Hasil resume atau review yang menarik tersebut dapat kita upload di media sosial. Selain itu, kita juga dapat menghasilkan karya baru dari buku yang telah kita baca. Banyak kok jenis tulisan yang dapat kita pilih untuk menuangkan gagasan kita terkait buku tersebut. Kita bisa menuliskannya dalam bentuk artikel, puisi, atau cerita pendek.
4. Buatlah agenda atau jadwal membeli buku
Buatlah agenda atau jadwal yang jelas terkait pembelian buku. Agar aman juga untuk keuangan kita. Karena, tidak etis juga kalau kita terlalu offer dalam membeli buku. Hingga untuk kehidupan sehari-hari kita keteteran. Agenda ini akan mengerem nafsu kita untuk belanja buku.Â
Ingatlah kata pepetah, Tidak ada faedah yang baik pada suatu hal yang berlebihan, meskipun hal tersebut bernilai kebaikan. Agenda atau jadwal akan menyeimbangkan kehidupan kita. Bahwa, di dalam hidup ini, kita harus memiliki skala prioritas. Jika kita pada bulan ini sedang membutuhkan banyak referensi dari buku. Umpama, saat sedang menyelesaikan skripsi, tesis, penelitian, dan lain-lain. Mungkin tidak apa-apa, jika pengeluaran untuk membeli buku agak membengkak.Â
5. Sumbangkan buku atau jual kembali
Jika buku di lemari dan rak di rumah kita sudah overload. Maka, mau tidak mau kita harus menerapkan metode Konmari secepatnya. Apa itu? Kita harus memilah mana buku yang akan dibaca dan dianggap akan memberikan nilai lebih bagi diri kita.Â
Pilih beberapa buku, lalu tempatkan pada keranjang. Setelah itu, susun kembali buku-buku yang akan kita baca di kemudian hari di dalam lemari. Taruh satu buku di atas meja belajar atau meja ruang keluarga, ini harus kita agendakan dibaca dalam waktu dekat. Mungkin sore ini, malam, atau esok hari.
Ada dua hal yang dapat kita lakukan pada buku di dalam keranjang. Jika kamu ingin beramal, dan mendapatkan kebahagiaan saat buku kita dibaca dan bermanfaat bagi orang lain. Maka, menyumbangkan buku adalah opsi yang dapat kamu pilih. Namun, jika kamu merasa sayang dan ingin agar uang untuk pembelian buku itu dapat kembali ke dompet. Maka, kamu dapat menjual buku tersebut.
Itulah, sekilas tentang tsundoku syndrome, definisi, faktor penyebab, dan cara mengatasinya. Semoga, setelah ini tidak ada lagi buku yang mendapatkan perlakuan tidak adil. Hanya sekedar dibeli dan mengisi lemari, tanpa tersentuh, dibaca, apalagi memberikan manfaat. Buku juga punya perasaan lho. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H