Aku selalu berharap dan berharap. Aku selalu membayangkan semua itu bila itu terjadi. Harapan yang selalu kupendam, tapi tak bisa ku gambarkan. “Mungkinkah kau tahu?” gumamku. “Hah? Apanya?” Fandi menatapku heran. Aku tanpa sadar mempertanyakannya kepada sahabatku itu.
“Lupakan saja, ngomong-ngomong, kapan kita akan pulang? Sebentar lagi maghrib lho! Aku juga mulai bosan duduk di taman kota terus. Lagian yang kreatif kalau mau milih tempat healing!” nasib apes punya temen cowok yang ga peka. “Yaudah ayo cari Linda sama Zayid, bukan aku yang punya mobil,” ga ikhlas banget ngomongnya, mukanya udah kesel banget lagi. “Eh, by the way mana Razzan? Tadi kan di ayunan sana?” “Lihat di atas pohon sebelah lampu yang dibawah ada satpam teriak-teriak,” aku lihat ke atas pohon... gila... “ZAN! OY MONYET! TURUN GAK?! DITINGGAL BENTAR UDAH MANJAT POHON, KATANYA MAU BELI SEMPOL! SINI SEMPOLKU!!!” Razzan liat aku dari atas terus turun sambil bawa sempolku, tapi langsung loncat... Kayaknya pohonnya tingginya 8-10 meter sih, tapi masih hidup jadi gapapa. Pak satpamnya bengong dan bahkan belum sempat bereaksi. “Mana sempolku?” “Nih, ini kembaliannya.” “Lain kali gausah manjat pohon, nanti repot kalau daunnya jatuh. Manjat Zayid aja gapapa.”
“Kina! Aku bawain susu pisang~!!!!” Linda dateng tuh, sambil senyum lebar banget dan ngelambain tangannya ke arah kami. Ziyad yang udah kayak tiang bendera itu jalan santai dibelakangnya. “Makasih bestiii... Mau sempol?” “Of Course!” “Yaudah, ayo pulang guys.” Kita akhirnya pulang ke rumah Linda buat main bareng. Emang harus diwajarin kalau temenku pada kebo, apalagi pas dimobil. Aku juga sih... Selama di mobil, semua pada tidur. Zayid yang nggak tahu Razzan lagi nyenden di pintu mobil buka pintu mobil dan berujung Razzan yang nyemplung ke got depan pintu mobil...
*Beberapa menit kemudyan~
Sejak kapan malah jadi kompetisi diem-dieman? “Bosen Di, mau ayam geprek Bu Sam. Traktirin dungs!” mintaku sambil agak melas (biar manut). “Males, lagi bokek.” “Dih, pelit” “...” Kita akhirnya diem-dieman sampe jam 8.30. “Ngantuk, tapi mager pulang” kata Razzan sambil tiduran di karpet sambil kayang. “. . .” Kita Cuma noleh ke satu sama lain. (WKWK TAPI RAZZAN GA DIANGGEP...)
Aku nunduk ke bawak sambil nge swipe Karpet biar berubah warna. Zayid main sama kucing Linda. Razzan... masih kayang. Fandi minum es degan padahal udah minum 5 gelas tadi. Linda lagi coret-coret kertas. Kita bikin challenge buat nggak keluar dari karpet sampai jam 9 malam. Padahal pas dateng seneng banget, sekarang malah bosen. Nothing we can do bruhh...
Tiba-tiba, kita tutup mata barengan, ada yang muncul di depan mataku... “Tolong...” “AH!” Kita buka mata barengan dengan ekspresi kaget, Apa itu?! Aku lihat muka seseorang bilang, “Tolong...” Sambil senyum tapi dia lagi nangis! Sebelum sempet memikirkan hal itu, Karpet yang kita duduki hilang, dan menjadi sebuah lubang yang besar! Kita jatuh kedalam sana! Apa iniii????!!!!!!
“LINDA! FADIL! RAZZAN! ZAYID!” “TOLONGGG~~~~!!!” “AAHHH!!” Kita pada masuk ke lubang itu. . . .
Aku membuka mata, “Ah... gelap, EH! TEMEN-TEMENKU!” aku noleh ke kanan-kiri, Mana mereka?! “KINAAAAAA!!! T_T” Aku lihat Linda dan yang lainnya. SYUKUR BANGEETT GUSTIII!!!! “Lin, ka-kamu lihat orang itu kan? LIHAT KAN?!” tanyaku dengan nafas terbata-bata “I-IYA, LIAT! SEREM BANGEETT??!!” jawab Linda.
