Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Belajar 'Galak' dari Ibu Parida pada Novel 'Para Priyayi" Karya Umar Kayam

14 Februari 2023   19:27 Diperbarui: 14 Februari 2023   19:32 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sikap lembut seorang perempuan kadang dimanfaatkan

Seorang ibu yang lemah lembut dan patuh pada suaminya seringkali dianggap sebagai seorang istri yang baik. Namun, tidak jarang kelemahan tersebut dimanfaatkan oleh suami untuk memperlakukan istri dengan tidak adil.

Salah satu contohnya adalah ibu Maryam. Ia adalah seorang istri yang lemah lembut dan selalu berusaha menuruti keinginan suaminya, Andri. Maryam memasak makanan kesukaan keluarga, mencuci pakaian, dan merawat anak-anak mereka dengan penuh kasih sayang.

Namun, Andri seringkali memperlakukan Maryam dengan kasar dan tidak menghargai segala perhatian dan pengorbanannya. Ia sering mengkritik masakan Maryam dan memaksa Maryam untuk melakukan hal-hal yang tidak ia sukai. Maryam merasa tidak memiliki kekuatan untuk melawan dan terus saja menerima perlakuan suaminya.

Suatu hari, Maryam mengetahui bahwa Andri memiliki wanita lain di luar nikah. Perasaannya hancur dan ia merasa sangat tersakiti. Namun, ia tidak berani untuk menghadapi atau bahkan untuk mempertanyakan tentang hubungan Andri dengan wanita tersebut.

Situasi semakin buruk ketika Andri mulai mengabaikan Maryam dan anak-anak mereka. Maryam merasa sangat kesepian dan terpuruk. Ia merasa bahwa ia tidak memiliki pilihan selain menerima perlakuan suaminya. Namun, suatu saat, Maryam menyadari bahwa ia harus berjuang untuk kebahagiaannya dan kebahagiaan anak-anaknya.

Ia memutuskan untuk meminta bantuan dari orang lain, mencari dukungan dari keluarga dan teman-teman. Maryam juga belajar untuk menjadi lebih kuat dan mandiri. Ia memulai usaha kecil-kecilan untuk membantu suami dalam menghidupi keluarga mereka.

Meskipun masih sering merasakan perlakuan kasar dari suaminya, Maryam mulai merasa lebih percaya diri dan memilih untuk mengambil kontrol atas hidupnya sendiri. Ia belajar bahwa kelemahan dan ketergantungan tidak selalu membuat seseorang bahagia, dan bahwa menjadi kuat dan mandiri adalah kunci untuk meraih kebahagiaan dan kebebasan.

Apakah perempuan harus galak?

Galak adalah sifat atau sikap yang menunjukkan ketegasan, kekuatan, dan ketegasan dalam bertindak atau berbicara. Seseorang yang galak biasanya terlihat tegas dan tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain. Namun, galak juga dapat berarti bersikap kasar, kasar, atau memaksakan kehendak kepada orang lain. Oleh karena itu, penting untuk memahami konteks dan situasi yang tepat sebelum menunjukkan sifat galak kepada orang lain.

Perempuan yang galak dan tegas dalam kehidupan rumah tangga mungkin terkesan menakutkan bagi beberapa orang, tetapi nyatanya bisa sangat disayang suaminya. Ketegasan dan kemandirian seorang istri dapat membangun rasa saling percaya dan hormat dalam hubungan, sehingga menghasilkan rumah tangga yang harmonis dan bahagia. Istri yang galak dan tegas juga mampu mengambil keputusan dengan cepat dan tepat, sehingga mempercepat proses penyelesaian masalah dalam keluarga. Namun, tetap perlu diingat bahwa sikap yang terlalu kasar dan agresif juga dapat merusak hubungan, oleh karena itu penting untuk menemukan keseimbangan yang tepat dalam kehidupan rumah tangga.

Belajar 'Galak' dari Ibu Parida pada Novel Para Priyayi 

"Para Priyayi" adalah sebuah novel karya Umar Kayam yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1974. Novel ini menceritakan tentang kehidupan seorang ibu bernama Ibu Parida dan keluarganya yang tinggal di Yogyakarta pada masa awal kemerdekaan Indonesia.

Ibu Parida adalah seorang janda yang telah kehilangan suaminya dalam Perang Kemerdekaan. Ia tinggal bersama empat anaknya dan ayah mertuanya di sebuah rumah kecil yang berada di dekat Keraton Yogyakarta. Meskipun hidup dalam kesulitan ekonomi, Ibu Parida dan keluarganya tetap menjunjung tinggi adat istiadat Jawa dan merasa terhormat sebagai para priyayi atau golongan bangsawan.

Namun, kehidupan mereka menjadi semakin sulit ketika terjadi perubahan sosial dan politik di Yogyakarta setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Keluarga Ibu Parida mulai merasakan tekanan dari pihak militer dan gerakan komunis yang bergejolak di Yogyakarta. Meskipun demikian, Ibu Parida dan keluarganya tetap berusaha untuk bertahan dan tidak kehilangan harga diri sebagai seorang priyayi.

Dalam novel ini, Umar Kayam menggambarkan dengan indah kehidupan masyarakat priyayi yang sarat dengan nilai-nilai kebudayaan Jawa. Ia juga menunjukkan bagaimana perubahan sosial dan politik dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat kecil di pedesaan. Novel "Para Priyayi" merupakan karya sastra Indonesia yang penting dan diakui secara luas sebagai salah satu karya sastra terbaik di Indonesia.

Berikut adalah beberapa hal yang bisa kita pelajari dari Ibu Parida, bagaimana seorang perempuan harus bersikap, agar jangan diremehkan.

1. Katakan dengan tegas apa yang diinginkan

"Mertua: Ini buah tangan untukmu, Parida.
Ibu Parida: Terima kasih, Mbah. Apa itu?
Mertua: Tenun ikat dari Bali. Kusam, kubeli di pasar pagi tadi.
Ibu Parida: Wah, cantik sekali. Terima kasih, Mbah.
Mertua: Baiklah, Parida. Kau bisa kembali ke kamarmu sekarang. Lain kali kau tidak perlu ikut campur dalam urusan orang dewasa.
Ibu Parida: (dengan suara tegas) Maaf, Mbah. Saya hanya ingin membantu. Saya tidak bermaksud ikut campur.
Mertua: Hah, ingin membantu? Tidak perlu, kami tidak butuh bantuanmu. Apalagi kau ini hanya menantu, bukan anak kandung.
Ibu Parida: (dengan suara lebih tegas lagi) Saya tahu bahwa saya hanya menantu, Mbah. Namun, saya masih ingin membantu suami dan keluarga. Jangan salahkan saya karena ingin membantu."

Dalam dialog ini, Ibu Parida menunjukkan ketegasannya dan ketidakpatuhannya terhadap norma-norma patriarki yang mengharuskan seorang menantu untuk hanya tunduk dan patuh pada suami dan keluarga suami. Ia tetap ingin membantu dan memiliki kontribusi dalam keluarga, meskipun tidak diharapkan atau diinginkan oleh mertuanya. Ibu Parida dengan tegas menegaskan bahwa ia tetap ingin berperan aktif dalam keluarga meskipun hanya sebagai menantu, dan menunjukkan bahwa ia adalah seorang perempuan yang kuat dan mandiri.

2. Ucapkan dengan tegas bagaimana posisi kita bagi suami

"Saya bukan perempuan lemah yang hanya bisa diatur dan diperintah seperti hewan peliharaan. Saya adalah ibu dari anak-anakmu dan istri dari suamimu. Saya punya hak untuk diperlakukan dengan hormat dan martabat yang pantas. Jangan pernah mengira bahwa kamu bisa menginjak-injak hak-hak saya, karena saya akan melawan dengan gigih sampai akhir."

Dialog ibu Parida kepada suaminya yang menyatakan keberaniannya dan hak-haknya sebagai perempuan menunjukkan bahwa ia adalah seorang perempuan yang kuat dan teguh dalam prinsip-prinsipnya. Ia menuntut hak dan martabat yang pantas, menolak untuk diatur dan diperintah seperti hewan peliharaan, serta siap melawan dengan gigih jika hak-haknya dirampas. Dialog tersebut menggambarkan pentingnya penghargaan terhadap martabat dan hak-hak perempuan dalam sebuah hubungan pernikahan, serta bahwa perempuan juga memiliki kekuatan untuk membela hak dan kepentingannya.

3. Jelaskan dengan tegas kedudukan kita bagi anak-anak

"Kalian adalah anak-anakku, dan saya akan selalu mencintai kalian. Tapi itu tidak berarti kalian bisa berbuat seenaknya tanpa batasan. Saya adalah ibumu dan saya punya kewajiban untuk mengajari kalian nilai-nilai yang benar dan memberikan arahan yang tepat. Jangan pernah lupa bahwa saya adalah ibu yang tegas, dan jika kalian melanggar aturan yang sudah saya tetapkan, maka kalian harus siap menerima konsekuensinya."

Dialog ibu Parida kepada anak-anaknya menggambarkan ketegasannya sebagai seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya agar menjadi pribadi yang baik dan bertanggung jawab. Ia mengajarkan nilai-nilai yang benar dan memberikan arahan yang tepat, serta menegaskan bahwa ada batasan yang harus dihormati dan apabila batasan tersebut dilanggar, harus siap menerima konsekuensinya. Dialog tersebut menunjukkan pentingnya mendidik anak-anak dengan benar, memperkuat tanggung jawab dan akuntabilitas mereka, serta menumbuhkan rasa hormat terhadap orang tua dan nilai-nilai yang baik. 

Tegas tidak harus galak

Secara keseluruhan, kisah ibu Parida memberikan pelajaran berharga tentang keberanian dan kekuatan perempuan dalam menghadapi perubahan sosial yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Sebagai seorang ibu dan istri, ibu Parida memegang teguh nilai-nilai kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyangnya, namun ia juga mampu beradaptasi dan berperan aktif dalam keluarganya, serta membela hak-haknya sebagai seorang perempuan. Meskipun dalam beberapa kasus, karakter galak tidak selalu menjadi solusi, namun sikap tegas dan berani seperti ibu Parida dapat menjadi inspirasi bagi perempuan lain untuk berdiri teguh pada prinsip-prinsipnya dan memperjuangkan hak dan martabat mereka. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun