Sarah, seorang guru muda yang penuh semangat, telah dengan tekun menyusun aksi nyata untuk platform Merdeka Mengajar.Â
Namun, ketika dia mengunggahnya, satu demi satu, aksinya selalu ditolak. Dalam kebingungannya, dia merenung, mencari tahu apa yang salah.
Dia mengulang langkah-langkahnya dengan cermat. Materi pembelajaran yang dia ajukan telah dia persiapkan dengan baik, sesuai dengan kebutuhan siswa dan standar platform. Namun, mengapa hasilnya selalu mengecewakan?
Setelah refleksi yang mendalam, Sarah menyadari bahwa kegagalan ini mungkin terletak pada pengumpulan umpan balik.
Dia sebelumnya menganggap umpan balik dari sesama guru sudah memadai, namun ternyata dia belum melibatkan pihak yang paling berpengaruh: muridnya sendiri.
Dengan tekad baru, Sarah mulai menggali lebih dalam. Dia meningkatkan komunikasinya dengan murid-muridnya, meminta mereka memberikan umpan balik yang jujur dan mendalam tentang pengalaman pembelajaran mereka. Dia juga aktif melibatkan orang tua murid, mengajak mereka berpartisipasi dalam evaluasi proses pembelajaran.
Berkali-kali, Sarah memperbaiki aksinya berdasarkan umpan balik yang dia terima. Dia menyesuaikan metode pengajaran, mengintegrasikan saran-saran dari murid dan orang tua, serta memperbaiki materi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan yang diungkapkan.
Setelah serangkaian perbaikan yang teliti dan upaya yang tak kenal lelah, akhirnya aksinya diterima di platform Merdeka Mengajar. Rasa lega dan kepuasan memenuhi hatinya saat dia melihat materi pembelajarannya memberikan dampak yang positif bagi siswa-siswa yang belajar darinya.
Banyak guru lainnya seperti Sarah mengalami kesulitan membedakan jenis umpan balik yang diperlukan untuk memvalidasi Aksi Nyata di platform Merdeka Mengajar.Â
Hal ini menyebabkan Aksi Nyata mereka tidak tervalidasi dan akhirnya tidak memperoleh sertifikat.