“Ga penting! Aku yakin semua liat orang itu, yang penting, dimana kita sekarang?!” Kata Zayid sambil lihat ke sekitar “I-iya sih...” aku melihat sekitar, kita ada di dalam goa yang indah. Pada atap goa, ada tanaman yang menggantung tapi mengeluarkan cahaya biru dan nila yang cerah. Di sepanjang jalan goa terdapat jamur yang tumbuh berwarna merahmuda yang terang sekali. Ada banyak kunang-kunang terbang menuju ke satu arah dari goa tersebut. Dimana ini?!
“Ayo kita cari jalan keluar!” Teriak Razzan. “Di..?” Balas Zayid, “Ehm... Ayo coba ikuti Kunang-kunang nya!” Razzan berteori sendiri “Ngawur, Logikanya dipake! Kunang-kunang itu pergi ke arah yang gelap tau! Kita kan mau ke tempat cerah!” balas Fandi. “Tapi bisa jadi ‘kan? Apalagi kita nggak tahu lagi dimana. Mana ada tempat kyk gini di bumi?! Ayo kita coba aja ikuti Kunang-kunangnya!” Ucap Razzan sambil melihat kearahku, mencari dukungan, “...Ayo,” Aku tersenyum tipis sambil melihat teman-temanku. Pada akhirnya, kami mengikuti arah kunang-kunang itu.
“Waahh... Tempat ini indah sekali, lihat! Ada banyak kristal yang menempel di dinding goa! Tapi, tempat ini dingin juga ya...” Kita menelusuri goa itu semakin dalam, hingga kita menemuka cahaya dari suatu arah, sepertinya itu ujung goa! Kami melihat pemandangan menakjubkan, Kunang-kunang yang terbang tadi keluar ke arah cahaya tersebut dan berubah menjadi Kupu-kupu yang cantik! “Wah... Dimana ini?” Aku menapakkan kakiku di tanah yang baru itu, aku melihat pemandangan suatu desa yang dikelilingi oleh gunung-gunung yang indah! Langitnya... Sepertinya matahari baru terbit! Ada banyak pohon mengelilingi kami, indah... Sungguh Indah!
“Aku nggak mimpi, kan?” Tanya Fandi heran “Mau kupukul buat mastiin?” balas Razzan “Ga, aku bisa sendiri” akhirnya Fandi beneran mukul mukanya sendiri... “Sakit, kita ga mimpi” Kata Fandi sambil menahan sakitnya (tadi kekencengan mukulnya, wkwk). Kalo nanya dimana Zayid sama Linda, mereka lagi sibuk nyingkirin tanaman gantung dari badannya Zayid.
. . .
“Guys, ayo kita ke desa sana, siapa tahu ada yang tau kita dimana. Aku takut kita beneran pindah dimensi,” ajakku, tapi... “Harusnya kamu nggak bilang gitu, Kin...” KITA BENERAN PINDAH DIMENSI!!!
*20 menit yang lalu...
“Ayo, desanya deket, bentar lagi sampe... udah kelihatan dari sini!” kata Zayid yang memimpin perjalanan kita dari goa ke desa itu. Goanya tadi, ada di atas bukit kecil, untungnya nggak tinggi banget lah ya... Tapi, pas udah sampe bawah, kita harus nerjangin padang rumput yang luuuaaasssssssssssssss bangeetttttttttt............ Dari dalam goa tadi, sebenarnya ada aliran air di sepanjang jalannya. Aku nggak terlalu merhatiin sih, tapi makin kebawah, alirannya makin lebar dan menjadi sebuah sungai. Kita mengikuti arah sungai yang kami percayai akan mengarah ke desa. Untung bener sih... “Huh... Ini.. Udah di gerbang desanya. Ayo cari petugas atau warganya yuk!” Kita pun melangkah masuk ke gerbang desa. Kami melihat sesosok kakek yang berjaga di depan gerbang, jujur agak aneh karena bajunya terasa asing, seperti sangat tradisional, “Siapa kalian? Apa kalian menemukan sesuatu?!” Kata kakek itu, “Hah? Err... Maaf, kami pendatang, kalau boleh tahu, kita sedang dimana ya kek?” Tanya Linda, “Oh... cah ayu orang baru to... Kita di Wisa Puspa-Desa tercinta kita!” “Hah..?” Kami saling menatap satu sama lain, ‘Kita dimana??!!’ 1st part, thx for read my first story, see ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H