Selain itu, tampil beda juga bisa membantu perempuan menemukan potensi diri yang belum terungkap dan mengembangkan kemampuan-kemampuan baru. Namun, dalam proses tampil beda, perempuan sering dihadapkan pada tiga peribahasa yang menghambat mereka untuk mengeksplorasi diri.Â
Apa saja tiga peribahasa tersebut?Â
Peribahasa seringkali dijadikan acuan oleh masyarakat sunda dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tidak sedikit peribahasa yang dapat menjadi penghambat bagi perempuan untuk berani tampil beda dan mengejar impian mereka.Â
Terdapat tiga peribahasa sunda yang seringkali digunakan dalam konteks peran dan hak perempuan, yang sayangnya dapat mempersempit pandangan dan membatasi kebebasan perempuan dalam mengejar apa yang diinginkan.
1. Awewe dulang tinande hartina awewe nurutkeun kahayang salaki. Artinya istri menuruti keinginan suami.
Peribahasa ini secara tidak langsung mengajarkan bahwa istri harus patuh pada keinginan suami. Hal ini menunjukkan adanya ketidaksetaraan gender dalam keluarga, di mana suami dianggap sebagai pemimpin yang harus diikuti oleh istri tanpa ada ruang untuk berbicara atau mempertahankan pendapatnya.
2. Awewe mah tara cari ka Batawi hartina awewe mah tara nyiar kipayah. Artinya istri tidak pernah mencari nafkah. (Jaman sekarang banyak wanita karir yang mencari nafkah buat keluarga). Bunyi peribahasa ini mengandung makna bahwa tugas mencari nafkah adalah tanggung jawab suami. Pandangan ini memperkuat pemikiran bahwa perempuan tidak seharusnya bekerja di luar rumah dan tidak perlu mencari nafkah, sehingga mereka lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan terbatas dalam pilihan karir.Â
3. Babon kapurba ku jago nyaeta awewe kudu nurut ka salaki. Artinya istri harus nurut pada suami.
Peribahasa di atas secara gamblang menjelaskan bahwa istri wajib menuruti suami. Dalam pandangan tersebut, suami dianggap sebagai kepala keluarga yang dihormati dan diikuti oleh istri, dan tidak ada ruang bagi istri untuk mempertanyakan atau menentang keputusan suami.
Momentum Internasional Women Days
Hari Perempuan Internasional diperingati setiap tahun pada tanggal 8 Maret sebagai momen untuk menghargai perjuangan perempuan dalam mencapai kesetaraan gender dan hak-hak perempuan. Hari ini juga menjadi kesempatan untuk mempromosikan kesetaraan gender dan mengakui kontribusi perempuan di seluruh dunia.Â
Peringatan ini pertama kali dilakukan pada tahun 1911 dan sejak saat itu telah menjadi momentum penting untuk memperjuangkan hak-hak perempuan serta menyoroti isu-isu yang masih dihadapi oleh perempuan, seperti kesenjangan upah dan kesulitan akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan.Â
Setiap tahunnya, tema Hari Perempuan Internasional selalu berubah dan meliputi isu-isu seperti kekerasan terhadap perempuan, diskriminasi di tempat kerja, serta kesetaraan gender dan hak-hak perempuan di seluruh dunia. Peringatan ini juga menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk menghargai peran perempuan dalam pembangunan dan memperjuangkan kesetaraan gender di berbagai sektor kehidupan.