Ikhwanuddin mengaku, sepeninggal istrinya, dia kerap sedih melihat semua peralatan dan koper yang akan mereka bawa berdua.
"Segala persiapan sudah kami lakukan. Semua peralatan termasuk koper beliau dan saya sudah disiapkan. Setiap kali melihat barang-barang itu, saya sedih. Tapi, saya percaya, kami akan berjumpa di Raudah dan Jabal Rahmah," harap pensiunan Guru SMA N 1 Singkep ini.
Doa dan Harapan
Ikhwanuddin dan Ria Asmara tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 2 Embarkasi Batam yang diberangkatkan ke Tanah Suci pada, 13 Mei 2024. Kini, pria 64 tahun itu telah berada di Tanah Suci.
Mari kita doakan agar Ikhwanuddin diberikan kesehatan, kelancaran, dan kemudahan dalam menunaikan seluruh rangkaian ibadah haji. Semoga beliau memperoleh haji mabrur dan dijumpakan kembali dengan sang istri di Raudah dan Jabal Rahmah.
Kisah Ikhwanuddin ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa hidup ini penuh dengan ujian dan cobaan. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Oleh karena itu, mari kita selalu bersyukur atas apa yang kita miliki dan menjalani setiap momen hidup dengan penuh makna.
Penantian Panjang yang Berakhir Duka
Ikhwanuddin dan Ria Asmara telah menunggu selama lebih dari satu dekade untuk kesempatan menunaikan ibadah haji. Mereka mendaftarkan diri pada tahun 2013, saat itu usia mereka masih relatif muda dan penuh semangat untuk beribadah ke Tanah Suci. Mereka menjalani berbagai persiapan fisik dan mental dengan tekun. Setiap hari, mereka berdoa agar Allah memudahkan langkah mereka menuju Baitullah.
Namun, hidup tak selalu berjalan sesuai rencana. Pada awal tahun 2024, kondisi kesehatan Ria Asmara mulai menurun. Dia sering merasa lelah dan kurang enak badan. Keluarga sempat membawanya ke beberapa rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan terbaik. Namun, Allah berkehendak lain. Ria Asmara dipanggil pulang pada 1 Mei 2024, hanya sembilan hari sebelum keberangkatan mereka ke Asrama Haji Batam.
Perasaan Ikhwanuddin Saat Ditinggalkan
Kepergian sang istri meninggalkan luka yang mendalam di hati Ikhwanuddin. Dia merasa kehilangan separuh jiwanya. Ikhwanuddin teringat semua kenangan manis mereka, dari awal mendaftar haji hingga persiapan terakhir yang mereka lakukan bersama. Melihat koper dan perlengkapan haji yang sudah disiapkan, Ikhwanuddin sering menangis. Namun, dia tetap berusaha tegar dan menerima takdir Allah.