Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Deinfluencer, Mengambil Langkah Mundur menuju Kebahagiaan yang Sesungguhnya

2 Juni 2023   14:44 Diperbarui: 2 Juni 2023   14:49 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam zaman digital yang terus berkembang, peran influencer semakin meroket dan menjadi profesi yang sangat populer. Mereka adalah individu yang memiliki pengaruh besar di media sosial dan mampu memengaruhi keputusan pembelian dan perilaku pengguna melalui konten yang mereka hasilkan.

Keberhasilan dan Tantangan Menjadi Seorang Influencer

The Challenges of Being an Influencer: Balancing Popularity and Mental Health - Studi dari Journal of Social Media Psychology yang mengulas tantangan dan tekanan yang dihadapi oleh para influencer serta dampaknya terhadap kesehatan mental menyebutkan bahwa menjadi seorang influencer bukanlah hal yang mudah. Salah satu tantangannya adalah menciptakan konten yang menarik, bermanfaat, dan berkualitas bagi para pengikutnya. Mereka harus selalu berinovasi dan kreatif dalam menciptakan konten yang unik agar dapat mempertahankan popularitas dan jumlah pengikut yang banyak.

Namun, menjadi seorang influencer juga memiliki manfaat dan keuntungan. Mereka dapat mendapatkan penghasilan yang substansial melalui endorse produk, kerjasama dengan merek-merek terkenal, dan iklan di media sosial. Selain itu, mereka juga bisa mendapatkan peluang-peluang menarik untuk bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan besar.

Fenomena Deinfluencer: Keputusan yang Tepat dan Positif

Namun, di balik keberhasilan dan popularitas tersebut, ada fenomena menarik yang dikenal sebagai "deinfluencer". Deinfluencer adalah individu yang memutuskan untuk menghentikan aktivitas sebagai influencer. Keputusan ini diambil atas berbagai alasan, seperti kelelahan, tekanan, atau kesadaran akan dampak negatif yang mungkin timbul dari aktivitas sebagai influencer.

Saya pribadi berpikir bahwa menjadi deinfluencer adalah hal yang sangat positif dan patut dihargai. Hal ini menunjukkan bahwa mereka peduli dengan kesehatan dan keseimbangan hidup mereka. Walaupun menjadi influencer dapat memberikan popularitas dan penghasilan, namun juga membawa tekanan dan dampak negatif terhadap kesehatan mental dan emosional seseorang.

Tantangan dan Tekanan dalam Aktivitas sebagai Influencer

Aktivitas sebagai influencer tidak hanya membutuhkan kreativitas dalam menciptakan konten yang menarik, tetapi juga menjaga interaksi dengan para pengikut, merespons komentar, dan mengelola citra pribadi mereka. Semua ini membutuhkan waktu dan usaha yang besar.

Tidak hanya itu, tekanan dari harapan para pengikut, perusahaan, dan merek juga dapat sangat membebani secara mental dan emosional. Para influencer sering kali harus menghadapi komentar negatif, pembullyan daring, dan penilaian yang tidak adil.

Dampak Negatif dan Kecanduan dalam Aktivitas sebagai Influencer

Pada tingkat yang lebih ekstrem, aktivitas sebagai influencer juga dapat menyebabkan kecanduan dan membuat seseorang kehilangan pandangan tentang tujuan hidup yang sebenarnya. Terlalu terfokus pada popularitas dan keuntungan materi dapat menyebabkan influencer melupakan hal-hal yang lebih penting dalam hidup, seperti kehidupan pribadi, keluarga, dan hubungan interpersonal yang sehat.

Selain itu, terus menerus terpapar media sosial dan memperbandingkan diri dengan influencer lain juga dapat menimbulkan perasaan tidak puas dan kurang percaya diri. Influencer seringkali merasa tertekan untuk selalu tampil sempurna dan mempertahankan citra yang terkonstruksi di dunia maya.

Keputusan Menjadi Deinfluencer sebagai Langkah Positif

Mengambil keputusan untuk menjadi deinfluencer adalah langkah yang patut dihargai. Hal ini menunjukkan bahwa individu tersebut mengutamakan kesehatan dan keseimbangan dalam hidup mereka. Memilih untuk menghentikan aktivitas sebagai influencer memungkinkan mereka untuk fokus pada kebutuhan pribadi dan mengurangi tekanan yang ada.

Sebagai masyarakat, kita perlu menghargai dan mendukung keputusan ini. Menyadari dampak negatif yang mungkin terjadi dalam industri ini adalah langkah pertama untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat di media sosial. Kita juga harus belajar untuk tidak hanya mengukur keberhasilan seseorang dari jumlah pengikut atau popularitas di media sosial, tetapi juga melihat kesejahteraan dan kebahagiaan mereka secara keseluruhan.


Dalam era digital yang terus berkembang, profesi sebagai influencer semakin populer. Namun, di balik popularitas dan keberhasilan tersebut, terdapat fenomena deinfluencer yang menarik perhatian. Keputusan untuk menghentikan aktivitas sebagai influencer adalah langkah positif dan patut diapresiasi.

Aktivitas sebagai influencer memiliki tantangan dan tekanan tersendiri. Dalam menciptakan konten yang menarik, menjaga popularitas, dan merespons interaksi dengan pengikut, influencer harus menghadapi tekanan dan pengaruh negatif terhadap kesehatan mental dan emosional mereka. Oleh karena itu, menjadi deinfluencer bisa menjadi keputusan yang tepat untuk memprioritaskan keseimbangan dan kesehatan pribadi.

Sebagai masyarakat, kita perlu menghargai dan mendukung keputusan ini. Kesejahteraan dan kebahagiaan individu harus ditempatkan di atas popularitas dan pengikut di media sosial. Dengan memahami fenomena deinfluencer, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih positif dan sehat di dunia digital.

Mengakhiri peran sebagai influencer bukan berarti kegagalan, tetapi merupakan langkah menuju perubahan yang lebih baik dalam hidup mereka. Menjaga kesehatan dan keseimbangan hidup harus selalu menjadi prioritas utama. Oleh karena itu, kita perlu mengapresiasi dan mendukung mereka yang memilih untuk menjadi deinfluencer.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun