Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Tradisi Membangunkan Sahur di Sumedang, Inilah 3 Manfaatnya!

7 April 2023   04:21 Diperbarui: 7 April 2023   04:20 1543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bangunkan sahur (Tribunnews.com)

Pernahkah terbayang olehmu terbangun dari tidur dengan diiringi alunan musik dan suara nyanyian yang merdu? Di Sumedang, tradisi ini sudah menjadi kebiasaan yang tak terlepaskan dari masyarakat setempat. 

Tak hanya membangunkan untuk sahur, tradisi ini ternyata membawa manfaat yang tak terduga-duga. Maka, yuk simak 3 manfaat dari tradisi membangunkan sahur di Sumedang!

Pada pagi buta sekitar pukul tiga di kompleks perumahan, saya merasa biasanya sangat tenang. Semua orang terlelap, lagi enak-enaknya tidur, kami semua sedang berlayar di samudera impian. Namun, kali ini ada yang berbeda, terdengar suara kentongan dan rebana yang ditabuh dengan lembut. Suara itu diiringi oleh sholawat dan lirik yang berisi ungkapan untuk membangunkan sahur.

Sinar rembulan yang redup menerangi kompleks perumahan, dan sebagian besar rumah masih gelap. Namun, ada beberapa rumah yang sudah menyala lampunya dan terlihat ada aktivitas di dalamnya. Saya keluar rumah untuk memperbaiki tanaman di halaman depan rumah atau sekadar menghirup udara segar di malam yang sejuk.

Di beberapa sudut kompleks perumahan, terdapat kelompok-kelompok kecil orang yang berkumpul dan menabuh kentongan serta rebana dengan semangat. Mereka berteriak-teriak dan berjoget dengan suara yang riuh. Namun, kebanyakan orang masih tertidur pulas menikmati malamnya.

Saat suara kentongan dan rebana semakin keras, saya mulai bergerak untuk bersiap-siap untuk sahur. Saya menghidupkan kompor dan mempersiapkan makanan sahur. Beberapa orang bahkan sudah menyiapkan hidangan sahur dan menunggu waktu yang tepat untuk memakannya. 

Suasana di pagi buta tersebut terasa damai namun penuh semangat dan kegembiraan dengan adanya suara kentongan dan rebana yang efektif dalam membangunkan orang-orang agar siap untuk sahur.

Suara kentongan ingatkan saya akan masa lalu

Dahulu, sewaktu saya masih kecil, berusia sekitar 7 tahunan. Saat sahur, ibu selalu memasak menggunakan tungku yang dinyalakan kayu bakar. Ia akan mempersiapkan kayu bakar sejak malam sebelumnya agar bisa dipakai untuk memasak pada saat sahur tiba.

Saat waktu sahur tiba, ibu saya dengan hati-hati menyalakan api pada tungku. Ia memanfaatkan panci atau wajan yang sudah disiapkan untuk menghangatkan sejumlah nasi yang sudah dimasak sebelumnya di atas tungku.

Tidak hanya nasi, ibu saya juga memasak telur ayam yang digoreng dengan minyak goreng yang dipanaskan di atas tungku. Tak lupa, ia juga membuat sambal goang yang khas dengan bahan-bahan seperti terasi, cabai rawit, bawang putih, garam, dan air jeruk limau.

Dengan kecekatan, ibu saya menggoreng telur ayam hingga matang, memasak sambal goang yang gurih dan pedas, serta menyiapkan nasi yang hangat dan siap disantap. Seluruh sajian makanan tersebut kemudian disajikan di atas meja makan untuk dikonsumsi oleh seluruh anggota keluarga.

Meski memasak dengan tungku dan kayu bakar memerlukan sedikit usaha dan kesabaran ekstra, bagi ibu saya, memasak dengan cara tradisional ini memberikan rasa kepuasan tersendiri. Dan bagi kami, sajian makan sahur yang disiapkan dengan penuh kasih sayang dan ketelitian oleh ibu selalu terasa istimewa dan menghangatkan di hati.

Tradisi reak

Mengutip dari kapol.id dijelaskan bahwa, setiap hari pada bulan Ramadhan, para pemuda dari Dusun Cikeruh, Dusun Ciawi, dan Dusun Warungkalde Desa Cikeruh, membangunkan warga untuk persiapan sahur dengan cara keliling sambil menabuh dogdog dan beduk. Mereka melakukan aktivitas ini mulai dari pukul dua hingga setengah empat dini hari.

Selain di Desa Cikeruh, terdapat juga kegiatan serupa di Dusun Mekarasih dan Dusun Margalaksana, Desa Hegarmanah, Kecamatan Jatinangor. 

Seperti yang dilakukan oleh Seni Reak Kuda Lumping Tugu Mulya dan Seni Reak Kuda Lumping Sri Cahaya Tunggal. Mereka berkeliling di kampung dengan formasi penuh menggunakan sinden, terompet, gendang, beduk, kenong, goong, dan alat musik lainnya.

Moro sahur

Menurut ulasan dari liputan6.com, dikabarkan bahwa di Cipameungpeuk, Sumedang, Jawa Barat, terdapat tradisi yang disebut "moro sahur" atau berburu sahur. Tradisi ini bertujuan untuk membangunkan warga agar siap untuk sahur sekaligus menjaga keamanan kampung. 

Saat moro sahur dilakukan, warga menggunakan alat musik tradisional seperti tetabuhan dan nyanyian yang disebut seni beluk. Seni beluk adalah nyanyian khas masyarakat Sunda dengan teknik cengkok dan syair lagu berupa pantun. Mereka berkeliling kampung sambil memainkan alat musik kenong, gong, dan beduk untuk membangunkan warga. 

Meskipun kondisi geografis perkampungan Genteng Pacing yang berbukit-bukit dan keadaan yang gelap, warga tetap melaksanakan moro sahur untuk menjaga kelestarian seni beluk yang semakin langka.

3 Manfaat tradisi membangunkan sahur

Tradisi membangunkan sahur dengan menabuh alat musik dan bernyanyi, seperti yang dilakukan oleh masyarakat di beberapa daerah di Indonesia, memiliki beberapa manfaat.

Pertama, tradisi ini membantu membangunkan orang-orang yang sedang tidur dan memastikan mereka bangun tepat waktu untuk sahur. Dalam agama Islam, sahur dianggap sebagai waktu terakhir untuk makan sebelum memulai puasa seharian penuh. Oleh karena itu, tradisi ini membantu orang-orang untuk tidak melewatkan waktu sahur dan menjaga kesehatan tubuh selama berpuasa.

Kedua, tradisi membangunkan sahur dengan menabuh alat musik dan bernyanyi juga membantu mempererat hubungan sosial antarwarga. Kegiatan ini biasanya dilakukan bersama-sama oleh masyarakat setempat, sehingga memungkinkan mereka untuk saling mengenal dan berinteraksi dengan lebih baik.

Ketiga, tradisi ini juga membantu melestarikan budaya lokal, khususnya dalam hal seni musik dan nyanyian tradisional. Kegiatan membangunkan sahur dengan menabuh alat musik dan bernyanyi biasanya dilakukan dengan menggunakan alat musik dan jenis nyanyian khas daerah setempat. 

Oleh karena itu, tradisi ini membantu menjaga keberlangsungan budaya lokal dan mencegah hilangnya warisan budaya dari generasi ke generasi.

Tradisi membangunkan sahur adalah hiburan yang luar biasa

Ketika saya dibangunkan dengan alunan musik dan nyanyian membangunkan sahur, saya merasa terhibur dan merasa lebih semangat untuk memulai hari. Terlebih lagi, ketika nama kita disebut dalam lagu oleh si penyanyi yang membangunkan sahur tersebut. Wow membuat perasaan kita semakin bangga dan dihargai, ya.

Setelah bangun dari tidur, saya biasanya merasa lebih bersemangat dan bersemangat untuk mempersiapkan santap sahur saya. Saya akan menyiapkan makanan dengan hati-hati dan menikmati santap sahur sambil menggoyangkan kepala mengikuti irama beduk dan nyanyian.

Bila kamu penasaran, berikut adalah link dari lirik lagu saat membangunkan sahur yang dinyanyikan oleh grup anak-anak yang membangunkan sahur: 

youtube.com

tiktok.com/@.calon_.jenazah

Jadi, itulah 3 manfaat yang tak terduga dari tradisi membangunkan sahur di Sumedang. Selain membantu membangkitkan semangat untuk memulai ibadah puasa, tradisi ini juga bermanfaat bagi kesehatan dan kebersamaan di antara masyarakat. 

Jangan lewatkan kesempatan untuk merasakan sensasi terbangun dengan alunan musik dan nyanyian yang merdu serta menikmati sahur bersama keluarga dan komunitas setempat ketika kamu berkunjung ke Sumedang saat bulan puasa. 

Semoga artikel ini memberikan informasi yang bermanfaat dan selamat menjalankan ibadah puasa! *

#Samber thr

#Samber 2023 hari 7

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun