Lembur begitulah saya selalu menyebutnya. Kata dalam bahasa Sunda yang artinya serupa dengan kampung halaman, tempat kita dilahirkan. Tapi, tempat dilahirkan tidak selalu berarti kampung, kan? Ada juga yang lahir di kota. Namun, saya memilih menggunakan kata lembur untuk menekankan bahwa saya berasal dan lahir dari sebuah dusun di pedesaan terpencil yang terletak tidak begitu jauh di bawah kaki gunung Tampomas."Â
Menuju ke sana, saya harus melewati jalur yang berbelok-belok dan menantang, dengan batu-batu koral yang sekonyong-konyong memaksa untuk terlepas dari aspal. Getaran yang kuat dari setiap batu yang dilalui mobil membuat saya menggigit bibir untuk menahan rasa tidak nyaman.
Jalanan jelek ini, selalu saja sukses melemparkan saya pada memori 27 tahun yang lalu. Saat saya harus numpang truk galian pasir agar bisa sampai di sebuah kecamatan yang terletak di kota Sumedang. Cimalaka, nama kecamatan tempat menimba ilmu dunia dan akhirat. Mengapa disebut dunia-akhirat? Karena, selain bersekolah di sekolah negeri milik pemerintah. Saya juga mondok di pesantren. Kedua titian tangga ini yang selalu saya ukir di relung kalbu yang dalam. Bahwa, dari sinilah semua mimpi itu saya mulai.
Namun, walaupun jalannya kasar, pemandangan di sekeliling sungguh menakjubkan. Kami melewati hutan-hutan, kebun pisang, dan rimbunan ilalang dan pepohonan yang hijau subur dan tebing-tebing curam yang menjulang tinggi. Di tengah perjalanan, kami berhenti sejenak untuk menikmati pemandangan yang spektakuler. Saya  merasa seperti berada dalam lukisan alam yang indah, tapi sedikit horor.
Setelah beberapa jam perjalanan yang panjang, akhirnya kami tiba di kampung halaman. Kampung itu terletak di antara perbukitan yang curam, dengan rumah-rumah yang dibangun secara tradisional dan hamparan kebun yang luas. Meskipun tampak terisolasi dari dunia modern, tempat ini memiliki keindahan dan ketenangan yang sulit ditemukan di kota besar.
Perjalanan menuju kampung halaman yang terpencil mungkin melelahkan, namun saya tidak akan pernah melupakannya. Rasanya seperti menjelajahi dunia yang berbeda, di mana alam masih asli dan tidak tersentuh oleh pembangunan modern. Dan itulah yang membuatnya sangat unik dan tak terlupakan.
Kampung halaman adalah akar kehidupan
Bagi sebagian orang, kampung halaman adalah tempat yang paling berharga dan dianggap sebagai akar dari kehidupan mereka. Di sinilah mereka dibesarkan dan menghabiskan masa kecil yang penuh dengan kenangan indah bersama keluarga dan teman-teman. Saya pun merasakan hal yang sama, di mana kampung halaman selalu menjadi tempat yang istimewa dan selalu membawa kenangan indah di hati.
Walaupun hidup membawa saya ke berbagai tempat, seperti merantau ke kota atau bahkan ke luar negeri, rasa kangen dan rindu akan kampung halaman selalu menghampiri. Bagi saya, kembali ke kampung halaman menjadi salah satu cara untuk merasakan kembali suasana kebersamaan dan ketenangan yang pernah terasa di masa lalu.
Alasan mengapa saya ingin kembali ke kampung halaman bisa bervariasi, tergantung pada pengalaman dan perjalanan hidup yang saya jalani. Saya merindukan suasana pedesaan yang asri dengan pemandangan alam yang masih alami seperti sawah, perbukitan, dan sungai. Selain itu, suasana kental dengan adat dan budaya serta kebersamaan masyarakat yang masih erat juga menjadi daya tarik tersendiri.
Bagi saya, kampung halaman juga diidentikkan dengan kebahagiaan dan kebebasan. Beberapa kenangan manis selama masa kecil seperti bermain bola di lapangan terbuka, berkumpul bersama teman-teman, dan makan bersama keluarga menjadi dorongan untuk kembali ke kampung halaman.
Dalam beberapa kasus, keinginan untuk kembali ke kampung halaman juga terkait dengan keinginan untuk memberikan kontribusi bagi masyarakat setempat. Saya sendiri berharap suatu saat dapat membuka usaha atau proyek sosial yang dapat memberikan manfaat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Dengan kembali ke kampung halaman, saya berharap dapat membantu mengembangkan potensi daerah dan memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar.
Selalu Rindu
Rindu akan kampung halaman merupakan perasaan yang selalu menyertai sebagian besar orang. Seperti bayangan yang tak pernah hilang, rindu selalu hadir dalam setiap langkah kehidupan. Meskipun jarak dan waktu merantau ke tempat yang baru semakin jauh dan lama, rindu akan kampung halaman selalu melekat erat dalam hati.
Tak heran, setiap kali teringat akan kampung halaman, hati ini selalu terenyuh. Keindahan alam yang hijau dan tenang, jauh dari keramaian kota, menjadi salah satu faktor yang memperkuat rindu. Sungai yang mengalir tenang di tengah pepohonan, gunung yang menjulang tinggi, serta sawah yang terhampar luas, semuanya menghadirkan ketenangan yang sulit terlupakan.
Namun, bukan hanya keindahan alamnya saja, kampung halaman juga diidentikkan dengan kenangan indah yang terukir dalam ingatan. Kenangan manis bersama keluarga dan teman-teman masa kecil, seperti bermain layang-layang di ladang, menangkap ikan di sungai, atau bermain petak umpet di kebun, selalu membawa kebahagiaan yang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata.
Lebih dari itu, rindu akan kampung halaman juga mencerminkan makna kedamaian dan kebersamaan. Kampung halaman selalu terasa hangat dan akrab, di mana semua orang saling kenal dan sapa, serta saling membantu dan mendukung satu sama lain. Terjalinlah sebuah kebersamaan yang sulit untuk ditemukan di tempat lain.
Dalam kehidupan modern yang semakin sibuk dan hiruk-pikuk, rindu akan kampung halaman menjadi pengingat akan arti sebenarnya dari kehidupan. Sebuah pengingat untuk selalu menghargai kebersamaan, kerja sama, dan keharmonisan, serta untuk selalu memperhatikan alam dan lingkungan sekitar.
Tidak ingin kembali tinggal disana
Memutuskan untuk tidak kembali menetap di kampung halaman bukanlah keputusan yang mudah. Ada begitu banyak faktor yang membuatku merasa cemas dan tak nyaman terhadap perubahan yang terjadi di sana.
Kampung halaman saya telah mengalami perubahan yang sangat drastis dalam beberapa tahun terakhir. Bangunan-bangunan modern telah menempati tanah yang dulunya hijau, alam semakin berkurang, dan globalisasi semakin mempengaruhi kehidupan masyarakat. Rasanya begitu menyedihkan dan membuat saya khawatir keindahan dan keaslian kampung halaman sedang dalam proses menghilang dengan cepat.
Namun, meskipun saya tidak ingin kembali menetap di kampung halaman, ada rasa keikatan yang masih terasa kuat. Saya merindukan keindahan alam yang masih tersisa dan kenangan indah yang pernah saya lewati di sana. Namun, akhirnya saya sadar bahwa waktu terus berjalan dan perubahan adalah hal yang tak bisa dihindari. Mungkin suatu saat saya akan kembali, namun untuk saat ini, saya masih belum siap untuk itu.
Sesekali pulang ke kampung halaman untuk merawat akar kehidupan
Melakukan silaturrahmi ke kampung halaman adalah cara yang tepat bagi saya untuk merawat akar kehidupan. Ketika berjalan di jalan-jalan kampung yang telah dikenal sejak kecil, aroma tanah dan suara burung-burung liar mengalun di telinga, membuat hati terasa tenang. Melihat hijaunya sawah yang membentang luas, tidak ada yang bisa menandingi rasa damai yang terpancar di dalam hati.
Bertemu dengan keluarga dan teman-teman lama, mengobrol, bercanda, atau menikmati jajanan khas kampung sembari menikmati terik matahari membuat silaturrahmi semakin berkesan. Selain itu, berkunjung ke rumah nenek atau pamanku yang masih memasak dengan tungku dan kayu bakar membuatku teringat akan nilai-nilai kearifan lokal yang harus dijaga.
Melihat perkembangan kampung yang semakin modern dan generasi muda yang bersemangat menjaga dan melestarikan budaya kampung, membuatku merasa lega. Namun, sebagai generasi muda, kita memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian kampung halaman. Dengan merawat akar kehidupan, menjaga nilai-nilai tradisional, dan memanfaatkan potensi alam dengan bijak, kita dapat membangun kampung yang lestari dan maju.
Silaturrahmi ke kampung halaman bukan sekadar liburan atau bertemu keluarga, melainkan juga tentang merawat dan mengembangkan akar kehidupan. Kita harus bangga dan bersyukur atas warisan budaya yang diberikan oleh nenek moyang kita dan berusaha melestarikannya untuk generasi selanjutnya. Karena kampung halaman adalah bagian tak terpisahkan dari identitas dan jati diri kita sebagai bangsa. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H