Di SMPN 1 Sumedang, terdapat seorang calon guru penggerak bernama Ibu Emy. Sebelumnya, Ibu Emy mengajar bahasa Sunda dengan metode konvensional. Ia hanya menyampaikan materi secara lisan dan meminta murid mencatat. Namun, suasana kelas terasa pasif dan minat murid terhadap bahasa Sunda pun kurang menggelora.
Semua berubah setelah Ibu Emy mengikuti program guru penggerak. Ia mengadopsi pemikiran filosofis Ki Hajar Dewantara dalam pendekatan mengajar. Ibu Emy yakin bahwa tiap murid adalah individu unik dengan potensi yang berbeda-beda. Baginya, pendidikan sejati haruslah menyentuh hati murid dan menempatkan mereka di pusat proses belajar.
Pada suatu kesempatan, Ibu Emy mengajar tentang menulis carita pondok kepada kelas VIII. Ia memulai pembelajaran dengan berdiskusi bersama murid mengenai tema menarik untuk carita pondok. Lalu, ia memberi murid kesempatan memilih tema yang mereka sukai.
Ibu Emy memberikan tugas kepada murid untuk mengumpulkan informasi terkait tema yang mereka pilih. Selain itu, ia memberi arahan dan panduan untuk mengembangkan ide-ide mereka.
Ketika pertemuan berikutnya tiba, Ibu Emy mendorong murid untuk membacakan hasil carita pondok mereka di depan kelas. Setelah itu, Ibu Emy memberikan umpan balik yang membangun kepada murid.
Melalui penerapan pemikiran Ki Hajar Dewantara, Ibu Emy berhasil menciptakan proses belajar yang berarti bagi murid. Kini, murid-murid lebih aktif dan penuh semangat dalam belajar bahasa Sunda. Mereka merasa lebih percaya diri dalam menulis carita pondok.
Berikut beberapa pendekatan yang digunakan Ibu Emy dalam menerapkan pemikiran Ki Hajar Dewantara:
Menyesuaikan dengan Kebutuhan Murid
Ibu Emy memulai pembelajaran dengan menggali minat dan harapan murid. Ia memberikan kebebasan bagi mereka dalam memilih tema, membuat pembelajaran lebih relevan dan menarik.
Kelas yang Demokratis
Ibu Emy menciptakan suasana kelas yang demokratis, di mana murid bebas berpendapat dan berpartisipasi. Hal ini mengaktifkan diskusi dan kerjasama dalam kelas.