Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

10 Tradisi Masyarakat Sunda pada Bulan Ramadhan, Wajib Disimak Nih!

23 Maret 2023   05:24 Diperbarui: 23 Maret 2023   05:39 2787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berbuka puasa (Pexels.com/Rodnae Production)

Halo teman-teman! Bulan puasa sudah datang dan pasti ada banyak tradisi yang akan kita jumpai di sekitar kita. Kali ini, kita akan membahas tradisi-tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Sunda selama bulan puasa. Ternyata, terdapat banyak hal menarik yang bisa kita pelajari dari tradisi-tradisi tersebut. Yuk, jangan sampai ketinggalan informasi dengan membaca artikel ini sampai selesai ya!

Ada berbagai cara yang perlu diketahui oleh umat Muslim (Islam) dalam menyambut dan merayakan bulan suci Ramadhan, dengan tradisi yang berbeda-beda di setiap daerah. Seperti halnya di Jawa Barat, masyarakat Sunda terkenal dengan beragam budaya dan tradisi yang dimilikinya.

Berikut adalah 10 tradisi masyarakat Sunda saat menyambut bulan suci Ramadhan, saya rangkumkan dari berbagai sumber:

Ngadulag 

Siapa sih yang tidak kenal dengan tradisi yang satu ini? Ngadulag. Ya awalnya doi berasal dari tradisi masyarakat desa di Jawa Barat yang sederhana untuk menghidupkan suasana malam Ramadan. Namun, seiring berjalannya waktu, tradisi tersebut terus berkembang dan diadopsi untuk memeriahkan malam takbiran. 

Finally, ngadulag menjadi salah satu tradisi yang sangat populer di kalangan masyarakat Sunda saat bulan Ramadan tiba. Tradisi ini telah diwarisi secara turun-temurun dari nenek moyang mereka dan umumnya dilakukan untuk meramaikan suasana malam Ramadan dan malam takbiran. 

Ngadulag sendiri adalah kegiatan memainkan bedug dengan pola tertentu di masjid atau rumah warga. Di beberapa daerah, tradisi ngadulag juga diiringi dengan dentuman meriam karbit dari bambu dan bunyi kohkol. Selama berabad-abad, tradisi ngadulag terus berkembang dan menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Sunda di wilayah Jawa Barat dan sekitarnya.

Tradisi ini menjadi populer di beberapa wilayah di Jawa Barat seperti Cimenyan, Kabupaten Bandung, Sukabumi, dan sebagian wilayah Banten. Yang menarik, para penabuh yang kebanyakan adalah pemuda, akan memainkan bedug dengan pola tertentu yang sarat dengan pesan-pesan kebaikan.

Nyadran atau Nyekar 

Nyadran atau nadran adalah salah satu tradisi yang masih dilestarikan oleh masyarakat Jawa. Awalnya berasal dari bahasa Sanskerta "Sraddha" yang berarti keyakinan, tradisi Nyadran kemudian berkembang menjadi adat dan tradisi yang memuat berbagai macam seni budaya. 

Tradisi ini dilakukan pada bulan Ruwah atau bulan Sya'ban (Kalender Hijriyah) untuk mengucapkan rasa syukur secara kolektif dengan mengunjungi makam atau kuburan leluhur yang ada di suatu kelurahan atau desa. Tradisi Nyadran dimaksudkan sebagai sarana mendoakan leluhur yang telah meninggal dunia dan sebagai sarana melestrikan budaya gotong royong dalam masyarakat serta menjaga keharmonisan bertetangga melalui kegiatan kembul bujono (makan bersama). 

Kegiatan Nyadran terdiri dari beberapa tahapan, seperti besik (pembersihan makam leluhur), kirab (arak-arakan menuju tempat upacara adat), ujub (penjelasan maksud upacara oleh pemangku adat), doa bersama, dan kembul bujono (makan bersama). Nilai-nilai sosial budaya seperti gotong royong, pengorbanan, ekonomi, menjalin silaturahmi, dan saling berbagi antar masyarakat sangat kental dalam tradisi Nyadran. 

Di beberapa tempat, terdapat pengembangan dalam prosesi pelaksanaan, yakni dengan menampilkan kesenian khas daerah tersebut sebagai unsur pertunjukan. Nyadran menjadi salah satu tradisi yang dijalankan menjelang datangnya bulan Ramadan.  pembersihan makam dan mengirimkan doa, yang merupakan tradisi dari para leluhur Sunda atau Jawa pada umumnya. Biasanya masyarakat ziarah ke makam menjelang bulan suci Ramadhan dan juga pada saat lebaran Idul Fitri.

Kuramasan 

Dikutip dari goodnewsfromindonesia.com, dijelaskan bahwa kuramasan merupakan tradisi pembersihan dan penyucian diri secara lahir dan batin dalam menyambut bulan suci Ramadhan. 

Arti dari kata "kuramas" dalam bahasa Sunda adalah "keramas" atau mencuci rambut. Meskipun keramas merupakan hal yang dilakukan sehari-hari, tradisi kuramasan telah turun-temurun dilakukan menjelang Ramadan.

Kuramasan tidak hanya sekadar membersihkan rambut, namun juga diartikan sebagai mandi besar atau mandi taubat untuk membersihkan diri secara keseluruhan dan bersiap untuk memasuki bulan suci.

Biasanya, kuramasan dilakukan sehari sebelum Ramadan dimulai. Pada zaman dulu, kuramasan dilakukan secara beramai-ramai di aliran sungai. Namun, saat ini kuramasan dilakukan mandiri di rumah masing-masing mengingat tidak semua orang memiliki akses ke sungai yang bersih di dekat tempat tinggal mereka.

Munggahan 

Tradisi yang tidak asing bagi masyarakat Sunda, sebagai harapan perubahan dalam hal kebaikan selama bulan suci Ramadhan. 

Dilansir dari wikipedia, munggahan adalah sebuah tradisi masyarakat Islam suku Sunda untuk menyambut bulan Ramadhan yang dilakukan pada akhir bulan Sya'ban, biasanya satu atau dua hari sebelum bulan Ramadhan tiba. Pelaksanaannya bervariasi, tetapi umumnya dilakukan dengan berkumpul bersama keluarga dan kerabat, mengadakan makan bersama (botram), saling memaafkan, dan berdoa bersama. Beberapa orang juga mengunjungi tempat wisata bersama keluarga, berziarah ke makam orang tua atau orang saleh, atau mengamalkan sedekah munggah (sedekah pada hari menjelang bulan puasa).

Kata "Munggahan" berasal dari Bahasa Sunda "unggah" yang berarti naik, yang bermakna naik ke bulan yang suci atau tinggi derajatnya. Tradisi Munggahan dimaksudkan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah, untuk membersihkan diri dari hal-hal yang buruk selama setahun sebelumnya, dan agar terhindar dari perbuatan yang tidak baik selama menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan.

Papajar 

Tradisi melakukan rekreasi bersama keluarga maupun kerabat menjelang datangnya bulan suci Ramadhan. Dikutip dari detik.com, bahwa masyarakat muslim Sunda di daerah Sukabumi dan Cianjur memiliki tradisi yang unik dalam menyambut bulan Ramadan yang dinamakan Papajar. Tradisi ini konon sudah ada sejak abad ke-16 dan berasal dari kata "mapag pajar" yang artinya fajar. 

Dalam bahasa Sunda, istilah Papajar digunakan untuk menyambut kemunculan sesuatu seperti srangenge ti langit, tangara raja papajar, dan sebagainya. Jika fajar identik dengan terbitnya matahari, maka Papajar digunakan sebagai sambutan untuk terbitnya bulan Ramadan. Biasanya kegiatan Papajar diisi dengan rekreasi dan makan-makan selama seminggu sebelum memulai berpuasa.

Misalin 

Tradisi menggantikan yang tidak baik dengan yang lebih baik, dengan beberapa rangkaian yang dilakukan untuk memenuhi Ritual Misalin. 

Menurut informasi yang dilansir oleh warisanbudaya.kemdikbud.go.id, Latif Wijaya atau yang lebih dikenal sebagai Abah Latif, selaku juru kunci makam keramat dan sesepuh di desa tersebut, menjelaskan bahwa ritual adat Misalin memiliki arti secara harfiah melakukan pergantian baju menuju kesejahteraan hidup lahir batin.

Asal usul tradisi ini berasal dari kata "Mi" yang berarti melakukan dan "Salin" yang berarti berganti pakaian. Karena itu, tradisi tahunan ini telah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat di wilayah tersebut untuk menyalin jiwa mereka dan menyambut bulan Ramadan.

Dalam tradisi ini, masyarakat bergotong-royong membersihkan makam leluhur sambil berdoa di tempat tersebut untuk membersihkan diri mereka dan menyambut bulan Ramadan dengan penuh suci.

Ngubek Setu 

Tradisi menangkap ikan secara massal alias bersama-sama (beramai-ramai) yang kerap dilakukan masyarakat Sunda di kolam atau setu. Mengutip dari Antaranews.com, bahwa warga Kota Bogor, Jawa Barat, memiliki tradisi istimewa dalam menyambut bulan suci Ramadhan dengan cara Ngubek Situ atau menguras isi Situ Gede yang terletak di kawasan Hutan CIFOR. 

Ngubek Situ telah menjadi pesta rakyat yang diadakan dalam rangka Mapang Munggah atau menyambut datangnya bulan Ramadhan dan Hari Jadi Bogor (HJB) yang tahun ini berusia 535 tahun. Awalnya, warga Situ Gede mengambil ikan untuk makan sahur pada hari pertama puasa. Namun, seiring berjalannya waktu, karena bulan puasa bertepatan dengan HJB, maka tradisi tahunan ini juga dikaitkan dengan HJB," ujar Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Situ Gede, Eman Sulaiman. 

Ngabuburit 

Tradisi bersantai sambil menunggu waktu berbuka puasa di bulan suci Ramadhan, juga biasanya menjadi waktu berburu takjil atau santapan untuk berbuka puasa. Hawe Setiawan, Ketua Lembaga Budaya Sunda (LBS) di Universitas Pasundan, menyatakan bahwa ngabuburit berasal dari kata dasar "burit" yang berarti sore atau petang. 

Ngabuburit merujuk pada kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu sambil menunggu sore tiba. Menurut Hawe, kegiatan ngabuburit sekarang semakin berkembang dan beragam dibandingkan dengan awal kemunculannya. 

Di masa lalu, anak-anak mengisi kegiatan ngabuburit dengan bermain permainan tradisional Jawa Barat seperti bebeledugan atau meriam bambu. Saat ini, kegiatan ngabuburit disesuaikan dengan kebudayaan daerah masing-masing, dengan fokus pada kegiatan yang lebih kreatif dan bermakna, tidak hanya untuk mengisi waktu, tetapi juga untuk merenungkan makna Ramadan. 

Ngalap Berkah

Kata "ngalap" berasal dari bahasa Sunda yang artinya mencari, dan "berkah" berarti keberuntungan atau anugerah dari Tuhan. Tradisi ini dilakukan dengan cara mengunjungi rumah tetangga dan kerabat untuk meminta doa restu dan keberkahan. Ketika berkunjung, biasanya orang akan membawa oleh-oleh seperti makanan atau bingkisan lainnya sebagai tanda rasa syukur atas kesempatan untuk berbuka puasa bersama.

Mawakeun 

Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Sunda selama bulan Ramadan dengan menggunakan rantang. Rantang adalah wadah yang terbuat dari stainles atau plastik. Pada jaman dahulu rantang biasa dibuat dari anyaman rotan yang digunakan untuk membawa makanan saat bepergian. Tradisi Mawakeun dilakukan pada siang hari menjelang waktu buka, di mana seseorang membawa rantang yang berisi makanan untuk dibagikan kepada tetangga dan kerabat yang kurang mampu. 

Hal ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian sosial dan juga untuk memperoleh pahala di bulan suci Ramadan. Orang yang memberikan makanan akan mendoakan mereka yang menerima untuk selalu diberikan kesehatan, kebahagiaan, dan kelancaran rezeki dalam tradisi Mawakeun.

Itulah rangkuman mengenai 10 tradisi masyarakat Sunda yang dilakukan selama Ramadan. Kita tahu bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan tradisi yang kaya, termasuk tradisi Ramadan yang dilakukan oleh masyarakat Sunda. Meskipun tradisi ini mulai meredup seiring perkembangan zaman, tetapi keunikan dan keistimewaannya masih dapat dirasakan. Semoga artikel ini dapat menambah pengetahuan dan kecintaan kita terhadap budaya dan tradisi Indonesia. Terima kasih telah membaca! *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun