Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Darurat HIV/AIDS dan Kelumpuhan Generasi

31 Agustus 2022   21:45 Diperbarui: 31 Agustus 2022   22:04 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyakit yang menyerang kekebalan tubuh manusia ini, dikenal dengan nama yang sangat angker, yakni Human Immunodeficiency Virus (HIV). Menyebar melalui hubungan seks, baik oral maupun anal, HIV disebabkan oleh retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia. 

Sudah lama tidak terdengar kabarnya. Kini, kembali viral dan ramai dibicarakan. Bukan di kota besar seperti Jakarta, Medan, atau Jogjakarta. Dimana pergaulan remaja dan mahasiswa sudah mulai menyentuh zona merah. 

Kabar tentang meningginya kasus HIV/AIDS ini datang dari kota yang terkenal dengan kecantikan para mojangnya, yakni kota Bandung.

Menurut berita yang dilansir dari Liputan6.com, ditemukan sekitar 414 kasus positif HIV/AIDS pada mahasiswa di kota Bandung.

Hal ini sungguh disayangkan, mengingat mahasiswa adalah generasi penerus bangsa. Bagaimana nasib bangsa ini ke depannya, jika generasi muda yang terdidik dan memiliki tingkat intelektual pun terkontaminasi oleh penyakit mematikan ini.

Menurut data yang disampaikan oleh dinas kesehatan, penyebab dari banyaknya kasus positif ini karena diakibatkan oleh hubungan seks yang tidak aman.

Dalam arti, mahasiswa-mahasiswa tersebut melakukan hubungan seks di luar nikah, lalu kemudian berganti-ganti pasangan, alias celup sana, celup sini 

Sangat miris dan memprihatinkan. Di tengah maraknya gempuran media dan teknologi yang sangat massif menuntut daya kritis dan kreatif mereka sebagai generasi penyelamat bangsa. Kini, mereka malah terpuruk dalam lingkungan penyakit yang hingga saat ini belum ditemukan penawar atau obatnya itu.

Ada beberapa penyebab yang menjadi faktor pemicu ledakan kasus HIV/AIDS pada generasi muda.

1. Kehidupan yang bebas jauh dari pengawasan orang tua.

Masa-masa kuliah merupakan momen seorang mahasiswa keluar dari pengawasan orang tua. Mereka keluar dari zona nyaman di rumah masing-masing, merantau ke kota lain, dengan niat awal menuntut ilmu.

Kehidupan mandiri pun dimulai, mereka kost atau mengontrak sebuah kamar yang sesuai dengan budget orang tua. Pada tahap pertama, mungkin terasa tidak nyaman. Karena, harus melakukan semuanya sendiri. Kalau lapar harus mencari sendiri, dengan cara memasak atau membeli. Padahal, kalau dibrumah serba disiapkan oleh orang tua.

Begitu pun saat baju kotor, harus mencuci dan menyetrikanya sendiri atau memasukkannya ke laundry. Saat sakit pun, tidak bisa bermanja-manja. Harus kuat dan tangguh. Berobat sendiri ke pusat kesehatan masyarakat.

Nah, dengan kondisi yang serba mandiri tersebut. Kehadiran seorang laki-laki atau perempuan yang memiliki kedekatan secara emosional, sebut saja kekasih menjadi sangat penting.

Bermula dari saling membutuhkan, lama-lama menemukan rasa nyaman. Setelah itu, tanpa malu-malu lagi banyak pasangan mahasiswa yang siang-malam berada di kosan cewek atau cowoknya.Layaknya seperti pasangan suami istri saja.

Mereka merasa bebas, karena suasana kontrakan yang jauh dari pemiliknya. Dulu, waktu saya kos, banyak tempat kost yang pemiliknya tidak berdomisili di tempat tersebut. Sehingga, kostan tersebut terkesan seperti bebas, tanpa peraturan, tidak ada jam malam bagi tamu laki-laki, dan tidak ada teguran kala laki-laki dan perempuan berada dalam satu kamar hingga beberapa hari.

Apalagi, coba yang biasa dilakukan dua orang berlainan jenis, sama-sama memiliki perasaan tertarik satu sama lain. Bukan suudzan, tapi semua orang dewasa pasti mengerti dan paham.

2. Kurangnya dasar keimanan 

Dasar keagamaan yang dangkal, menjadi pemicu seorang mahasiswa mudah terpengaruh pergaulan yang negatif. Peralihan dari masa remaja ke fase dewasa, memberikan dampak yang sangat signifikan. 

Mereka merasa sudah dewasa secara lahiriah. Memiliki anggapan, bahwa, "Hidupku akulah yang bertanggung-jawab, siapapun tidak berhak ikut campur, urus saja hidup masing-masing".

Padahal, secara batiniah mereka belum dewasa. Apalagi, jika dasar keimanan sangat kurang, tidak ada rem yang mengendalikan hawa nafsu yang merasuki jiwa muda mereka.

Darah muda yang menggelegak, menyebabkan mereka merasa bisa bebas melakukan apapun. Tanpa peduli pada akibat yang akan terjadi setelah tindakan tersebut dilakukan.

3. Minimnya edukasi tentang seks 

Dalam pengetahuan tentang seks, mereka hanya tahu di permukaannya saja. Hanya mengerti bahwa hubungan seks itu secara biologis merupakan penyatuan antara alat kelamin jantan dan betina. Sehingga mereka ingin mencoba melakukannya. Tidak terpikir dampaknya, bahwa bila melakukan hubungan seks, akan tumbuh janin dalam rahim perempuan. 

Pendidikan seks perlu diberikan kepada remaja, mengingat hal ini berguna untuk mencegah berkembangnya pikiran-pikiran negatif pada diri mereka. Apalagi bila remaja sudah mengenal informasi tentang seks dari media.

Sulit menjelaskan tentang dampak seks bebas, bila remaja yang merupakan tongkat estafet negara ini sudah terkontaminasi dengan virus seks bebas. Mereka sudah tidak takut lagi melakukan hubungan seks dengan berganti-ganti pasangan, menggunakan jarum suntik yang tidak steril, menggunakan NAFZA, hubungan seksual yang berisiko seperti homoseksual, maupun heteroseksual, dan penularan dari ibu hamil yang mengidap HIV kepada janin melalui plasenta.

4. Pengaruh negatif teknologi

Bila remaja sudah mendapatkan informasi tentang seks dari media, seperti : televisi, internet, buku, dan lain-lain. Maka, dengan mudah akan terpengaruh. Secara biologis, mereka akan merasa penasaran dan mencari informasi yang lebih jauh melalui media-media tersebut.

Dampaknya, para remaja ini akan menonton video-video tentang seks yang begitu mudahnya diakses. Di kontrakkan yang minim pengawasan dan sangat bebas. Bisa saja mereka menonton, sambil mempraktekan kegiatan seks tersebut.

pengaruh negatif dari teknologi salahsatunya adalah mengunjungi situs-situs yang berbau pornografi. Hal ini menjadi ancaman tersendiri bagi kualitas intelektual dan mental generasi kita. Karena, orang yang sudah kecanduan menonton pornografi, mereka tidak bisa lagi dengan mudah untuk fokus pada pendidikan. Di dalam otak dan pikirannya akan terus terbayang dan tergambar adegan-adegan yang ada di dalam video pornografi tersebut.

Kelumpuhan generasi

Sudah jelas dan terpampang di depan mata, dapat diprediksi bagaimana nasib bangsa dan negara ini. Jika, generasi mudanya terkontaminasi positiv HIV. Dampaknya sangat mengerikan dan tidak main-main. 

Karena, meskipun penyakit ini hanya menular melalui aktivitas seksual, jarum suntik, dan pemakaian narkoba. Namun, secara massif lingkaran penularannya, tidak bisa diprediksi. Seperti bahaya laten yang dapat meledak kapan saja, padahal sebelumnya tampak adem ayem. Atau ibarat fenomena gunung es, hanya terlihat sedikit pada bagian puncaknya saja, padahal di bagian bawah ada gunung yang sangat besar tertutup air.

