Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Tradisi Sasauran: Membangunkan Sahur dengan Semangat

20 Maret 2024   19:01 Diperbarui: 20 Maret 2024   20:19 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah syahdunya bulan Ramadan tahun ini.  Tradisi Sasauran di kompleks perumahan tempat saya tinggal, yakni Perum Jatihurip menghadirkan kehangatan dan semangat di saat dipaksa bangun, ketika sedang enak-enaknya tidur.

Sasauran, sebuah kata yang merujuk pada kegiatan membangunkan sahur dalam bahasa Sunda, memiliki makna yang dalam dan penting bagi masyarakat setempat. 

Dalam tulisan ini, kita akan menjelajahi lebih dalam tentang asal usul, pelaksanaan, dan makna dari tradisi Sasauran, serta melihat beberapa contoh yang menarik dari pelaksanaannya di beberapa desa di Sumedang.

Berikut adalah link video YouTube tradisi sasauran di komplék perumahan tempat tinggal saya:

https://youtube.com/shorts/z90oL8KWYSk?si=saYQEplgkJy2ONZ7


Asal Usul dan Makna Tradisi Sasauran

Tradisi Sasauran memiliki akar yang dalam dalam budaya Sunda. Kata "Sasauran" berasal dari kata "saur" yang berarti sahur, dan "aur" yang berarti membangunkan.

Jadi, secara harfiah, tradisi ini bermakna membangunkan orang untuk sahur. Tradisi ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa Barat, terutama selama bulan Ramadan.

Lebih dari sekadar kegiatan membangunkan, Sasauran memiliki makna yang lebih mendalam. Tradisi ini merupakan pengingat bagi masyarakat akan pentingnya ibadah di bulan Ramadan. 

Di balik riuh rendahnya alat musik tradisional yang mengiringi Sasauran, terdapat pesan moral yang disampaikan, yaitu kebersamaan dalam beribadah dan gotong royong dalam menjalankan kewajiban agama.

Pelaksanaan Tradisi Sasauran

Tradisi Sasauran biasanya dilaksanakan pada tengah malam, sekitar pukul 2 dini hari, dan berlangsung hingga menjelang waktu imsak. 

Sekelompok pemuda yang terdiri dari beberapa orang akan berkeliling kampung dengan membawa berbagai alat musik tradisional, seperti bedug, kentongan, dan gamelan. Mereka memainkan alat musik tersebut dengan riang gembira, sambil mengumandangkan takbir dan salawat.

Suasana di sekitar kampung menjadi hidup dan meriah ketika Sasauran berlangsung. Cahaya obor yang membakar memberi warna tersendiri pada malam Ramadan yang sunyi. 

Masyarakat yang terbangun dari tidurnya dengan suara riuh rendah Sasauran, dengan sigap bersiap untuk menunaikan ibadah sahur. Semangat kebersamaan dan gotong royong begitu kental terasa dalam tradisi ini.

Contoh Tradisi Sasauran di Sumedang

Di berbagai desa di Sumedang, tradisi Sasauran memiliki ciri khas dan nuansa tersendiri. Berikut beberapa contoh tradisi Sasauran di beberapa desa di Sumedang:

1. Sasauran di Desa Citali:

Di Desa Citali, tradisi Sasauran diiringi dengan alat musik tradisional yang khas. Para pemuda berkeliling desa dengan membunyikan bedug dan kentongan sambil mengumandangkan takbir dan salawat.

2. Sasauran di Desa Cibugel:

Desa Cibugel menghadirkan pawai obor keliling kampung sebagai bagian dari tradisi Sasauran mereka. Cahaya dari obor menghiasi malam Ramadan sambil menambah semaraknya tradisi ini.

3. Sasauran di Desa Margaluyu:

Di Desa Margaluyu, tradisi Sasauran diiringi dengan pertunjukan seni tradisional. Seni musik dan tarian khas Sunda menghiasi malam Ramadan, menciptakan suasana yang begitu khas dan berkesan bagi penduduk setempat.

Pentingnya Melestarikan Tradisi Sasauran

Tradisi Sasauran bukan hanya sekadar kegiatan membangunkan sahur, tetapi juga merupakan bagian tak terpisahkan dari identitas budaya masyarakat Jawa Barat, khususnya Sumedang. 

Tradisi ini mengajarkan nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan kepedulian terhadap sesama, yang sangat relevan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Melestarikan tradisi Sasauran juga merupakan upaya untuk menjaga warisan budaya dan memperkenalkannya kepada generasi muda. 

Dengan memahami dan menghargai tradisi ini, generasi muda dapat terus merasakan kehangatan dan semangat kebersamaan yang dihadirkan oleh tradisi Sasauran.

Tradisi Sasauran merupakan bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat Jawa Barat, khususnya Sumedang, selama bulan Ramadan. 

Di balik riuh rendahnya alat musik tradisional yang mengiringi Sasauran, terdapat pesan moral yang kuat tentang kebersamaan, gotong royong, dan pentingnya ibadah di bulan Ramadan.

Melalui melestarikan tradisi Sasauran, kita tidak hanya membangunkan sahur dengan semangat, tetapi juga menjaga kehangatan dan kebersamaan dalam menjalankan ibadah kita.

#Ramadhan bercerita 2024

#Ramadhan bercerita 2024 hari 10 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun