Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Waspada! Bahaya Hujan Mikroplastik di Indonesia

16 Maret 2023   15:44 Diperbarui: 16 Maret 2023   15:48 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hujan mikroplastik (Pexels.com/Kaique Rocha)

Apa kabar Kompasianer hebat? Apakah di daerah kalian hari ini sedang turun hujan? Hujan memang selalu menyenangkan, ya. Apalagi bagi warga kota besar yang kebanyakan dihiasi gedung-gedung tinggi. Namun, tahukah kamu bahwa hujan yang turun belakangan ini tidak semanis yang kamu bayangkan? 

Mulai saat ini, sepertinya kita harus mulai waspada ya dengan air hujan. Karena, ternyata hujan sekarang bukan lagi air hujan biasa. Tapi,  hujan yang mengandung mikroplastik. Kondisi ini makin merajalela saja di Indonesia dan sangat berbahaya, lho. Karena, partikel-partikel plastik yang terkandung di dalam air hujan dapat masuk ke dalam tubuh kita dan berdampak buruk pada kesehatan. Yuk, simak informasi lengkapnya di artikel ini.

Hujan sekarang, bukan hujan yang dahulu

Saya kadang merasa heran mungkin kamu juga, dengan kondisi hujan saat ini. Acapkali setelah kehujanan ada saja efek yang terasa pada tubuh kita. Entah itu,  badan jadi meriang, gatal-gatal, dan sakit pada persendian. Padahal, menurut orang tua jaman dulu, hujan itu bisa menyembuhkan penyakit, lho. Ada apa ya dengan hujan kita saat ini?

Kondisi hujan dewasa ini memang sedikit berbeda dengan zaman dahulu. Penyebabnya adalah perubahan iklim yang memengaruhi pola curah hujan. Hujan yang turun kini lebih bersifat asam karena terkontaminasi oleh polutan seperti sulfur dioksida dan nitrogen oksida dari aktivitas manusia, seperti kendaraan bermotor dan industri.

Polutan tersebut dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan saluran pernapasan manusia, khususnya jika kita terpapar dalam jangka waktu yang lama dan berkelanjutan. Selain itu, hujan juga dapat membawa partikel-partikel mikroplastik yang mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia.

Namun, hujan masih memiliki manfaat sebagai sumber air yang sangat penting bagi kehidupan. Hanya saja, kita harus lebih berhati-hati dalam menghadapi hujan saat ini dengan menggunakan perlindungan seperti payung atau jas hujan, serta menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh setelah terkena hujan.

Pencemaran mikroplastik ditemukan dalam air hujan

Dikutip dari news.uad.ac.id diperoleh keterangan bahwa Tim peneliti terus menemukan adanya pencemaran mikroplastik di lingkungan sekitar. Kali ini, mikroplastik telah ditemukan pada air hujan yang turun di jalan raya di pusat kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang sangat membahayakan kesehatan masyarakat Yogyakarta yang masih banyak mengandalkan air hujan untuk keperluan sehari-hari.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tim PKM-RE Program Studi Biologi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) yang terdiri dari Safa Auli Zahra, Maydiana Ayu Andini, dan Almaida Khansa Gunawan, serta didampingi oleh Inggita Utami, M.Sc., mikroplastik telah terdeteksi pada jalan raya sepanjang garis imajiner atau sumbu khayal yang membentang dari Kabupaten Bantul, Kota Yogyakarta, hingga Kabupaten Sleman.

Kandungan mikroplastik tertinggi ditemukan pada sampel air hujan di sekitar Monumen Tugu Yogyakarta, yaitu sebanyak 393 partikel per liter, diikuti oleh sampel yang diambil di depan Pasar Bantul dengan jumlah 350 partikel per liter, dan di Jalan Kaliurang kilometer 14 dengan jumlah sekitar 322 partikel per liter.

Kandungan mikroplastik yang sangat mencemaskan ini dikaitkan dengan kepadatan kendaraan bermotor yang melewati jalan raya di pusat kota dan kabupaten di Provinsi DIY. Penelitian dari University of Hamburg, Jerman, menunjukkan bahwa abrasi ban kendaraan bermotor menjadi salah satu sumber utama mikroplastik di atmosfer.

Temuan tersebut juga sesuai dengan karakteristik mikroplastik yang banyak ditemukan pada sampel air hujan di Yogyakarta, yang berbentuk fiber atau serat, berwarna hitam, berukuran 101 hingga 500 mikrometer, dan terbuat dari polimer polipropilena yang digunakan untuk membuat ban kendaraan.

Selain itu, sumber mikroplastik berupa serat di atmosfer juga dapat berasal dari limbah tekstil yang terlepas melalui udara. Industri tekstil yang banyak menggunakan serat sintetis dapat melepaskan partikel mikrofiber ke atmosfer dan terbang ke kawasan dengan jarak puluhan hingga ratusan kilometer.

Polimer sintetis berbentuk serat tersebut juga dapat ikut terbawa air hujan dan mencemari sumber air tawar di area Yogyakarta. Hasil penelitian dari laboratorium ekologi dan sistematika UAD menunjukkan bahwa mikroplastik berbentuk serat mendominasi Sungai Progo yang melintasi Kabupaten Sleman, Bantul, hingga bermuara di Samudra Hindia.

Warga dan masyarakat di sekitar wilayah Yogyakarta yang masih menggunakan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari diharapkan lebih waspada. Partikel mikroplastik berukuran 1 hingga 5.000 mikrometer harus disaring dengan filter mikroskopis.

Definisi mikroplastik, asal, jenis, bahaya dan sejarahnya

Saya pernah membaca sebuah jurnal ilmu lingkungan dengan judul Mikroplastik: Sumber, Dampak, dan Upaya Pengelolaannya, yang ditulis oleh Riani, E., Adiputra, Y. D., & Fitriani, L.  Dijelaskan dalam jurnal tersebut, bahwa Mikroplastik  adalah partikel kecil atau fragmen plastik dengan ukuran kurang dari 5 milimeter. Partikel plastik tersebut bisa berasal dari berbagai sumber, seperti limbah plastik yang tidak terkelola dengan baik, busa plastik, kosmetik, dan lainnya.

Terdapat dua jenis mikroplastik, yaitu primer dan sekunder. Mikroplastik primer terbentuk dari bahan plastik murni, sedangkan mikroplastik sekunder terbentuk dari degradasi plastik yang telah ada. Mikroplastik sekunder lebih banyak ditemukan di lingkungan, termasuk di laut.

Bahaya dari mikroplastik sangat serius dan beragam. Pertama, partikel-partikel mikroplastik bisa mencemari air, tanah, dan udara dan mempengaruhi kehidupan makhluk hidup di lingkungan tersebut. Selain itu, mikroplastik juga bisa masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman yang dikonsumsi. Partikel plastik tersebut bisa merusak organ tubuh dan memicu penyakit seperti kanker, gangguan sistem kekebalan tubuh, dan gangguan hormonal.

Sejarah mikroplastik dimulai pada tahun 1960-an ketika produk plastik mulai diproduksi massal. Namun, mikroplastik baru menjadi perhatian utama pada awal tahun 2000-an ketika penelitian pertama tentang mikroplastik di laut dilakukan. Pada saat itu, para peneliti menemukan bahwa mikroplastik telah menyebar ke seluruh dunia dan masuk ke dalam rantai makanan laut.

Karena itu, sangat penting untuk mengurangi penggunaan plastik dan membuangnya dengan cara yang tepat agar dapat meminimalkan dampak mikroplastik pada lingkungan dan kesehatan manusia.

Apa yang harus dilakukan?

Hujan yang terjadi di Indonesia saat ini memiliki potensi membawa bahaya mikroplastik yang berdampak buruk pada lingkungan dan kesehatan manusia. Namun, kita jangan panik dulu, ya. Karena, selalu ada seribu solusi untuk satu masalah yang datang bertandang. Dari jurnal lingkungan yang ditulis oleh Riani dan Fitriani terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menanggulangi bahaya hujan mikroplastik:

1. Mengurangi penggunaan plastik dengan memilih bahan alternatif yang ramah lingkungan seperti kantong belanja reusable, botol minum kaca atau stainless steel, dan lainnya.

2. Membuang sampah pada tempatnya dan memastikan bahwa limbah plastik didaur ulang dengan baik. Hal ini akan mengurangi jumlah limbah plastik yang mencemari lingkungan dan berpotensi menjadi mikroplastik.

3. Menerapkan sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan dan terintegrasi. Dengan adanya sistem yang baik, sampah dapat diolah dengan baik sehingga tidak mencemari lingkungan.

4. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya mikroplastik dan pentingnya menjaga lingkungan. Hal ini dapat dilakukan melalui kampanye edukasi dan sosialisasi tentang bahaya mikroplastik, baik di media sosial maupun melalui kegiatan langsung seperti seminar dan diskusi.

5. Mendukung inovasi dan teknologi ramah lingkungan yang dapat mengurangi jumlah plastik dan mengatasi permasalahan sampah. Contohnya, teknologi daur ulang plastik atau penggunaan bahan alternatif yang dapat terurai secara alami.

Dengan mengambil langkah-langkah tersebut, diharapkan dapat menanggulangi bahaya hujan mikroplastik di Indonesia. Hal ini butuh sosialisasi dan penanganan yang serius dari masyarakat dan pemerintah. Sebagai sebuah upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan serta kesehatan manusia. Kita harus selalu yakin, setiap masalah selalu memiliki solusi, namun terkadang kita butuh waktu dan usaha untuk menjalankannya. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun