, bagaimana bisa membahagiakan. Makanya, saya selalu memberikan kebebasan kepada anak-anak saya untuk belajar apapun yang mereka sukai.Â
Hanya satu pesan saya, mereka boleh memilih profesi dan belajar apa saja, tapi ingat, mereka jangan menjadi orang yang biasa-biasa saja. Jika senang jualan, jadilah penjual yang luar biasa, jika suka menulis jadilah penulis yang luar biasa, dan jika memilih jadi tukang masak pun , jadilah tukang masak yang luar biasa. Agar saat mereka dewasa nanti, mereka akan melakukan profesi yang mereka jalani dengan bahagia.
Lalu bagaimana dengan saya yang sudah terlanjur mempunyai profesi lain. Saya merasakan, selama nafas masih berhembus, dan tenaga masih ada, tidak ada kata terlambat untuk memulai menekuni passion yang terabaikan di masa lalu. Bahkan dengan sumber daya dan kedewasaan yang kita miliki saat ini, peluang untuk melakukan passion dengan serius, bijaksana, dan professional menjadi sangat terbuka. Do your passion, love your life.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H