Lingkaran penularan tersebut, umpama seorang laki-laki berhubungan bebas dengan beberapa perempuan. Lalu, perempuan tersebut mengandung dan melahirkan. Maka, semua anak yang dilahirkan perempuan tersebut sudah pasti positiv HIV sejak lahir. 

Beberapa perempuan yang berhubungan seks dengan laki-laki pembawa virus tersebut, kemudian menikah atau melakukan aktivitas seks dengan lelaki yang lain lagi. Maka, virus HIV akan terus berputar saling menularkan, dalam lingkaran yang lebih besar lagi.

Generasi muda kita akan mengalami kelumpuhan, dalam arti mereka tidak akan fokus untuk menggantikan generasi tua menjadi pemimpin bangsa, guru, polisi, dokter, dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena mereka menjadi fokus pada penyakitnya sendiri. Bukan tidak mungkin, jika mereka malah menjadi beban bagi generasi yang sudah tua.

1. Angka harapan hidup generasi menurun

Pada kasus HIV yang tidak diobati, akan meningkat menjadi AIDS. Sudah menjadi rahasia umum, jika penderita AIDS ini hanya dapat bertahan hidup dalam jangka waktu tiga tahun saja setelah terinfeksi. Walaupun tidak dapat dipungkiri, dengan kemajuan teknologi medis modern saat ini, angka harapan hidup dapat meningkat, lebih baik dari sebelumnya.

Namun, tetap saja meningkatnya angka harapan hidup tersebut tidak mendatangkan perasaan mantap pada kemajuan negara kita di masa depan. Karena, generasi muda yang berstatus ODHA, tentu tidak dapat dijadikan sebagai tumpuan harapan untuk mengisi pembangunan dan menempati bidang-bidang yang strategis dalam negara.

2. Generasi muda yang sakit-sakitan

Generasi muda akan lumpuh, saat individu-individu potensial yang dimilikinya terkena HIV. Menurut keterangan dari bagian kesehatan, penderita HIV akan mengalami gangguan penglihatan, saluran pencernaan, paru-paru, lemah tulang, hingga kesulitan dalam berjalan.

Wah, miris dan sangat menghawatirkan sekali, ya. Bagaimana bisa negara yang sangat majemuk ini, dititipkan kepada generasi muda dengan kondisi rapuh dan lemah seperti ini. 

3. Kondisi jiwa yang labil

Secara kejiwaan, penderita HIV akan mudah emosi, marah, dan tersinggung saat dihadapkan pada situasi yang menyulitkan dirinya, seperti : komplain dari orang lain, pertengkaran, dan lain-lain. Dalam kegiatan bergerak dan berpikir atau koordinasi antara dua hal tersebut. Penderita HIV akan bertindak secara ceroboh, susah berkoordinasi, dan mengalami kesulitan dalam beraktivitas yang berhubungan dengan saraf motorik. Penderita HIV akan kesulitan dalam melakukan aktivitas menulis. 

Jika sudah seperti itu, apa yang bisa dilakukan oleh generasi muda kita. Bagaimana bisa mereka melawan ancaman, gangguan, dan tantangan yang menghantam negara, bila kondisi jiwanya sendiri, mereka tidak dapat menguasainya. 

Darurat HIV

Agenda darurat HIV harus segera disosialisasikan oleh pemerintah, sebelum dampak yang lebih buruk menghantui generasi muda kita. Edukasi dan penyuluhan tentang efek negatif yang diakibatkan oleh penyakit ini harus segera digalakkan. Dalam hal media, ada baiknya pemerintah menutup secara permanen situs-situs pornografi, dan mengendalikan teknologi agar tidak terlalu bebas diakses oleh anak di bawah umur. 

Program penguatan dasar agama dan keimanan harus dimantapkan kembali, orang tua harus ekstra dalam mengawasi perkembangan seks putra-putrinya, dalam hal ini orang tua dituntut untuk mengamati gejala-gejala dini bila anak-anak mereka mulai melakukan seks bebas. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun