Maka, gabungan dari dua pendapatan tersebut adalah sekitar 6 juta per bulan. Mereka mengambil KPR dengan cicilan per bulannya sebesar Rp2 juta, dengan jangka waktu cicilan selama kurang lebih sepuluh tahun. Cicilan mobil yang harus dibayar per bulannya, sekitar Rp3 juta, dengan jangka waktu cicilan mereka harus membayar selama tiga tahun.
Saldo pendapatan yang tersisa dari gabungan dua pendapatan tersebut adalah Rp. 1 juta. Artinya, porsi cicilan melebihi ambang batas kesehatan finansial. Bahwa, dalam ilmu manajemen keuangan, cicilan yang ideal itu berkisar sekitar 30 persen dari pendapatan, atau sekitar Rp1.800.000.
Karena, keputusan finansial yang salah, terlalu tergesa-gesa dan tanpa perhitungan yang masak ini. Maka, dampak buruknya akan dirasakan dalam jangka waktu dua-tiga tahun dan seterusnya. Apalagi, bila mulai hadir anak pertama, kedua, dan seterusnya. Uang yang tersisa Rp1 juta itu tidak akan lagi dapat mencukupi kebutuhan mereka.
Apalagi, jika pada tahun kedua, istri memutuskan untuk resign. Karena, kesulitan mencari pengasuh bayi mereka. Maka, penghasilan pun menjadi berkurang sekitar Rp2 juta. Akhirnya, dalam kurun waktu dua tahun sejak cicilan pertama tersebut, pada akhir bulan Desember mobil tersebut menunggak cicilan dan diambil secara paksa oleh pihak dealer.
Keadaan pun menjadi tidak terkendali, suami harus bekerja keras dan mati-matian mempertahankan kinerja. Agar tidak termasuk ke dalam urutan karyawan yang akan di-PHK. Ia harus bertahan dengan penghasilan sejumlah itu, bahkan kalau bisa harus lebih agar rumah yang kini menjadi beban cicilan pun tidak ikut tergusur, karena telat dibayar.
Dari kondisi inilah, lahir yang dinamakan the two-income trap atau jebakan dua pendapatan.
The Two-Income Trap
Istilah jebakan dua pendapatan atau lebih populer dengan sebutan two-income trap, dapat kita temukan dalam buku yang berjudul The Two-Income Trap yang ditulis oleh Elizabeth Warren dan putrinya Amelia Warren Tyagi.Â
Buku ini ditulis pada tahun 2004 dengan tujuan menuliskan hasil penelitian tentang sebab-musabab naiknya tingkat kebangkrutan pribadi dan ketidakamanan ekonomi pada rumah tangga pasangan suami-istri di Amerika.
Ternyata, fenomena ini tidak hanya kita temukan di keluarga dan rumah tangga Indonesia, ya. Tapi, sudah terlebih dahulu terjadi pada masyarakat mancanegara. Hal ini disebabkan karena, rendahnya literasi finansial pada kaum milenial. Dalam hal mencari uang yang berhubungan dengan teknologi. Mungkin mereka adalah jagonya.
Tapi, dalam hal mengelola uang dan cara membelanjakan secara bijaksana. Mereka belum tentu mampu. Hal ini diperparah juga oleh, gaya hidup hedonisme dan selalu ingin tampil keren. Agar tampak wah dan membuat orang terkesan.Â