Mohon tunggu...
Iswadi Suhari
Iswadi Suhari Mohon Tunggu... Penulis - Passion catcher

Penulis opini, buku, dan novel "Cintaku Setengah Agama"

Selanjutnya

Tutup

Money

Sudah Gak Kuat, Ingin Segera Mandi Basah

12 September 2011   01:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:02 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarau di tahun 2011 hingga awal September sudah banyak sekali menghasilkan kabar kekeringan. Sebut saja kekeringan pada bulan Juli yang dialami petani di Desa Sendang Sikucing, Rowosari, Kendal, Jawa Tengah. Mereka mencabuti padi yang telah mereka tanam dan menggantinya dengan tanaman tembakau yang tidak banyak memerlukan air. Kerugian yang dialami petani di desa tersebut mencapai jutaan rupiah.

Berita kekeringan juga datang dari Desa Nagasari Kecamatan Leles Kabupaten Cianjur, Jawa Barat yang terpaksa memanfaatkan air resapan sungai setempat untuk kebutuhan sehari-hari. Warga mencoba menemukan air resapan tersebut dengan menggali pinggiran sungai. Dapat dibayangkan air yang mereka peroleh tidak terjamin kebersihannya dan sedikit berbau. Tidak itu saja, sekitar 130 hektar lahan sawah tempat mata pencaharian warga pun sudah tidak bisa ditanami lagi akibat pasokan air yang tidak mencukupi.

Masih di wilayah Jawa Barat, kekurangan air pun dirasakan warga hampir di seluruh wilayah Sukabumi. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari warga harus rela mengantri untuk membeli air bersih seperti yang terjadi di Desa Pamuruyan, Kecamatan Cibadak. Warga terpaksa mengeluarkan uang sebesar 30 ribu rupiah per bulan untuk mendapatkan empat ember air bersih per hari. Tentu saja hal ini menambah satu biaya hidup lagi yang harus mereka tanggung. Kekeringan juga mulai meresahkan para petani di daerah sentra produksi padi Karawang.

Kekeringan juga ternyata tidak hanya terjadi di wilayah Jawa, di luar Jawa seperti di wilayah Sulwesi Selatan juga mengalami dampak perubahan iklim yang cukup merugikan tersebut. Seperti diberitakan Kompas.com, sebanyak 6.880 hektar areal pertanian di empat kabupaten di Sulawesi Selatan kekeringan akibat kemarau berkepanjangan. Konsekuensinya, gagal panen atau puso pun terjadi sebagi akibat menurunnya intensitas hujan. Empat kabupaten yang mengalami kekeringan adalah Sidenreng Rappang (3.342 hektar), Pinrang (2.224 hektar), Enrekang (583 hektar), dan Barru (749 hektar). Selain dipicu kemarau, puso di keempat kabupaten tersebut juga dipengaruhi oleh pola tanam yang tidak serempak. Walaupun demikian, menurut Kepala Bagian Produksi Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan, Muhammad Aris, penurunan produksi akibat kekeringan diperkirakan hanya berkisar 1-2 persen.

Menurut ikhtisar perkembangan musim kemarau yang dirilis BMKG pada bulan Juli lalu, kondisi suhu permukaan laut di perairan Indonesia pada umumnya netral kecuali di wilayah selatan Sumatera, dan selatan Jawa Barat terpantau sedikit dingin. Kondisi seperti ini tidak terlalu berpengaruh pada pengurangan atau penambahan curah hujan di Indonesia.

Pantauan terhadap perkembangan Musim Kemarau 2011 Indonesia pada bulan Juni 2011, menunjukkan sirkulasi angin timuran/tenggara yang dominan. Hal ini memberikan indikasi telah intensif berlangsungnya musim kemarau 2011 di Indonesia yang ditandai dengan telah berkurangnya curah hujan yang terjadi di beberapa daerah.

Walaupun BMKG memperkirakan hujan akan mulai turun pada awal September ini, namun hingga 11 September hujan di wilayah Jakarta dan sekitarnya belum terlihat turun. Hal ini menyebabkan udara terasa sangat menyengat dan membuat rumput dan sebagian tanaman mengalami kekeringan. Seperti batang-batang pohon di sekitar rumah saya yang tampak sudah gak kuat lagi menahan teriknya sengatan matahari. Mereka seolah berteriak-teriak ingin segera mandi basah dengan guyuran air hujan yang menyegarkan.


Sumber: Kompas, Poskota, Media Indonesia, BMKG.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun