guru penggerak angkatan 9 dimulai dengan langkah pertama, yaitu sosialisasi guru penggerak secara luring. Bersama dengan pengajar praktik, ibu Siti Sundari dari SMPN 9 Sumedang, saya, Isur Suryati, dan keenam anggota kelompok A1 lainnya berkumpul di Kafe Nyusu Doeloe. Pertemuan ini menjadi tonggak awal dalam perjalanan kami sebagai guru penggerak.
Pada tanggal 19 Agustus 2023, rangkaian kegiatanSetelah itu, kami melanjutkan dengan pembekalan guru penggerak secara virtual yang melibatkan guru-guru penggerak dari seluruh Indonesia. Meskipun saya tidak bisa mengikuti acara tersebut melalui zoom, saya tetap bisa mengakses informasinya melalui live streaming di Youtube. Kegiatan ini membuka wawasan kami tentang peran guru penggerak.
Pertama-tama, kami diminta untuk mulai dari diri sendiri dengan belajar secara mandiri tentang modul 1.1 yang berisi tentang Filosofis Pemikiran Ki Hajar Dewantara. Saya memulai perjalanan ini dengan mengerjakan pretest modul 1.1. Sebelumnya, saya telah mempelajari berbagai variasi soal pretest yang ada di Youtube. Kepercayaan diri saya meningkat ketika beberapa soal yang telah saya pelajari muncul dalam pretest tersebut.
Kegiatan selanjutnya adalah eksplorasi konsep yang kami lakukan secara virtual bersama fasilitator kelompok kami, Jimmi Agustian Hartolo, M.Pd., pengajar praktik, dan rekan guru lainnya. Kami juga membentuk kelompok untuk berdiskusi tentang modul 1.1, mempresentasikan hasil diskusi, saling memberi tanggapan, dan mengunggah hasil diskusi ke dalam LMS. Selain berdiskusi secara virtual, kami juga berkomunikasi di forum LMS.
pendidikan, dan perwakilan dari BBGP Jawa Barat. Saya juga berkolaborasi dengan kepala sekolah dalam mengisi LK kesepakatan antara calon guru penggerak dan kepala sekolah.
Lokakarya orientasi juga merupakan bagian penting dari perjalanan kami menuju guru penggerak. Acara ini dilakukan secara virtual dan melibatkan berbagai kegiatan, termasuk pembuatan 4 Lembar Kerja tentang perencanaan pembelajaran ke depan. Lokakarya orientasi ini juga dihadiri oleh pengawas sekolah, kepala sekolah, dinasKegiatan terakhir dalam perjalanan ini adalah elaborasi pemahaman yang kami lakukan secara virtual bersama instruktur, fasilitator, pengajar praktik, dan rekan calon guru penggerak lainnya. Semua kegiatan ini bermuara pada pemahaman yang kami implementasikan dalam bentuk aksi nyata. Dengan semangat dan pengetahuan yang kami peroleh, kami siap untuk menjadi guru penggerak yang berpengaruh dalam dunia pendidikan.
Feeling (Perasaan)
Saat saya mendaftar sebagai calon guru penggerak angkatan 9, jujur, saya merasa sangat tidak yakin. Banyak pertanyaan dan keraguan yang menghantui pikiran saya. Apakah saya benar-benar sanggup mengerjakan tugas-tugas yang akan dihadapi dalam program guru penggerak ini? Bagaimana saya bisa mengatasi tantangan ini?
Salah satu hal yang membuat saya merasa ragu adalah situasi keluarga saya. Anak-anak saya di rumah masih kecil-kecil dan membutuhkan perhatian dan pengawasan yang konstan. Anak ketiga saya bahkan masih seorang balita yang sangat bergantung pada perawatan ibunya. Demikian pula dengan anak kedua saya, yang baru saja memasuki kelas 4 SD. Dia masih memerlukan bantuan dan pengawasan saya dalam hal sekolah dan mengerjakan tugas-tugasnya.
Namun, dalam kebingungan dan keraguan ini, saya memiliki satu pilar yang sangat kuat: suami saya. Alhamdulillah, dia sangat mendukung keputusan saya untuk mendaftar dan mengikuti program guru penggerak ini. Bahkan, dia adalah orang yang paling bersemangat dan gigih dalam mendukung langkah-langkah saya. Mungkin karena izin dan restu beliau, saya bisa sampai di sini, mengikuti program pendidikan guru penggerak ini. Saya tidak dapat membayangkan bagaimana jika saya harus melangkah sendirian dalam perjalanan ini tanpa izin dan dukungan penuh dari suami saya.
Kendala lain yang saya hadapi adalah terkait manajemen waktu. Saya belum berhasil sepenuhnya mengatur dan mengelola waktu saya di antara tugas-tugas keluarga, jadwal mengajar di sekolah, aktivitas menulis saya di media massa Melintas.id dan Kompasiana, serta tugas saya sebagai pembantu wakasek humas, yang melibatkan mengelola dan mengisi artikel untuk website sekolah. Ditambah lagi, ada tugas-tugas dari program guru penggerak yang harus saya selesaikan. Semuanya terasa seperti tumpukan pekerjaan yang tidak pernah berakhir.
Saya juga merasa cemas terkait kualitas jaringan internet di rumah. Terkadang, saat saya sedang mengikuti pertemuan online atau video konferensi, jaringan internet tiba-tiba terputus dan saya terjebak di luar ruang virtual. Ini adalah momen yang sangat menegangkan, terutama jika saat itu saya diminta untuk berbicara atau harus mengisi jurnal refleksi di padlet. Namun, meskipun semua tantangan ini cukup membuat saya membuat saya terkejut, saya tidak pernah kehilangan semangat.
Sebaliknya, seiring berjalannya waktu, saya malah semakin termotivasi untuk terus mengikuti program pendidikan guru penggerak ini. Saya mulai menyadari bahwa semua kendala dan rintangan ini sebenarnya adalah peluang besar untuk belajar dan tumbuh. Saya juga memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan orang-orang luar biasa yang saya temui dalam program ini. Saya mulai memahami arti sebenarnya dari manajemen diri dan bagaimana mengalokasikan waktu dengan lebih efisien. Selain itu, program ini membantu saya untuk mengasah kemampuan berbicara di depan umum dan menghidupkan kembali hobi menulis saya. Hasilnya, beberapa minggu kemudian, saya merasa lebih bersemangat daripada sebelumnya dalam mengikuti program pendidikan guru penggerak ini.
Finding (Pembelajaran)
Saya merasa sangat bersyukur bisa berada di sini dan menjalani perjalanan sebagai calon guru penggerak angkatan 9. Selama perjalanan ini, saya telah memperoleh begitu banyak ilmu dan pembelajaran yang berharga, terutama terkait wawasan tentang dunia pendidikan dan cara mengajar yang efektif. Ini adalah perjalanan yang memicu saya untuk terus belajar, bahkan hingga saya menjadi kecanduan untuk membaca dan menonton semua materi yang ada dalam modul.
Dari materi-materi tersebut, saya telah mendapatkan berbagai ide inspiratif yang akan saya gunakan dalam menulis artikel. Selain itu, saya juga telah memperoleh pengetahuan baru tentang teknologi, seperti cara membuat presentasi PowerPoint menggunakan Canva, membuat video dan mengunggahnya ke YouTube, serta mengelola file di Google Drive. Semua ini adalah keterampilan yang sangat berharga dalam era digital ini.
Yang paling membanggakan adalah bahwa saya berhasil menyelesaikan semua tugas tepat waktu tanpa mengorbankan waktu bersama keluarga. Ini semua terwujud berkat dukungan dari berbagai pihak di sekitar saya, termasuk suami, anak-anak, kepala sekolah, rekan guru, pengajar praktik, fasilitator, instruktur, dan sesama calon guru penggerak. Mereka semua telah memberikan dukungan moral dan praktis yang sangat berarti dalam perjalanan ini.
Saya juga telah belajar banyak tentang akses ke Learning Management System (LMS), berpartisipasi dalam diskusi virtual, serta mengerjakan tugas-tugas secara mandiri yang dapat diakses dengan mudah. Ini semua telah memudahkan saya dalam mengikuti alur pendidikan ini.
Selain itu, mengikuti program guru penggerak juga telah membuka pikiran saya dan membuat saya lebih sadar tentang bagaimana pembelajaran seharusnya dilakukan di dalam kelas. Saya telah memahami dengan lebih dalam makna dari menuntun semua potensi yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebaik mungkin, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Saya juga telah memahami bahwa tugas seorang pendidik sebenarnya adalah sebagai seorang fasilitator yang bertugas mengarahkan dan mengimplementasikan semboyan Ki Hajar Dewantara, yaitu "Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani." Pendidikan juga harus mendukung perkembangan budi pekerti, yang terdiri dari Cipta, Rasa, dan Karsa. Singkatnya, sebagai seorang pendidik, kita harus selalu melakukan refleksi diri untuk memahami kekuatan dan kelemahan kita dalam proses pembelajaran, dengan tujuan mewujudkan pendidikan yang berfokus pada anak, yang aktif, dan tidak hanya berpusat pada kurikulum. Sebagai pendidik, kita harus mampu mengidentifikasi potensi dan bakat unik setiap anak, dan tugas kita adalah untuk mendorong, memfasilitasi, dan memberikan penghargaan atas bakat mereka.
Future (Penerapan)
a. Pendekatan Berpusat pada Siswa (Student-Centered):
Pendekatan pendidikan yang akan saya terapkan adalah berpusat pada siswa. Saya percaya bahwa pendidikan sejati adalah tentang membimbing dan mengarahkan siswa untuk menggali dan mengembangkan potensi mereka sendiri. Dalam hal ini, peran guru adalah sebagai fasilitator yang membantu siswa menemukan kekuatan kodrat yang sudah ada dalam diri mereka. Saya akan berfokus pada upaya membantu siswa mencapai tingkat keselamatan dan kebahagiaan yang paling tinggi, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Pendekatan ini menekankan bahwa pembelajaran seharusnya tidak didominasi oleh peran guru yang mendiktekan informasi kepada siswa. Sebaliknya, siswa harus menjadi aktor utama dalam pencarian dan penemuan pengetahuan mereka sendiri. Dengan memberikan siswa kesempatan untuk aktif mencari dan menemukan pengetahuannya, saya yakin mereka akan lebih bersemangat untuk belajar dan lebih baik dalam memahami materi pelajaran.
b. Penggunaan Pembelajaran Inovatif:
Saya akan terus meningkatkan profesionalisme saya sebagai guru dengan mengadopsi berbagai model pembelajaran inovatif. Saya percaya bahwa pembelajaran yang menarik akan memberikan dampak positif pada motivasi dan pencapaian siswa. Oleh karena itu, saya akan berusaha untuk mencari dan mengimplementasikan berbagai teknik dan metode pembelajaran yang inovatif.
Dengan menerapkan model-model pembelajaran inovatif, saya berharap pembelajaran akan menjadi lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa. Ini akan membantu mereka dalam proses penemuan pengetahuan secara aktif dan lebih interaktif. Saya percaya bahwa dengan pendekatan ini, siswa akan lebih siap menghadapi tantangan pendidikan masa depan.
c. Menyeimbangkan Kodrat Alam dan Kodrat Zaman:
Anak-anak memiliki kodrat alam mereka sendiri, dan di usia sekolah dasar, bermain adalah bagian penting dari perkembangan mereka. Saya akan mengintegrasikan konsep belajar sambil bermain dalam proses pembelajaran. Namun, saya juga akan menjaga keseimbangan dengan mengikuti perkembangan zaman.
Dalam era digital ini, teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, saya akan menggabungkan teknologi dalam pembelajaran untuk memfasilitasi siswa agar memiliki keterampilan yang relevan dengan abad ke-21. Dengan mengintegrasikan teknologi, saya berharap siswa dapat mengembangkan kemampuan yang diperlukan untuk berhasil dalam dunia yang semakin digital dan global ini.
Penerapan konsep ini akan membantu saya menciptakan lingkungan pembelajaran yang seimbang antara kodrat alam siswa dan tuntutan zaman modern. Saya percaya bahwa dengan pendekatan ini, saya dapat membantu siswa untuk tumbuh dan berkembang secara holistik, mencapai potensi penuh mereka, dan menjadi anggota masyarakat yang berkontribusi secara positif dalam masyarakat yang terus berubah. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H